Latar Belakang
Masih ingat dalam benak saya, untuk pertama kalinya muncul di koran kematian anak di kolam bekas lubang tambang batubara yang tidak direklamasi. Dalam berita dikatakan, saat asyik bermain, dua bocah tiba-tiba tenggelam di kolom bekas galian tambang batubara PT PPM yang lokasinya di Kelurahan Sambutan, Kecamatan Sambutan, Samarinda sedalam 30 meter. Lokasi bekas galian tambang batubara itu berada tidak jauh dari Perumahan Sambutan Asri Permai dan tidak memiliki pagar pembatas dengan pemukiman warga.
Masih ingat dalam benak saya, untuk pertama kalinya muncul di koran kematian anak di kolam bekas lubang tambang batubara yang tidak direklamasi. Dalam berita dikatakan, saat asyik bermain, dua bocah tiba-tiba tenggelam di kolom bekas galian tambang batubara PT PPM yang lokasinya di Kelurahan Sambutan, Kecamatan Sambutan, Samarinda sedalam 30 meter. Lokasi bekas galian tambang batubara itu berada tidak jauh dari Perumahan Sambutan Asri Permai dan tidak memiliki pagar pembatas dengan pemukiman warga.
Ini awal tambang batubara di Kota Samarinda membawa petaka yang
mengerikan terhadap manusia, awal mula tragedi kemanusian dipertontonkan
terhadap generasi muda. Tidak ada kata yang bisa diungkapkan, hati kita
mudah tersentak dan menangis pilu saat ada banjir, banjir lumpur,
longsor, pencemaran air, udara dan tanah, bahkan beberapa ternak mati
mendadak karena minum air tercemar limbah. Kejadian meninggalnya anak
tidak berdosa dibekas lubang tambang batubara, membuat nurani bergejola,
dan berontak, terhadap apa yang sekarang lagi dibanggahkan dan dibuat
dewa kekayaan mendadak, pesta emas hitam yang begitu gegap gempita
dengan terus dikeluarkan izin oleh penguasa Kota Samarinda, sampai
mencapai 168 IUP.
Seharusnya tragedi kemanusian ini yang terakhir, perlu dicari solusi
untuk mencegah terjadinya korban lagi. Namun lacur, korban terus
berjatuhan dan semua terulang lagi dan sudah 2 tahun sejak 2011 ada 6
bocah kecil meninggal bekas sumur bekas tambang batubara. Pertama pada
Juli 2011 tiga bocah meninggal, lalu pada Desember 2012 tiga bocah
meninggal lagi. Tapi tidak ada tanggapan pemerintah daerah, tidak ada
tersangka, tidak ada yang kena hukum, mereka cuma berikan uang asuransi
saja, seolah permasalahan bisa tuntas dengan materi,” jelas Kahar ketua
Jatam Kaltim tanggal 5 Februari 2013 di Media.
Konsep Pertanggungjawaban Pidana (criminal responsibility)
Pertanggungjawab pidana, terdapat aturan tentang penerapan doktrin
strict liability dan vicarious liability. Menurut dokrtin strick
liability (pertanggungjawaban ketat) seseorang sudah dapat
dipertanggungjawabkan untuk tindak pidana tertentu, walaupun pada diri
orang itu tidak ada kesalahan (meas rea). Strict liability diartikan
liability without fault (pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan).
Pertanggungjawaban pidana menurut Roelan Saleh adalah celaan yang
obyektif terhadap perbuatan pidana kemudian diteruskan kepada terdakwa.
Dalam konsep pertanggujawaban yang harus diperhatikan apakah setiap
tindak pidana yang melakukan perbuatan yang dilarang harus dijatuh
pidana.
Untuk kasus terjadinya kecelakaan di bekas sumur bekas pertambangan
batubara, ini murni tidak pidana kelalian, dan merujuk pada Kitab Undang
Undang Hukum Pidana, dalam hal ini tindak pidana yang terjadi terkait
bidang pertambangan, unsur kelalian dalam hal ini melakukan upaya
kegiatan pascatambang. Pascatambang adalah kegiatan terencana,
sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan
usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi
sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah pertambangan.
Usaha pasca tambang dalam terjadi kecelakaan pada anak-anak di sumur
bekas lubang pertambangan batubara tidak dilakukan. Ini jelas melanggar
aturan yang sudah dituangkan dalam Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL),
yang dibuat sebelum izin usaha pertambangan keluar. Hal lain yang harus
diperhatikan proses pascatambang, berupa reklamasi bekas galian usaha
pertambangan, seharusnya dilakukan yakni kegiatan yang dilakukan
sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihhkan, dan
memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi
kembali sesuai peruntukannnya. Jika tidak dilakukan oleh perusahaan yang
punya izin tambang, berarti ini merupakan perbuatan tindak pidana Pasal
100 UUPPLH.
Tindak Pidana Kelalaian
Secara normatif, tindak pidana yang terjadi tidak diatur dalam UU
Minerba, sehingga dicari aturan undang-undang yang bersifat umum yakni
KUHPidana. Dalam salah satu pasalnya tentang culpa atau kelalaian. Unsur
tindak pidana kelalaian, yang terpenting adalah pelaku mempunyai
kesadaran atau pengetahuan yang mana pelaku seharusnya dapat
membayangkan akan adanya akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya, atau
dengan kata lain bahwa pelaku dapat menduga bahwa akibat dari
perbuatannya itu akan menimbulkan suatu akibat yang dapat dihukum dan
dilarang oleh undang-undang.
Pasal tentang tindak pidana kelalaian merujuk pada Pasal 359
KUHPidana: Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan
orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Pasal ini dijadikan dasar
penuntukan terhadap kasus meninggal anak-anak di bekas lubang sumur
pertambangan batubara. Karena kurang hati-hati dan kelaliaan dari
beberapa pihak baik penguasa, pemerintah dan orangtua, telah menyebabkan
kematian bagi anak-anak.
Perlindungan sosial terhadap anak-anak di dekat sumur bekas tambang,
dalam rangka fungsi hukum pidana sebagai sarana perlindungan sosial.
Untuk itu dalam terjadi tindak pidana, dengan terjadi kematian pada
anak-anak di bekas sumur tambangan. Pertanggungjawaban pidana dilakukan
pada pengusaha yang mengelolaan areal pertambangan batubara, yang harus
melakukan pascatambang pada bekas sumur tambang yang sudah selesai
digali, jika masih dalam tahap prose reklamasi, ada tanda-tanda atau
himbauan untuk tidak bermain diareal bekas sumber bekas tambang.
Pemerintah Kota Samarinda, dalam hal Badan Lingkungan Hidup Daerah dan
Dinas Pertambangan Kota Samarinda, selaku pengawas seharus melakukan
pengawasan dan teguran jika tidak sesuai dengan aturan yang sudah diatur
dalam UUPPLH. Kemudian orangtua anak-anak, dimana anak-anak yang
dibawah umur 10 tahun, harus dalam pengawasan orangtua dalam pergaulan
dan tempat bermain anak-anak.
Sampai detik ini, kasus diatas tetap menjadi tumpukan kertas, tanpa
jelas penegakan hukum. Secara hukum mereka yang dapat minta
pertanggungajawaban pidana dalam kasus anak-anak yang meninggal dalam
bekas sumur bekas tambangan. Ini mengarah pada unsur kelalihan semua
pihak terhadap pengelolaan bekas usaha pertambangan.
Harus dipahami dalam tindak pidana kelalaian KUHPidana tidak mengenal
pertanggungjawab korporasi, kecuali terhadap perundang-undangan yang
mengatur tersendiri tindak pidana korporasi. Dalam dalam kasus diatas,
harus dilihat bahwa pertangggungjawaban korporasi pertambang. Untuk
tindak pidana korporasi di bidang pertambangan sebagaimana yang
dilakukan oleh suatu badan hukum, merujuk Pasal 163 UU Minerba, pidana
penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan
terhadap badan hukum tersebut berupa pidana denda dengan pemberatan
ditambah 1/3 (satu per tiga) kali dari ketentuan maksimum pidana denda
yang dijatuhkan. Juga dalam Pasal 164 UU Minerba, pidana denda bagi
badan hukum dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: a) pencabutan izin
usaha; dan/atau b) pencabutan status badan hukum. Hanya dijelaskan
hukumannya, namun tindak pidana yang dilakukan tidak dijelaskan.
Jalan ditempat kasus ini, menurut pendapat penulis terkait dengan
tindak pidana korporasi dalam bidang pertambangan, juga memperhatikan
kepentingan lain seperti investasi, ekonomi, lapangan pekerjaan,
pengembangan kawasan dan sebagainya. Jadi dalam penerapan tindak pidana
korporasi di bidang pertambangan, dalam hal ini ada kepentingan yang
lebih besar harus dipertimbangkan dalam melakukan penerapan tindak
pidana tersebut. Untuk orang ua yang diminta pertanggungjawaban terhadap
anak dibawah pengampuan, harus mengarah pada tindak pidana anak, dan
tunduk pada Undang-undang Peradilan anak. Sedangkan dalam
pertanggungjawaban pemerintah kota, yakni Dinas Pertambangan Kota
Samarinda dan Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda tunduk pada
ketentuan Pidana Pasal 112 UUPPLH, yang sanksi pidana paling lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000,000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Seyognya, apapun alasannya, seharus aparat penegak hukum, tetap
mengedepankan tindak pidana di bidang pertambangan batubara sebagai
langka awal memberi efek jera bagi pelaku. Jangan biarkan generasi muda
Kota Samarinda menjadi korban kutukan emas hitam tanpa hukum.