Pendahuluan
Seperti diberitahukan dalam artikel sebelumnya untuk kasus Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Samarinda dengan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, menarik dimaknai bahwa putusan Pengadilan Negeri (PN) Samarinda (Kamis, 14 Maret 2013),
melayangkan teguran Kepala Badan
Lingkungan Hidup, karena enggan memberikan data Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Amdal) perusahaan-perusahaan tambang batubara yang
beroperasi di wilayah Samarinda. Dalam amar putusannya Ketua PN
menegaskan paling lambat tanggal 22 Maret 2013 data tersebut sudah harus
diserahkan.
Seperti diberitahukan dalam artikel sebelumnya untuk kasus Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Samarinda dengan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, menarik dimaknai bahwa putusan Pengadilan Negeri (PN) Samarinda (Kamis, 14 Maret 2013),
Pelayanan Pemerintah Kota
Ini kemenangan hak warga dalam hal ini diwakili oleh Jatam Kaltim
untuk memperoleh informasi yang merupakan hak asasi manusia yang dijamin
oleh konstitusi kita. Dengan keputusan PN atas kasus tersebut,
membuktikan bahwa akses keterbukaan Informasi Publik tidak boleh
dihalangi bahkan ditutupi diera smarphone dan ipad begini. Seharusnya
menjadi pelajaran bagi pemegang kekuasaan memberi akses informasi publik
kepada masyarakat sebagai bagian untuk memberi pelayanan pada warganya.
Dengan demikian ciri negara demokrasi akan terwujud dengan menjunjung
tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara dan
pemerintah daerah yang baik.
Pemerintah Kota Samarinda dalam hal Badan Lingkungan Hidup (BLH)
sudah menunjukkan etika dan moral yang baik demi menghormati pengadilan
dan tidak menyebutkan pemerintah kota tidak pernah bermaksud
menghalang-halangi akses informasi bagi warga. Apapun dalil dan
pernyataan diberikan kita tetap memberi apresiasi apa yang sudah
dilakukan bagi warganya. Semoga besok lebih baik dalam memberi pelayanan
dan lebih canggih informasi data Amdal sehingga dapat diakses di
website.
Jatam Kaltim, The Next
Sudah satu bulan data Amdal pemegang izin usaha pertambangan di Kota
Samarinda dapat diakses oleh Lembaga Swadaya Masyarakat yakni Jatam
Kaltim. Banyak hal harapan dan keinginan besar warga kota Samarinda
untuk menunggu langka selanjutnya dari kemenangan atas gugatan pada
pengadilan negari kota Samarinda.
Sebagai LSM yang banyak diakses data dan informasinya terhadap
kerusakan pertambangan batubara di Kota Samarinda, Jatam Kaltim menjadi
tumpuhan warga kota Samarinda yang sudah apatis dan pasrah dengan
kerusakan lingkungan dan bencana akibat pertambangan batubara dari mulai
pencemaran, longsor, hilang daerah resapan air, banjir, konflik sosial
bahkan matinya tujuh bocah dibekas sumur bekas tambang batubara. Harapan
yang begitu besar dalam upaya bersama-sama menuntut keadilan atas alam
yang terimbas, hak yang terabaikan, bencana yang silih berganti, akses
yang terpinggirkan hidup yang makin susah dan pendapatan yang tidak
merata serta Pemerintah Kota Samarinda yang seperti jalan ditempat atas
beban kerusakan lingkungan yang parah yang diwariskan pemimpin
sebelumnya.
Mengurai masalah kerusakan pertambangan batubara di kota Samarinda
dengan memulai dari data awal Amdal yang dibuat para pemegang IUP.
Dengan data tersebut bisa menjawab apa yang sebenarnya dan bagaimana
pertambangan batubara ini dikelola, dijalankan dan penanganan pada pasca
reklamasi suatu usaha pertambangan batubara.
Hal yang menarik kemudian adalah apakah pembuat Amdal untuk
pertambangan batubara itu sudah mempunyai sertifikat kompetesi penyusun
Amadal jika tidak memiliki sertifikat tersebut maka menurut Pasal 110 UU
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (PPLH), dapat dituntut secara pidana yang disebutkan sebagia
berikut: “Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat
kompetensi penyusun amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)
huruf i, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah).
Pada Pasal 69 ayat (1) bahwa setiap orang dilarang menyusun Amdal
tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal. Jatam Kaltim bisa
menelusuri data awal Amdal tersebut dibuat oleh orang yang mempunyai
berkompetensi atau bukan sebagai buat Amdal. Bukan rahasia lagi kalau
membuat Amdal banyak dilakukan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab
dengan tindak melakukan copy paste dengan Amdal yang sudah ada, dengan
mengganti tempat lokasi dan peruntukan Amdal. Untuk kejahatan yang
dilakukan model copy paste pembuatan Amdal ini dalam hukum lingkungan
dan UUPPL tidak diatur secara hukum apa sanksi dan hukuman bagi pelaku
yang nakal pembuat Amdal.
Jadi kemudian jangan heran jika mutu dan kualitas Amdal suatu
perusahaan pemegang IUP tidak memberi jaminan kualitas secara lingkungan
karena secara hukum sudah salah, tidak kompeten dan asal-asal yang
penting punya dokumen Amdal bagi syarat untuk menambang, jadi akibat
kita yang tanggung dan lingkungan juga hancur di Kota Samarinda. Masalah
klasik lingkungan di Indonesia, yang pembuat undang-undang hukum
lingkungan tidak menganggap penting dokumen Amdal bagi suatu perusahaan
yang beroperasi.
Langkah kedua yang dapat dilakukan adalah menelusuri data-data
penyusun Amdal yang mempunyai sertifikasi Amdal, sehingga bisa dibuat
dugaan atas pemalsuaan penyusun Amdal yang tidak mempunyai sertifikat
dan lembaga mana yang dapat membuat Amdal di Kaltim.
Langkah ketiga adalah menyusun data Amdal perusahaan pemegang IUP
Kota Samarinda yang sudah hampir 65, mana yang perlu ada data Amdal atau
UPL/UKL, dan siapa yang tidak punya perusahaan pemegang IUP, sehingga
akan terjawab kenapa BLH tidak menindak oknum dan biarkan data Amdal
terkesan ditutupi. Disinilah penting UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Ke depan seharusnya bukan pekerjaan rumah warga dan LSM, tetapi ini
pekerjaan BLH untuk lebih meningkatkan kinerjanya untuk menciptakan
lingkungan yang lebih baik bagi warga Kota Samarinda. Sebagai warga Kota
Samarinda kita malu menjadi kota tambang yang hanya menikmati bencana
bukan kesejahteraan.