Kegagalan Manajemen Energi

Bumi etam itu sangat kaya raya dengan segala kandungan di dalamnya, baik kekayaan di permukaan bumi maupun dibawah permukaan bumi. Sejak zaman Belanda, Jepang sampai kemerdekaan kita sudah merasakan nikmatnya sumber daya alam bumi etam.


Tumpahan dollar dari industri perminyakan yang terkandung di dalam hutan yang lebat untuk paru-paru dunia juga dibabat hiruk pikuknya pesta emas hitam, ekspor paser di pulau terpencil, perluasan kawasan perkebunan sawit seribu hektar, semua sudah dieksploitasi, semua diperebutkan atas nama hak menguasai negara, otonomi daerah dan masyarakaat adat. Mereka berlomba-lomba untuk menikmati dan cepat dihabiskan.
Kekayaan yang melimpah dan sudah dieksploitasi sejak zaman penjajahan tidak serta merta membawa suatu kesejahteraan yang diinginkan masyarakat yang tinggal disini. Bumi etam tetap terpuruk, terpinggirkan dan hanya sebagian yang menikmati. Sampai hari ini kenyataannya kekayaan sumber daya alam itu tidak memberi kenikmatan bagi warganya dan jauh dari makna sejahtera.
Sesuatu yang ironis dengan ekspor terbesar batubara di dunia, kota minyak dan perkebunan sawit terbesar, tetapi masyarakat bumi etam harus mengalami problem listrik yang hampir tiap hari mati, antrian BBM yang berjam-jam, jalan rusak parah, tingkat kemiskinan yang tinggi, dan pengangguran.
Kita dihadapkan pada permasalahan pengelolaan sumber daya alam yang tidak merata yang dinikmati warganya, sehingga ibarat sebuah pepatah, “tikus mati dilumbang padi” itulah yang ada di bumi etam sekarang. Sesuatu yang dieksploitasi begitu besar SDA dan daerah penghasil energi, mengalami krisis energi, sehingga ada rencana aksi pemboikatan terhadap Sungai Mahakam beberapa minggu yang lalu.
Apa yang terjadi di bumi etam ini menurut saya menunjukan bahwa krisis energi sekarang ini merupakan pertanda pemerintah pusat yang gagal mengelola SDM yang ada, ada pola pengelolaan, managemen yang tidak bagus, menyebabkan di daerah-daerah terjadi antrian panjang BBM, bahkan daerah penghasil energi mengalami krisis.
Kebijakan yang setengah hati terhadap energi membawa dampak yang dirasakan warga. Hal-hal seperti ini harus diusut dan dicari pangkal tolak dari kebijakan yang salah. Pada tahapan ini perlu adanya audit yang transparan dan independen terhadap perusahaan yang menangani energi dan jajarannya. Ini masalah jaminan hak warga negara masyarakat yang kehidupannya terganggu, jika masalah ini terus terjadi seiring akan dikeluarkan kebijakan baru tentang energi, bahkan tidak dapat diatasi oleh negara, berarti negara ini gagal memberi jaminan dan kenyamanan bagi warganya.
Perdebatan panjang yang terjadi dalam bulan ini diantara warga masyarakat dan isu untuk melakukan pemblokiran terhadap ekspor batubara di sepanjang Sungai Mahakam. Hal ini terkait problematika kuota terhadap kesedian energi untuk Pulau Kalimantan. Masyarakat pada titik jenuh, lelah, capek antri BBM, merubah pola berpikir untuk melakukan suatu tindakan yang di luar kebijakan yang selama ini diambil. Rencana pemblokiran menjadi upaya tekanan supaya pemerintah pusat memperhatikan keadaan di daerah.
Untuk Provinsi Kalimantan Timur sendiri menurut Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Amrullah, dalam pemakaian BBM non subsidi di Kaltim tahun 2011 mengalami kenaikan 15,99 persen dibandingkan tahun 2010. Dari 3.671.259 kiloliter tahun 2010, menjadi 4.067.831 kiloliter tahun 2011, dari angka realisasi diatas menunjukan bahwa pemakain BBM di Kaltim sudah sangat besar (Tribun Kaltim, 2 Juni 2012). Hal ini menjadi pemahaman masyarakat Kaltim. Sebenarnya BBM sudah melebihi kuota jika digabungkan antara subsidi dan non subsidinnya. Pada perkembangannya pemerintah pusat menilai harus dikuranginya BBM bersubsidi dan menjadi kepanikan dan krisis BBM.
Hal yang sama juga terjadi di kota dan kabupaten yang ada di provinsi ini antrian panjang BBM di SPBU menjadi hal yang melelahkan dan menunjukkan kegagalan manajemen dalam penyedian energi. Sesuatu yang kadang tidak bisa dinalar, bagaimana logikanya daerah penghasil tambang sampai terjadi antrian panjang BBM. Sedangkan di Jawa tidak ada antrian panjang di SPBU. Ini sebenarnya yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam tata kelola pemerintah yang baik dan bertanggungjawab serta jaminan terhadap hak atas kesediaan energi bagi warganya.
Tekanan, kegelisahan dan rencana aksi pemblokiran memberi suatu perubahan kebijakan, dalam hal ini adanya persetujuan dari pusat melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Alam (SDA) sudah direalisasikan pada tanggal 1 Juni 2012, terkait subsidi jenis premium yang sudah ditambah 20 persen dari kuota yang ada oleh pemerintah pusat. Hal ini untuk meredam kepanikan warga, juga mengantisipasi terhadap aksi pemblokiran yang dilakukan seperti di Kalimantan Selatan.
Menurut UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Migas yakni pemerintah wajib menjamin kesedian dan kelancaran distribusi BBM. Kemudian UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, menyatakan daerah penghasil mendapat prioritas memperoleh energi.
Seyogianya pemerintah pusat punya kebijakan yang lebih baik, jangan buat kebijakan karena tekanan dan ketakutan pemblokiran Sungai Mahakam.
Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.