Ruang merupakan sumber daya alam yang harus dikelola bagi
sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33
ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam konteks ini ruang harus
dilindungi dan dikelola secara terkoordinasi, terpadu, dan berkelanjutan
.
Pansus DPRD Kota Balikpapan dalam pembahasan revisi RTRW Kota
Balikpapan Tahun 2012-2032 atas revisi Perda No. 5 Tahun 2006 tentang
RTRW Tahun 2005-2015, mengurai problematika penataan ruang di Kota
Balipapan dalam 10 tahun terakhir.
Permasalahan ditekankan pada beberapa aspek penerapan kawasan
penataan ruang dengan pola konsep 52 persen terbangun dan 48 persen
untuk ruang terbuka hijau (RTH). Konsep ideal ini dilihat dari sudut
pandang penataan ruang, perlu disadari bahwa salah satu tujuan
pembangunan di Kota Balikpapan, yang hendak dicapai adalah mewujudkan
ruang kehidupan yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
Ruang kehidupan yang nyaman mengandung pengertian adanya kesempatan
yang luas bagi masyarakat untuk mengartikulasikan nilai-nilai sosial
budaya dan fungsinya sebagai manusia. Produktif mengandung pengertian
bahwa proses produksi dan distribusi berjalan secara efisien sehingga
mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan.
Timbulnya berbagai bencana pengunaan ruang terbuka hijau, banjir,
longsor di sejumlah titik di Kota Balikpapan, menunjukan ada penerapan
konsep RTRW yang selama ini diabaikan, baik dari bagian hulu maupun
sampai hilirnya. Kemudian hal lain yang ingin ditelusuri adalah tidak
adanya sinkronisasi dan sinergitas antara instansi terkait dalam
pengembangan penataan ruang selama ini, sehingga pola penataan ruang
menyimpang dari yang diatur. Konsep 53:48 dalam penerapannya masih
kabur, diabaikan dan dibiarkan oleh instansi terkait.
Penataan pembangunan yang sesuai dengan peruntukann lahan itu
sendiri. Hal ini berkaitan dengan site plan yang sudah ada, diabaikan
oknum pengembang dalam proses pembangunan di Kota Balikpapan. Pada
dasarnya penataan ruang itu mencakup tahapan perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu
pendekatan yang diyakini dapat mewujudkan keinginan akan ruang yang
nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Melalui pendekatan penataan ruang,
ruang kehidupan direncanakan menurut kaidah-kaidah yang menjamin
tingkat produktivitas yang optimal dengan tetap memperhatkan aspek
keberlanjutan agar memberikan kenyamanan bagi masyarakat penghuninya.
Selanjutnya rencana tersebut menjadi pedoman dalam pelaksanaan
pembangunan yang diikuti dengan upaya pengendalian agar pemanfaatan
ruang yang berkembang tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan. Revisi RTRW Kota Balikpapan dalam rangka terwujudnya
penataan ruang seimbang, terintegrasi dengan lingkungan, perkembangan
pembangunan baik industri, perkantoran dan perumahan.
Dari fakta-fakta di lapangan ditemukan pelanggaran penataan ruang
Kota Balikpapan, banyak pengembang yang belum menjalankan kewajibannya,
khususnya terkait fasilitas umum dan ruang terbuka sesuai dengan aturan
minimal 20 persen dari site plan. Kemudian dari data Kaltim Post tanggal
26 Juni 2012, Kota Balikpapn, kawasan RTH hanya 13,38 persen dari luas
perkotaan, terdiri 12, 29 persen terbuka hijau publik, dan 0,64 persen
terbuka hijau privat dari konsep ideal yang ada di RTH. Konsep ideal
42,40 persen utuk RTH, tidak terpenuhi dan terjadi pelanggaran atas
kawasan hijau yag sebenarnya rawan bencana, dengan dibangun permukiman.
Dengan demikaian Pemerintah Kota Balipapan mempunyai tanggungjawab
terhadap nasib warga dan cepat untuk merelokasi.
Hal yang menarik dari revisi RTRW Kota Balikpapan, terkait potensi
SDA Kota Balipapan, dalam draf revisi RTRW tidak ada bab pemanfaatan
SDA. Hal ini terkait komitmen terhadap revisi RTRW ke depan untuk tidak
membuka ruang untuk wilayah pertambangan. Kilau emas hitam, akan
dibiarkan terkubur dalam-dalam di perut bumi di Kota Minyak ini.
Komitmen yang di dukung dengan surat Wali Kota Balipapan kepada Direktur
Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM tanggal 21 Desember
2011, yang meminta penghapusan wilayah pertambangan yang masuk dalam
wilayah peta Kota Balikpapan.
Komitmen yang patut dihargai, dalam pergulatan pesta emas hitam di
Provinsi Kalimantan Timur, semua Kota/Kabupaten berupaya mengeluarkan
izin usaha pertambangan, namun Kota Balikpapan dengan segala kesadaran
dan komitmen untuk menyelamatkan generasi yang akan datang dari bencana
lingkungan. Suatu komitmen yang kita harus hargai, bahkan ditiru
pengambil kebijakan daerah lainnya yang kaya SDA, untuk lebih
mementingkan generasi yang akan datang demi anak cucu kita kelak.
Hal lain juga diterapkan dalam revisi RTRW Kota Balikpapan, dengan
konsep foresting the city dan green corridor yang diarahkan untuk
mewujudkan udara yang bersih dan menambah kawasan resapan air serta
sebagai upaya mendinginkan atau mempertahankan suhu udara Balikpapan.
Pengembang kawasan KIK kedepan diarahkan pada green industry yang
didukung konsep zero waste dan zero sediment.
Namun masih dalam renungan kita dari revisi draf RTRW Kota
Balikpapan, sudah jelas ada, tidak pemanfaatan SDA, khususnya eksplorasi
tambang batubara. Namun dilegalkan rencana eksplorasi gas coal bed
methane (CBM) di kawasan timur. Hal ini bertentangan dan melanggar RTRW
yang ingin diwujudkan. Ke depan dibutuhkan komitmen yang kongkret, bukan
hanya diatas kertas.