Sanksi Tindak Pidana Baku Mutu Lingkungan

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistimatis dan terpadu yang dilakukan dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Dalam konteks penegakan hukum, menurut Notitie Handhaving Milleurecht, harus ditekankan pada pengawasan dan penerapan atau dengan ancaman, penggunaan instrumen administratif, kepidanaan atau keperdataan dicapailah penaatan ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku umum dan individual (Siswanto, 2005:192). Tentu hal ini sejalan dengan prinsip undang-undang lingkungan yang mengandung tiga (3) sanksi, yakni administrasi, perdata dan pidana. Permasalahan kemudian sering tindak pidana lingkungan, khususnya yang berhubungan dengan masalah standar baku lingkungan yang sangat minim dalam penegakan hukum selama ini.
Pasal 1 butir 13 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) disebutkan bahwa baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
Pasal 1 butir 15 juga disebutkan bahwa kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya.
Pasal diatas memberi makna bahwa lingkungan hidup yang ada ini harus dilakukan upaya perlindungan dan pengelolan, dengan memperhatikan batas atau kadar baku mutu lingkungan yang ada, supaya daya dukung lingkungan dan daya tampung lingkungan seimbang, sehingga pada akhirnya tercipta pembangunan berkelanjutan lingkungan hidup dalam menjaga keberlangsungan perikehidupan manusia serta makhluk lain.
Oleh karena itu penegakan hukum dalam hal ini sanksi yang tegas terhadap pelaku perbuatan atau pelanggaran/kelalaian pada ketentuan pidana lingkungan hidup.
Ketentuan pidana pada UU PPLH merupakan tidak pidana kejahatan, salah satunya tindak pidana baku mutu lingkungan diatur dalam pasal 98 yakni:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Dari ketentuan pidana Pasal 98 tersebut menunjuk baku mutu lingkungan hidup itu pada ketentuan Pasal 20 yang di dalamnya mengatur ketentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup.
Baku mutu lingkungan hidup dibagi atas beberapa, yang meliputi:
a. baku mutu air;
b. baku mutu air limbah;
c. baku mutu air laut;
d. baku mutu udara ambien;
e. baku mutu emisi;
f. baku mutu gangguan; dan
g. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Namun, jika dicermati dalam Pasal 98 tersebut yang dapat dikenai tindak pidana hanya pada dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Sedangkan untuk baku mutu air limbah, baku mutu emisi, baku mutu gangguan, dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak diatur sanksinya dalam pasal tersebut. Ini tentu dapat ditafsirkan hanya bersifat tindak pidana ringan seperti pelanggaran yang hanya perlu diatur pada tingkatan peraturan pemerintah dan peraturan menteri, gubernur.
Dengan demikain bahwa hanya 4 (empat) hal yang lebih penting dan krusial yang dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup untuk mendapat sanksi dengan tegas dalam undang undang lingkungan hidup ini.
Pada dasarnya setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan:
a. memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan
b. mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Dengan demikian yang dilarang adalah dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampuinya dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Suatu perbuatan dikatakan melakukan tindak pidana, misalnya “baku mutu air”. Jika dalam hal ini pelaku usaha melakukan perbuatan dengan sengaja membuang baku mutu air dengan ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang melebihi yang sudah ditentukan atau harus ada, dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.
Yang menarik dalam pasal 98 ini adalah dimasukan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup yang dalam ini menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria baku kerusakan ekosistem yang meliputi ;
a. kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa;
b. kriteria baku kerusakan terumbu karang;
c. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan;
d. kriteria baku kerusakan mangrove;
e. kriteria baku kerusakan padang lamun;
f. kriteria baku kerusakan gambut;
g. kriteria baku kerusakan karst; dan/atau
h. kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim didasarkan pada paramEter antara lain:
a. kenaikan temperatur;
b. kenaikan muka air laut;
c. badai; dan/atau
d. kekeringan.
Dengan adanya Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup tidak dijelaskan secara tegas, baik dalam Pasal 1 butir 15 dan Pasal 21 serta penjelasannya. Pasal ini akan sulit dalam pembuktiaannya, dan butuh waktu lama untuk bisa memenuhi kriteria dalam undang-undang ini.
Tindak pidana baku mutu lingkungan pada Pasal 98 mengacu pada tiga (3) bagian yakni ayat (1) mengacu pada unsur sengaja, “setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup tersebut, dipidana dengan penjara paling sedikit 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit tiga miliar dan paling banyak duabelas miliyar”.
Pada ayat (2) menunjuk pada perbuatan yang berakibat luka/bahaya kesehatan, “setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup tersebut, dan mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dipidana dengan penjara paling sedikit 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit empat miliar dan paling banyak duabelas miliyar”.
Pada ayat (3) ini menujuk pada perbuatan yang mengakibatkan luka berat atau kematian, “ setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup tersebut, dipidana dipidana dengan penjara paling sedikit 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit lima miliar dan paling banyak limabelas miliyar”.
Untuk tindak pidana pada unsur kelalian dalam dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.tersebut diatur tersendiri pada Pasal 99. Kemudian untuk tindak pidana pelanggaran dalam baku mutu lingkungan tersebut diatur dalam Pasal 100 dengan pidana paling lama 3 tahun dan denda paling banyak tiga milyar, dengan syarat jika sanksi adminitrasi yang dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali.
Pasal 89-100 UUPPLH sangat menarik untuk dicermati dalam penegakannya. Hal ini penting karena banyak media lingkungan seperti sungai, laut, danau, dll tercemar, namun sangat sulit untuk dituntut kepengadilan. Problematika inilah yang harus bisa diatasi dalam penegakan hukum di Indonesia. Supaya lingkungan hidup tetap terjaga, dan anak cucu kita bisa menikmati alam ini dalam kondisi bagus, bukan tercemar.

Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.