Memprediksi Musim Kemarau dan Nilai Kearifan Lokal

Dalam hidup alam diciptakan Tuhan untuk membantu manusia bertahan hidup, sehingga secara tidak langsung ada keterikatan dalam hidup ini antara manusia dengan alam. Kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam yang ada, sebagai wujud nilai-nilai kearifan lokal untuk menjaga alam ini dari keserakahan dan pengelolaan di luar batas.

Dalam pepatah dayak, kearifan lokal ini terbentuk dalam pola pertanian yang selama ini dijalankan. Menurut adat kebiasaan, musim tanam itu harus sesuai dengan petunjuk alam yang sudah ada turun temurun. Apabila mereka terlambat membakar lahan, maka mereka tidak bisa menanam padi sepanjang tahun”. Nilai-nilai kearifan lokal yang sudah lama ini, sebagai pola kebijakan dalam memandang keberadaan alam yang ada dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang dikembangkan.
Kalimantan Timur, provinsi terkaya kedua setelah Riau, memiliki sumberdaya alam yang beragam, baik berupa hutan, perkebunan, minyak, tambang, dan juga kaya dengan pengetahuan lokal. Pengetahuan lokal yang berasal dari suku-suku asli yang berdiam di Kalimantan Timur yang tersebar dalam 14 Kota/kabupaten sampai saat ini terus dipertahankan. Pengetahuan lokal atau local knowledge dalam mengelola sumberdaya alam dan berinterkasi dengan alam dilakukan secara arif dan ramah lingkungan. Pola-pola kebijakan dalam mengelola alam dengan nilai kearifan lokal yang sudah turun temurun (local indigenous).
Menurut Pasal 1 angka 36 UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk kearifan lokal suku-suku di Kalimantan Timur adalah cara memprediksi datangnya musim kemarau. Musim kemarau sangat ditunggu kehadirannya bagi suku dayak karena akan menentukan kapan mereka bisa membuka lahan untuk kegiatan pertanian. Bagi masyarakat tradisional, model pertanian yang dipraktekkan adalah sistem perladangan yang mengandalkan curah hujan untuk kebutuhan air bagi tanaman. Jenis tanaman perladangan yang ditanam umumnya adalah padi ladang atau padi tadah hujan. Padi ini merupakan padi jenis lokal yang bisa dipanen secepatnya 6 bulan dan selambatnya 9 bulan dalam setiap musim tanam..
Dalam perladangan, prediksi yang tepat akan datangnya musim kemarau akan mempengaruhi kualitas pertumbuhan tanaman pertanian. Bila petani ladang terlambat mengetahui musim kemarau, maka ladang yang dibuka dengan sistem tebas bakar (slash and burning) akan mengalami kegagalan. Dengan demikian, menanam, membakar lahan, terkait dengan kegiatan bertani disuku dayak. Bila terlambat membakar sedangkan musim kemarau sudah lewat, maka hasilnya tidak bagus dan nanti yang tumbuh justru rumput. Padi kami akan kalah bersaing dengan tumbuhnya dengan rumput.
Lahan yang akan ditanami padi ladang haruslah bersih dan ini membutuhkan kondisi musim kemarau yang tepat. Hasil pembakaran yang dilakukan di musim kemarau akan menghasilkan pembakaran sempurna. Pembakaran yang sempurna tidak menyisakan tumbuhan bawah yang tumbuh di ladang sehingga ladang dengan mudah ditabur benih. Benih yang tumbuh di lahan yang bersih dari tumbuhan lain akan tumbuh dengan kualitas terbaik. Disamping itu, abu hasil pembakaran limbah penebasan dan penebangan, akan menambah nutrisi tanah sehingga kesuburannya meningkat.
Beberapa kearifan lokal Kalimantan tentang bagaimana masyarakat memprediksi datangnya musim kemarau adalah sebagai berikut :
1. Beje (Kolam Perangkap Ikan) Sudah surut
Di beberapa lokasi di Kalimantan, warga lokal memiliki cara menangkap ikan secara tradisional yang dinamakan Beje. Beje adalah sebuah kolam yang airnya berasal dari sungai. Ukuran Beje bervariasi dari seluas 10 m2 hingga 1000 m2 atau lebih. Pada saat musim hujan, air sungai meluap dan memenuhi lubang atau kolam Beje. Ikan-ikan dari sungai pun turut masuk ke Beje bersama aliran air. Ketika air sungai surut sehingga tidak ada supplai air ke Beje. Beje pun ikut surut sehingga ikan terperangkap di Beje tidak bisa kembali ke Sungai. Dengan mudah para pemilik Beje menangkapi ikan yang terjebak. Pada musim orang menangkap atau memanen ikan dari Beje itulah saat kemarau tiba.
2. Ikan banyak turun ke muara sungai.
Ketika musim hujan, air di hulu dan hilir sungai tersedia melimpah. Sebaliknya ketika hujan mulai berkurang aliran sungai di hulu sungai mulai surut. Itulah saatnya ikan-ikan mencari tempat untuk bisa tetap bertahan hidup. Maka, bila saat kemarau tiba, ikan-ikan bergerak ke muara karena di sungai muara masih cukup air.
3. Ikan Sepat Layang Menggumpal di Udara.
Banyaknya ikan sepat layang menggumpal di udara ketika musim kemarau tiba (pemuka Adat Suku Dayak Wakil Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Provinsi Kalimantan Tengah. Secara logika sangat logis, karena ikan sepat layang akan mencari tempat yang banyak airnya untuk melanjutkan hidupnya.
4. Rontoknya daun-daun pepohonan.
Ketika banyak pepohonan merontokkan tanamannya maka musim kemarau sudah tiba. Pohon-pohon karet dan Pohon Pantung (Jelutung) bahkan hanya menyisakan cabang dan rantingnya saja di musim kemarau. Masyarakat tradisional meyakini bahwa prediksi mereka sangat tepat dan tak pernah meleset. “.
Dari berbagai prediksi cuaca berdasarkan kearifan lokal masyarakat tradisional Kalimantan, maka musim kemarau secara periodik terjadi mulai bulan Juli dan puncaknya Bulan September setiap tahun. Mulai bulan Oktober hujan mulai turun dan masyarakat petani mulai menanam benih dan bibit-bibitnya. Meski tidak ada data parameter cuaca dan iklim dari masyarakat tradisional tentang prediksi musim kemarau, namun fenomena alam tak pernah bohong. Alam menampilkan gejala-gejala cuaca apa adanya. Hanya manusia yang sangat dekat interaksi dengan alamlah yang tahu persis gejala alam ini.
Manusia yang dekat dengan alam tak ingin membohongi informasi karena dia sudah diberi banyak karunia dan menjadi penerus ilmu yang diberikan Tuhan. Adapun sebagian manusia ditemukan memanipulasi data dan informasi karena merasa ilmu yang dimilikinya berasal dari kemapuannya sendiri.
Dengan memahami dan menyadari nilai strategis nilai-nilai kearifan lokal dari sebuah tradisi yang sudah dianut secara turun temurun, dan hasilnya selama ini, tentu memberi nilia sendiri terhadap kearifan masyarakat tradisional Kalimantan yang mengajarkan kita, akan pentingnya selalu dekat dengan alam untuk bisa dengan arif mengelola sumberdaya alam.
Alam adalah amanah yang telah dipecayakan Tuhan pada kita untuk dikelola dengan arif dan bijaksana. Bila alam sudah dikelola dengan arif, maka kerusakan bumi akan bisa dikurangi dan kita bisa mewariskan pada anak cucu kita dengan nilai-nilai lingkungan alam yang masih terjaga dan lestari.
Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.