Usaha Pertambangan di Samarinda jadi pergulatan dan perdebatan panjang di berbagai diskusi, seminar, workshop baik pemerintah pusat dan daerah. Pemberitaan media lokal hampir tiap hari mengenai usaha pertambangan. Hal ini menyangkut kerusakan lingkungan akibat banjir, jalan rusak, pencemaran, dan lain-lain. Bahkan dalam bulan ini, bekas sumur tambang batubara telah membawa petaka kematian 3 bocah.
Permasalahan dampak kerusakan lingkungan akibat tambang batubara di kota ini, menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kota Samarinda, Heri Suriansyah yang lantik menggantikan Plt Kadistamben Agus Tri Sutanto. Banyak orang menilai dia tidak kredibel memimpin Distamben, karena dinilai orang lama Distamben, dan bagian dari rezim yang lama (Kaltim Post, 27 Juli 2011).
Kegelisahan, ketidakberdayaan, dan sikap apatis pemerintah daerah Samarinda yang ditunjukan selama ini membuat warga kota sudah sangat marah dan geram terhadap tata kelola pertambangan yang merusak sendi-sendi kehidupan kota ini. Samarinda dengan luas 71.800 ha telah dikuasai IUP sebanyak 76. Ini berarti hampir 71% wilayah Samarinda telah dikapling tambang. Hal inilah yang menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesai oleh Kepala Distemben yang baru ini.
Dalam pernyataannya Kepala Distamben Heri Suriansyah akan melakukan penciutan izin usaha pertambangan (IUP), direncanakan penyusutan lahan tambang 50-60% yang sudah direkomendasikan oleh walikota. Penciutan lahan tambang yang konsesinya dekat lahan hijau seperti pertanian, perkebunan, pemukinan dan sekolah.
Persoalan penciutan lahan usaha pertambangan di Samarinda sudah seharusnya dilakukan dalam rangka menyeimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan yang sudah melebihi batas. Perlu tindakan tegas yakni pencabutan izin, seperti diatur dalam Pasal 76 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal ini menyebutkan bahwa:
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.
(2) Sanksi administratif terdiri atas:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau
d. pencabutan izin lingkungan
Tindakan nyata dan tegas merupakan langkah yang seharusnya dari dulu diambil oleh Pemerintah Kota Samarinda untuk menjamin hak warganya atas hak lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai hak asasi setiap warga yang dijamin dalam Pasal 28H UUD 1945.
Jadi sangat kontradiktif pernyataan Kepala Distamben bahwa tambang batubara yang ada di Samarinda tidak semua berkontribusi menyebabkan banjir, pencemaran lingkungan, jalan rusak dan lain-lain. Seharusnya dia menyatakan itu harus disertai dengan data dan analisis yang akutanbel, transparan, valid.
Pada akhirnya, kita ingin melihat peran Distamben lebih bijak dalam pengelolaan tata kelola pertambangan di kota Ini. Harapannya adalah perubahan untuk perbaikan ke usaha pertambangan ke depan.
Bagaimana pertambangan menjadi bagian kota yang layak huni, tidak menimbulkan kerugian pada layanan publik, ada managemen yang baik dalam pengelolaan limbah, upaya reklamasi pasca tambang dan rehabilitasi lahan. Nilai-nilai penghargaan pada penataan ruang bagi warga kota, harus diperhatikan, jangan berpikir sesaat, dengan mengobral izin.
Pak Heri, selamat menjabat Kepala Distamben. Kami warga Samarinda menunggu janji, bukan hanya berani membuat pernyataan-pernyataan di media seperti pejabat sebelumnya. Belum terlambat untuk memulai sesuatu yang lebih baik buat tata kelola pertambangan.
Permasalahan dampak kerusakan lingkungan akibat tambang batubara di kota ini, menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kota Samarinda, Heri Suriansyah yang lantik menggantikan Plt Kadistamben Agus Tri Sutanto. Banyak orang menilai dia tidak kredibel memimpin Distamben, karena dinilai orang lama Distamben, dan bagian dari rezim yang lama (Kaltim Post, 27 Juli 2011).
Kegelisahan, ketidakberdayaan, dan sikap apatis pemerintah daerah Samarinda yang ditunjukan selama ini membuat warga kota sudah sangat marah dan geram terhadap tata kelola pertambangan yang merusak sendi-sendi kehidupan kota ini. Samarinda dengan luas 71.800 ha telah dikuasai IUP sebanyak 76. Ini berarti hampir 71% wilayah Samarinda telah dikapling tambang. Hal inilah yang menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesai oleh Kepala Distemben yang baru ini.
Dalam pernyataannya Kepala Distamben Heri Suriansyah akan melakukan penciutan izin usaha pertambangan (IUP), direncanakan penyusutan lahan tambang 50-60% yang sudah direkomendasikan oleh walikota. Penciutan lahan tambang yang konsesinya dekat lahan hijau seperti pertanian, perkebunan, pemukinan dan sekolah.
Persoalan penciutan lahan usaha pertambangan di Samarinda sudah seharusnya dilakukan dalam rangka menyeimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan yang sudah melebihi batas. Perlu tindakan tegas yakni pencabutan izin, seperti diatur dalam Pasal 76 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal ini menyebutkan bahwa:
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.
(2) Sanksi administratif terdiri atas:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau
d. pencabutan izin lingkungan
Tindakan nyata dan tegas merupakan langkah yang seharusnya dari dulu diambil oleh Pemerintah Kota Samarinda untuk menjamin hak warganya atas hak lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai hak asasi setiap warga yang dijamin dalam Pasal 28H UUD 1945.
Jadi sangat kontradiktif pernyataan Kepala Distamben bahwa tambang batubara yang ada di Samarinda tidak semua berkontribusi menyebabkan banjir, pencemaran lingkungan, jalan rusak dan lain-lain. Seharusnya dia menyatakan itu harus disertai dengan data dan analisis yang akutanbel, transparan, valid.
Pada akhirnya, kita ingin melihat peran Distamben lebih bijak dalam pengelolaan tata kelola pertambangan di kota Ini. Harapannya adalah perubahan untuk perbaikan ke usaha pertambangan ke depan.
Bagaimana pertambangan menjadi bagian kota yang layak huni, tidak menimbulkan kerugian pada layanan publik, ada managemen yang baik dalam pengelolaan limbah, upaya reklamasi pasca tambang dan rehabilitasi lahan. Nilai-nilai penghargaan pada penataan ruang bagi warga kota, harus diperhatikan, jangan berpikir sesaat, dengan mengobral izin.
Pak Heri, selamat menjabat Kepala Distamben. Kami warga Samarinda menunggu janji, bukan hanya berani membuat pernyataan-pernyataan di media seperti pejabat sebelumnya. Belum terlambat untuk memulai sesuatu yang lebih baik buat tata kelola pertambangan.