Hukum Lingkungan dan Penegakannya Dalam UU No.32 Tahun 2009

1. Pendahuluan

Lingkungan hidup merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya untuk dimanfaatkan secara baik. Pemanfaatan lingkungan hidup dalam rangka pemenuhan kebutuhan makhluk hidup itu sendiri haruslah disertai tanggung jawab besar dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup agar tetap terjaga kelestariannya.

Istilah Lingkungan Hidup, dalam bahasa Inggris disebut dengan “environment”, dalam bahasa Belanda disebut dengan “milieu”, atau dalam bahasa Perancis disebut dengan “I’environment””[1]. Ada beberapa rumusan mengenai pengertian Lingkungan Hidup, “Secara umum Lingkungan Hidup diartikan sebagai segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati, dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Batas ruang lingkungan menurut pengertian ini sangat luas, namun untuk praktisnya di batasi ruang lingkungan dengan faktor-faktor yang dapat di jangkau oleh manusia seperti faktor alam, faktor politik, faktor ekonomi, faktor sosial dan lain-lain”[2].

Munadjat Danusaputro sebagaimana dikutip oleh Siahaan[3], memberikan pengertian bahwa “Lingkungan Hidup adalah semua benda dan daya serta kondisi termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup lainnya. Dengan demikian tercukup segi lingkungan fisik dan segi lingkungan budaya”.

Selanjutnya Otto Soemarwoto berpendapat pengertian “Lingkungan Hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita”.[4]

Menurut pengertian yuridis, Lingkungan Hidup dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah “Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan prilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”. Lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan setiap manusia dan makhluk lainnya, oleh karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan terhadapnya. Pasal 1 angka 2 Bab I Ketentuan Umum UUPPLH memberikan pengertian bahwa “Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.

2. Hukum Lingkungan

Mengutip dari Muhamad Erwin,[5] Munadjat Danusaputro menuliskan “Istilah Hukum Lingkungan yang merupakan terjemahan dari beberapa istilah, yaitu “Environment Law” dalam bahasa Inggris, “Millieeurecht” dalam bahasa Belanda, “L,environment” dalam bahasa Prancis, “Umweltrecht” dalam bahasa Jerman, “Hukum Alam Seputar” dalam bahasa Malaysia, “Batas nan Kapaligiran” dalam bahasa Tagalog, “Sin-ved-lom Kwahm”dalam bahasa Thailand, “Qomum al-Biah” dalam bahasa Arab”.

Sundari Rangkuti[6], Hukum yang mengatur hubungan timbal balik antara manusia dengan makhluk hidup lainnya yang apabila dilanggar dapat dikenakan sanksi.

Sedangkan, Gatot P. Soemartono[7], menyebutkan bahwa “hukum itu adalah keseluruhan peraturan tentang tingkah laku manusia yang isinya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat, yang pelaksanaan peraturan tersebut dapat dipaksakan dengan suatu sanksi oleh pihak yang berwenang. Dari uraian mengenai pengertian hukum, maka Hukum Lingkungan adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tentang tingkah laku orang tentang apa yang seharusnya dilakukan terhadap lingkungan, yang pelaksanaan peraturan tersebut dapat dipaksakan dengan suatu sanksi oleh pihak yang berwenang”.

“Hukum Lingkungan adalah salah satu bidang yang menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan sistem aturan atau norma masyarakat dalam interaksinya dengan lingkungan hidup”[8]. Koesnadi Hardjasoemantri mengutip pendapat Drupsteen, bahwa “Hukum Lingkungan (Milieurecht) adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (natuurlijk milieu) dalam arti seluas-luasnya. Dengan demikian Hukum Lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan” [9].

Munadjat Danusaputro[10], membedakan Hukum Lingkungan menjadi dua yaitu, Hukum Lingkungan modern yang berorientasi kepada lingkungan (environmental-oriented law) dan Hukum Lingkungan klasik yang berorientasi kepada penggunaan daripada lingkungan (use oriented law). Hukum Lingkungan modern menetapkan ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk menjamin kelestariannya agar dapat secara langsung terus-menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi-generasi mendatang. Sebaliknya Hukum Lingkungan klasik menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan tujuan terutama sekali untuk menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya lingkungan guna mencapai hasil semaksimal mungkin dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya.

“Hukum Lingkungan mempunyai 2 (dua) dimensi. Yang pertama adalah ketentuan tentang tingkah laku masyarakat, semuanya bertujuan supaya anggota masyarakat dihimbau bahkan kalau perlu dipaksa memenuhi Hukum Lingkungan yang tujuannya memecahkan masalah lingkungan. Yang kedua, adalah dimensi memberi hak, kewajiban, dan wewenang badan-badan pemerintah dalam mengelola lingkungan. Dengan demikian, hukum lingkungan berisi kaidah-kaidah tentang perilaku masyarakat yang positif terhadap lingkungannya, langsung atau tidak langsung. Secara langsung kepada masyarakat, hukum lingkungan menyatakan apa yang dilarang dan apa yang dibolehkan.

Mas Achmad Santosa[11] menuliskan, peranan Hukum Lingkungan secara khusus diperjelas dalam Caring for the Earth: A Strategy for Sustainable Living (1991), antara lain:
a) memberi efek kepada kebijakan-kebijakan yang dirumuskan dalam mendukung konsep pembangunan yang berkelanjutan;

b) sebagai sarana penaatan(compliance tool) melalui penerapan aneka sanksi (varienty of sanctions);
c) memberi panduan kepada masyarakat tentang tindakan-tindakan yang dapat ditempuh untuk melindungi hak dan kewajibannya;
d) memberi definisi tentang hak dan kewajiban dan perilaku-perilaku yang merugikan masyarakat;
e) memberi dan memperkuat mandat serta otoritas kepada aparat pemerintah terkait untuk melaksanakan tugas dan fungsinya) (Rachmadi Usman, 2003:11)

3. Sejarah Perkembangan Lingkungan
Masalah lingkungan dapat ditinjau dari aspek medik, planologis teknologis, teknik lingkungan, ekonomi dan hukum.[12] Sebagaimana dikemukakan oleh Siti Sundari Rangkuti:[13] Perkembangan hokum lingkungan tidak dipisahkan dengan gerakan sedunia yang memberikan perhatian besarnya tentang lingkungan hidu. Konfrensi PBB tentang lingkungan hidup, telah diadakan di Stockholm pada Tahun 1972, Konferensi Stockholm membahas masalah lingkungan dan jalan keluarnya, agar pembangunan dapat terlaksana dengan memperhitungkan daya dukung lingkungan (”eco-development”), dan kapasitas lingkungan yang ada.
Pada tahun 1983 PBB membentuk komisi sedunia untuk lingkungan dan pembangunan yaitu World Commission on Environment and Development (WCED). PBB pada tahun 1992 menyelenggarakan konferensi mengenai masalah lingkungan dan pembangunan ( The United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) atau dikenal sebagai KTT Bumi (Eart Summit) di Rio de Janeiro, Brasil pada tanggal 3-14 Juni Tahun 1992[14].

Indonesia pertama kali lingkungan hidup masuk dalam GBHN tahun 1993 BAB III huruf B ayat (10) dengan Tap MPR RI No.IV/MPR/1993 dan dijabarkan dalam REPELITA II (1994-1997) dalam Buku III bab 27, tentang Pembinaan Hukum Nasional. Semakin maju perkembanga ilmu dan teknologi serta peningkatan ekonomi dan modal, terutama penanaman modal dalam negeri dan modal asing, melalui sektor kehutanan dan pertambangan lahirnya UU No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal dan UU No.6 Tahun 1967 tentang Penanamn Modal Dalam Negeri (PMDN). Ini sudah memuat pemikiran tentang pengaturan lingkungan. Kemudian terjadi peristiwa pencemaran lingkungan berupa minyak akibat kandasnya kapa; ” Showa Maru” di Selat Malaka. Dari hal tersebut diselenggarakan lokakarya tentang segi-segi hukum dari pengelolaan lingkungan hidup oleh depertemen dan perguruan tinggi . Indonesia meratifikasi Konvensi IMCO tentang Pencemaran Laut oleh Minyak Bumi dari kapal, yang diimplemantasikan dengan Keppres No.18 Tahun 1978 tentang Civil Liability Convention dan Keppres No. 19 Tahun 1978 tentang Internasional Fund Convention 1971. Pada tahun 1978 dibentuk kantor menteri negara PPLH, salah tugas membuat RUU lingkungan Hidup. Kemudian lahirnya UU No.4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pengeloan Lingkungan Hidup, diganti UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan diganti lagi UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

4. Penegakan Hukum Lingkungan
Penegakan Hukum dalam bahasa Inggris disebut “law enforcement”, bahasa Belanda disebut “rechtshandhaving”. Pengertian penegakan hukum dalam terminologi bahasa Indonesia selalu mengarah kepada Force. [15] Menurut Notitie Handhaving Milleurecht, Penegakan Hukum Lingkungan ialah pengawasan dan penerapan atau dengan ancaman, penggunaan instrumen administratif, kepidanaan atau keperdataan dicapailah penaatan ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku umum dan individual . “Penegakan Hukum Lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum yaitu administratif, pidana dan perdata”.[16] Dalam upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan sanksi administrasi, kepidanaan dan keperdataan. Lebih lanjut Siti Sundari Rangkuti Penegakan Hukum Lingkungan dapat dilakukan secara preventif[17] dan represif[18], sesuai dengan sifat dan efektivitasnya.

Pengawasan yang dilakukan oleh pihak pemerintah atau pejabat berwenang, telah diatur dalam Pasal 71 UUPLH, yaitu:

a) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

b) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
c) dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.

Penegakan Hukum Lingkungan terbagi menjadi 3 (tiga) aspek yaitu:

1) Penegakan Hukum Lingkungan Administratif

Upaya penegakan Hukum Lingkungan yang diterapkan kepada kegiatan dan/atau usaha yang ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. Penegakan hukum tersebut diterapkan melalui sanksi administratif seperti yang termuat dalam Pasal 76 ayat (2) UUPPLH, yang terdiri dari:

a) terguran tertulis;
b) paksaan pemerintah;
c) pembekuan izin lingkungan; atau
d) pencabutan izin lingkungan.

2) Penegakan Hukum Lingkungan Perdata
Upaya penegakan hukum ini dapat dilakukan melalui pengadilan atau di luar pengadilan. Bentuk dari penegakan hukum ini adalah sanksi perdata berupa pembayaran ganti rugi bagi masyarakat dan pemulihan terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

3) Penegakan Hukum Lingkungan Pidana

Penegakan Hukum Pidana Lingkungan dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi salah satu persyaratan berikut:

a) sanksi administratif, sanksi perdata, penyelesaian sengketa alternatif melalui negosiasi, mediasi, musyawarah diluar pengadilan setelah diupayakan tidak efektif atau diperkirakan tidak akan efektif.
b) tingkat kesalahan pelaku relatif berat;
c) akibat perbuatan pelaku relatif besar; dan
d) perbuatan pelaku menimbulkan keresahan bagi masyarakat.

Hal ini berkaitan bahwa penerapan sanksi pidana lingkungan tetap memerhatikan asas ultimum remedium, yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administratif, sanksi perdata dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

Upaya penegakan hukum ini di wujudkan dalam bentuk sanksi pidana berupa pidana penjara dan denda seperti yang diatur dalam Pasal 98 s/d Pasal 120 UUPPLH.

5. UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Aturan Pelaksanaanya.
Dalam Negara hokum (rule of law) ada ada 3 ( tiga) prinsip dasar yakni a) supremecy of law, yakni segala tindakan Negara dan warga Negara harus dilakuakn dengan berdasarkan atas hokum dan tidak bertentangan dengan hokum, b) equality before the law, yakni setiao orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hokum dan karenanya harus diperlakukan sama, dan c) Due Process of law yakni proses penegakan hokum harus diabdikan bukan semata-mata demi tegaknya hokum saja, melainkan demi tegaknya keadilan dan kepastian . dengan demikan dalam proses pembentukan dan penegakan hokum tidak boleh bertentangan dengan hokum dan harus mengindahkan harkat dan martabat manusia serta hak-haknya yang melekat. Dalam kontek UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ( PPLH), secara filosofi dari undang-undang ini adalah, bahwa Negara menjamin hak atas lingkungan yang baik dan sehat yang diamanatkan dalam pasal 28 H UUD 1945, bagi warganya. Dengan adanya perubahan UU PPLH diharapkan masalah lingkungan yang berupa pencemaran, kerusakan, perusakan, dan lain-lain dapat diminimalisir da nada pertanggujawaban sehat hokum dalam penegakan. Secara umum UU No.32 Tahun 2009 mengatur sebagai berikut:

1. Alasan Filosofi, sosologis dan yuridis;
2. Konsep Dasar Lingkungan Hidup
3. Asas dan tujuan;
4. Ruang Lingkungan;
a. Perencanaa;

1.inventarisasai LH;
2. Penetapan Erogion;
3. RPPPLH
b. Pemanfaatan;

1. SDA, RPPLH, daya dukung, dan daya tampungan LH

c. Pengendalian;
1. Pencegahan;
a. KLHS;
b. Tata ruang;
c. Baku mutu;
d. Keterian baku kerusakan;
e. Amdal;
f. UKL/UPL;
g. Perizinan;
h. Instrumen ekonomi LH;
i. Peraturan Perundang-undangan berbasis LH;
j. Anggaran Berbasis LH;
k. Analisis Resiko Lh;
l. Audit LH;
m. Insterumen lain sesuai kebutuhan dan perkembangan Ilmu pengetahuan

2. Penanggulan;
a. Pemberian informasi pencemaran/kerusakan LH pada masyarakat;
b. Pengisolasian pencemaran /kerusakan LH;
c. Penghentian sumber pencemaran/kerusakan LH;
d. Cara lain yang sesuia dengn ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Pemulihan…
1. Penghentian sumber pencemaran dan pembersiahan unsure pencemar
2. Remidiasi;
3. Rehabilitasi;

4. Restorasi;
5. Cara lain sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
d. Pemeliharaan;
1. Konservasi SDA;
a. Perlindungan SDA;
b. Pengawetan SDA;
c. Pemanfaatn SDA secara lestari
2. Pencadangan SDA;.. pengelolaan jangka waktu tertentu
3. Pelesatarian Fungsi admosfir;
a. Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;
b. Upaya perlindungan lapisan ozon;
c. Upaya perlindungan hujan asam
e. Pengawasan .
Pengawasan dan sanksi adminitrasi;
1. Pengawasan
- Aparatur Negara;
- Wewenang;
2. Sanksi adminitrasi
f. Penegakan hokum
a) -andmintrasi;
b) -perdata;
c) -pidana

Hal-hal diluar ruang lingkup UUPPL
A. Pengelolaan B3 
 
1) Pengelolaan Bahan berbahaya dan beracun, ;
2) Pengelolan limbah bahan limbah berbahaya B3
3) Dumping;

B. Sistem informasi;;
C. Tugas wewenang pemerintah dan PEMDA;
D. Hak, kewajiban dan larangan;
E. Peran masyarakat;
F. Penyelesaian sengketa lingkungan;

1. Pengadilan;
- Ganti kerugian dan pemulihan lingkungan
- Tanggungjawab mutklak;
- Tenggat kedaluwarsa untuk mengajukan gugatan;
- Hak gugat pemerintah dan pemda;
- Hak gugat masyarakat;
- Hak gugat organisasi LH;
- Gugutan admintrasi
2. Luar pengadilan;
G. Penyilidikan dan pembuktian.;
H. Ketentuan pidana;
I. Ketentuan peralihan;
J. Ketentuan penutup.
Undang-undang ini memberikan wewenang yang luas kepada Kementeri Lingkungan Hidup untuk melaksanakan seluruh wewenang pemerintahan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta melakukan koordinasi dengan instansi lain. Hal lain Bahwa pemerintah daerah diberi wewenang yang sangat luas dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang tidak diatur dalam UU No.23 Tahun 1997.
Untuk peraturan pelaksananya dibawahnya, pada tahun 2010, telah dikeluarkan antara lain;
a) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tahun (Permen) No. 01 Tahun 2010 tentang Tatalaksa Pengendalian Pencemaran Air;
b) Permen No. 02 Tahun 2010 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Registrasi Bahan Berbahaya dan Beracun dalam Kerangka Indonesia Nation Single Window di Kementerian Lingkungan Hidup;
c) Permen No. 03 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri;
d) Permen No. 04 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Minyak Goreng;
e) Permen No. 05 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri Gula;
f) Permen No. 06 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri Rokok dan/atau Cerutu;
g) Permen No. 07 Tahun 2010 tentang Sertifikasi Kompetensi Penyusunan Dokumen AMDAL dan Peryaratan Lembaga Pelatihan Kompetensi Penyusun Dokumen AMDAL;
h) Permen No. 08 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan;
i) Permen No. 09 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengaduan dan Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran dan/atau Perusakan LH;

j) Permen No. 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan LH yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan ;
k) Permen No. 11 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2010 – 2011; dan
l) Permen No. 12 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah
Semua aturan perundang-undangan diatas dalam rangka untuk lebih menjamin kepastian hokum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, sebagai bagian dari perlindungan terhadap secara keseluruhan ekosistem yang ada. Sehingga kita akan dapat mewariskan kepada anak cucu kita atas lingkungan yang baik pula. Semoga kita menyadari arti dan melakukan action untuk menjaga lingkungan hidup.

6. Kesimpulan
Perkembangan Hukum lingkungan yang begitu pesat, telah memberi dasar perlindungan hukum bagi kepentingan warga Negara untuk dijamin haknya oleh Negara dengar dasar kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan sesuai yang diatur di dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Demikian paparan saya semoga kita senantiasa menjaga dan melestarikan lingkungan kita dengan baik dan sehat, sehingga akan menjamin kehidupan kita semua juga anak cucu kita kelak amin. Semoga bermanfaat.











DAFTAR PUSTAKA

A. Referensi
Abdurahman. 1990. Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia. Cet. 3, Bandung.
Erwin, Muhammad. 2008. Hukum Lingkungan - Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup. PT. Refika Aditama. Bandung.
Fuady, Munir. 2002. Perbuatan Melawan Hukum. Cet.1. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Hamzah, Andi. 2005. Penegakan Hukum Lingkungan. Cet 1. Sinar Grafika. Jakarta.
Hardjasoemantri, Koesnadi. 2005. Hukum Tata Lingkungan. Cet. 18. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Salim. 2007. Hukum Pertambangan Di Indonesia- edisi revisi. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Siahaan, 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Erlangga. Jakarta.
__________ 2009. Hukum Lingkungan-edisi revisi cet. ke 2. Pancuran Alam. Jakarta.
Rangkuti, Siti Sundari. 2005. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional-edisi ketiga. Airlangga University Press. Surabaya.
Supriadi, 2006. Hukum Lingkungan Indonesia, Sebuah Pengantar. Sinar Grafika. Jakarta.

B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059).

C. Internet

http://Gagasanhukum. Wordpress Com, Hukum lingkungan dan Penegakanya diunduh tanggal 2 Juli 2011;
http://www.menlh.or.id, Peraturan Perundang-undangan lingkungan hidup, diunduh tanggal 2 Juli 2011 .



NB. Makalah ini sudah Di sampaikan pada Kursus Penilia AMDAL Angkatan III, 04-18 July 2011), di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Unmul, Pada hari senin tanggal 4 July 2011, digedung PPLH.











^^^SEKIAN DAN TERIMA KASIH ^^^






















[1] Siahaan, 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Erlangga. Jakarta, h.34.


[2] Salim. 2007. Hukum Pertambangan Di Indonesia- edisi revisi. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta, h.64.


[3] Ibid, h.3


[4] Ibid, hal.3


[5] Muhammad Erwin. 2008. Hukum Lingkungan - Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup. PT. Refika Aditama. Bandung, hal. 8.


[6] Rangkuti, Siti Sundar Rangkuti . 2005. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional-edisi ketiga. Airlangga University Press. Surabaya, hal. 11


[7] Ibid, h.9


[8] Ibid, h.37


[9] Koesnadi Hardjasoemantri 2005. Hukum Tata Lingkungan. Cet. 18. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, h.41.


[10] Ibid, hal.76


[11] Mas Agus Santoso, Good Governance ,Hukum Lingkungan, h.97


[12] Siti Sundari Rangkuti, Hukum lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Edisi Ketiga, Airlangga University Press, Tahun 2005, hal. 1.


[13] Ibid, hal. 3.


[14] Konferensi UNCED, yang dikenal dengan nama Earth Summit, menghasilkan: (1) Rio Declaration on Environment and Development atau Deklarasi Rio, yang merupakan kompromi untuk mengenai persepsi dan prioritas penanganan masalah lingkungan, yang intinya adalah untuk meningkatkan kerjasama internasional; (2) Agenda 21, yang merupakan rencana kegiatan di abad 21, yang menjabarkan strategi dan program pengendalian masalah lingkungan serta pembangunan yang berwawasan lingkungan; (3). Konvensi Perubahan Iklim, yang merupakan upaya untuk mengendalikan jumlah gas rumat kaca agar tidak melampui ambang batas yang diperlukan; (4) Konvensi tentang Keanegaraman Hayati, yang merupakan kesepakatan tentang upaya menyelamatkan sumber daya alam, serta perlunya manfaat dari keanekaragaman hayati dapat dinikmati bersama secara adil; dan (5) Pernyataan tentang Prinsip-Prinsip Kehutanan, yang merupakan pedoman untuk mengelola, konservasi dan pembangunan berkesinabungan dari sumber daya hutan.




[15] Supriadi, 2006. Hukum Lingkungan Indonesia, Sebuah Pengantar. Sinar Grafika. Jakarta, h 267


[16] Ibid, h.215.


[17] Penegakan hukum yang bersifat preventif berarti bahwa pengawasan aktif dilakukan terhadap kepatuhan kepada peraturan tanpa kejadian langsung yang menyangkut peristiwa konkrit yang menimbulkan sangkaan bahwa peraturan hukum telah dilanggar. Instrumen bagi Penegakan Hukum preventif adalah penyuluhan, pemantauan dan penggunaan kewenangan yang sifatnya pengawasan (pengambilan sampel, penghentian mesin-mesin dan sebagainya). Dengan demikian, penegak hukum yang utama adalah pejabat/aparat pemerintah yang berwenang memberi izin dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan”.




[18] Penegakan hukum yang besifat represif dilakukan dalam hal perbuatan yang melanggar peraturan dan bertujuan untuk mengakhiri secara langsung perbuatan terlarang
Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.