Tindak Pidana Korporasi Lingkungan Hidup Kota Samarinda (Bagian I)

Pengantar redaksi:
Artikel ini dimuat bersambung. Bagian I, edisi Kamis 29 Maret 2012. Bagian II, edisi Kamis 5 April 2012.
Latar Belakang
Dalam proses modernisasi dan pembangunan ekonomi, kenyataan menunjukan bahwa korporasi memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Yang dalam perkembangannya tidak jarang korporasi dalam mencapai tujuannya melakukan aktivitas-aktivitas yang menyimpang atau kejahatan dengan modus operandi yang dilakukan badan usaha. Oleh karena itu, kedudukan korporasi sebagai subyek hukum (keperdataan) telah bergeser menjadi subyek hukum pidana.
Di satu sisi, ditinjau dari bentuk subyek dan motifnya, kejahatan korporasi dapat dikategorikan dalam white collar crime dan merupakan kejahatan yang bersifat organisatoris. Untuk itu penekanannya pada struktur korporasi, hak dan kewajiban serta pertanggungjawabannya, sehingga dapat dikenali karakter kejahatan korporasi dan letak pertanggungjawabannnya yang pada akhirnya dapat ditemukan solusi yuridisnya.
Pengertian Korporasi.
Korporasi menurut Utrech dirumuskan bahwa korporasi adalah suatu gabungan orang yang dalam pergaulan hukum bertindak bersama-sama sebagai subyek hukum tersendiri suatu personifiaksi. Korporasi adalah badan hukum yang beranggota, tetapi mempunyai hak dan kewajiban sendiri terpisah dari hak dan kewajiban anggota masing-masing.
Yan Pramdya Puspa, korporasi atau badan hukum adalah suatu perseroan yang merupakan badan hukum; korporasi atau peseroaan di sini yang dimaksud adalah suatu kumpulan atau organisasi yang oleh hukum diperlakukan seperti manusia (personal) ialah sebagai pengembang (atau pemilik) hak dan kewajiban memiliki hak menggunggat atau digugat dimuka pengadilan . Contoh badan hukum ialah P.T (perseroaan terbatas), N.V (Namloze Vennootschap) dan yayasan (Sticthing); bahkan negarapun juga merupakan badan hukum.
Rudhi Prasetya menyatakan secara umum korporasi mempunyai unsur-unsur antara lain”
a) Kumpulan orang dan atau kekayaan;
b) Terorganasir;
c) Badan hukum; dan
d) Non badan hukum.
Bentuk-bentuk kejahatan korporasi dapat diklasifikasilan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
a) Kejahatan korporasi dibidang ekonomi, anatara lain berupa perbuatan tidak melaporkan keuntungan perusahaan yang sebenarnya, menghindari atau memperkecil pembayaran pajak dengan cara melaporkan data yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, persengkongloan dalam penentuan harga, memberikan sumbangan kampanye politik secara tidak sah .
b) Kejahatan korporasi dibidang sosial budaya, antara lain ; kejahatan hak cipta, kejahatan terhadap buruh, kejahatan narkotikah dan psikotropika; dan
c) Kejahatan korporasi yang menyangkut masyarakat luas. Hal ini dapat terjadi pada lingkungan hidup, konsumen dan pemegang saham.
Pertanggungjawaban Pidana oleh Pengurus Korporasi
Dalam korporasi atau perusahaan, para anggota direksi dan komisaris sebagai salah satu organ vital dalam badan hukum tersebut merupakan pemegang amanah (fiduciary) yang harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan.

Di sini komisaris dan direktur memiliki posisi fiducia dalam pengurusan perusahaan dan mekanisme hubungannya harus secara fair. Menurut pengalaman common law hubungan itu dapat didasarkan pada teori fiduciary duty. Hubungan fiduciary duty tersebut didasarkan atas kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence) yang dalam peran ini meliputi, ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), dan keterusterangan (candor).
Dalam memahami hubungan pemegang kepercayaan (fiduciary relationship) tersebut, common law mengakui bahwa orang yang memegang kepercayaan (fiduciary) secara natural memiliki potensi untuk menyalahgunakan wewenangnya. Oleh sebab itu hubungan pemegang kepercayaan tersebut harus didasarkan kepada standar yang tinggi. Untuk tidak menyalagunakan kewenangan untuk melakukan tindak pidana.

Tindak Pidana Korporasi di Lingkungan Hidup.
Kejahatan terhadap lingkungan hidup berupa pencemaran dan atau perusakan kondisi tanah, air dan udara suatu wilayah. Dengan demikian dalam kejahatan lingkungan hidup dapat ditafsirkan lebih luas dalam konteks kerusakan yang berakibat luas, mengakibat bencana dan merugikan pada umat manusia berupa pencemaran.
Hukum pidana dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, memperkenalkan ancaman minimum disamping maksimum, perluasan alat bukti, pemidanaan bagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana dan pengaturan tindak pidana korporasi.

Dalam kedudukannya lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai salah satu hak asasi dan hak konsitusional bagi warga negara yang sinergi dengan pembangunan nasional yang diselenggarakan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan nusantara.
Pada dasarnya menjadi kebutuhan dan penentu sistem penyanggah kehidupan, lingkungan yang baik dan sehat memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia. Oleh karena itu negara, pemerintah dan seluruh masyarakat berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Menurunnya kualitas lingkungan hidup saat ini, tidak saja dilakukan perorangan, tetapi sudah tersistematik dalam bentuk badan usaha. Sebagai contoh di Kota Samarinda, CV Arjuna di Kelurahan Makroman yang diduga melakukan tindak pidana lingkungan dengan menyebabkan kerusakan dan perusakan lingkungan di sekitar lahan pertanian warga, karena kena limbah dari sisa pembuangan pengelolaan batubara.

Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.