Prinsip-prinsip Kehutanan

Prinsip-prinsip kehutanan (the forest principles) berpijak pada kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tahun 1992 yang menyelenggarakan konferensi mengenai masalah lingkungan dan pembangunan ( The United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) atau dikenal sebagai KTT Bumi (Eart Summit) di Rio de Janeiro, Brasil.

KKT Bumi ini menghasilkan 5 (lima) dokumen penting yaitu:1. Deklarasi 21;2. Agenda 21;3. Perubahan Iklim;4. Komisi tentang Keanekaragaman Hayati; dan5. Pernyataan Prinsip-prinsip Kehutanan atau istilah aslinya ” The forest principle”, pedoman untuk mengelola, konservasi dan pembangunan berkelanjutan dari sumber daya hutan

Prinsip-prinsip tentang kehutanan ini kemudian dijabarkan dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo Undang-undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-undang.

Di konsideran butir (a) UU Nomor 41 Tahun 1999, bahwa hutan wajib disyukuri, diurus dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dan agar dirasakan manfaatnya baik bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang. Ini merupakan pernyataan bahwa bangsa Indonesia telah mengadopsi prinsip-prinsip kehutanan yang telah disepakati dalam KKT Bumi.

Namun, implementasi pengelolaan hutan berkelanjutan masih menimbulkan masalah, Salah satu masalah dalam bidang lingkungan hidup pada sektor kehutanan ini adalah banyaknya hutan mengalami kerusakan. Indonesia mengalami kerusakan hutan lebih dari 101,73 juta ha, seluas 59,62 juta ha di antaranya berada dalam kawasan hutan yakni di dalam hutan lindung (10,52 juta ha), hutan konservasi (4,69 juta ha), dan hutan produksi (44,42 juta ha). Laju kerusakan hutan pada periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta ha/tahun.

Sedangkan menurut Laporan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) tahun 2007 tingkat laju kerusakan hutan pada tahun 2006 diperkirakan semakin tidak terkendali dan meningkat menjadi 2,72 juta per tahun atau 5 kali lapangan sepakbola dalam hitungan menit.

Tanpa disadari pemenuhan ekonomi jangka pendek telah mengakibatkan kerusakan yang tidak terkendali. Kerusakan hutan Indonesia disebabkan antara lain: eksploitasi hutan yang diakibatkan oleh aktivitas penebangan liar (illegal logging), penyuludupan kayu, kebakaran hutan, dan konversi kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain seperti; perkebunan, pertambangan, dan perumahan.

Kerusakan sumberdaya hutan dan lahan akibat pemanfataan eksternalitas positif secara parsial (kayu) dan pengurangan luas kawasan hutan oleh sebagian kecil orang yang pada dasarnya bermukim jauh dari sumberdaya hutan tersebut, telah memberi eksternalitas negatif terhadap kehidupan masyarakat di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) yang didukung sumberdaya hutan tersebut. Antara lain berupa turunnya mutu lingkungan hidup, terjadinya banjir, tanah longsor, erosi, dan sedimentasi. Bahkan pada tataran makro memberikan eksternalitas negatif berupa hilangnya keanekaragaman hayati dan pendapatan negara serta terjadinya konflik lahan pada kawasan hutan sampai potensi yang mengancam disintegrasi kehidupan berbangsa dan negara.

Berbagai macam upaya dilakukan untuk melestarikan sumber daya hutan dalam menjaga fungsi pokok hutan. Fungsi pokok hutan mempunyai fungsi utama yang diemban hutan, seperti ada dalam pasal 6 ayat (2) UU No. 41 Tahun 1999 jo UU No.19 Tahun 2004, bahwa pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok sebagai berikut:a. hutan konservasi;b. hutan lindung; danc. hutan produksi.

Namun, hasilnya kurang menggembirakan, khususnya hutan secara terpadu dan berkelanjutan dari waktu ke waktu. Pengelolaan hutan secara terpadu dan berkelanjutan masih merupakan obsesi yang sulit diwujudkan. Hal ini karena rendahnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam konservasi serta belum optimalnya pemerintah menangani persoalan sumber daya hutan, yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pengelolaan kawasan konservasi hutan di Indonesia dapat dilakukan secara baik.

Ke depan bangsa ini seharusnya semakin banyak menyukuri atas nikmat hutan yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Penegakan hukum di bidang kehutanan harus semakin tegas. Kesadaran anak bangsa negeri ini untuk menghargai hutan dalam konteks menjaga dan memelihara dari kerusakan yang makin marah. Pak Menteri, mari terus kita gerakkan “hijaukan hutanku”.
Artikel telah diterbitkan pada ini
Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.