Kekayaan sumber daya alam yang tidak terbarukan, berupa minyak bumi sebanyak 57 juta perbarer, gas bumi 1, 98 ton, dan batubara sebanyak 160 juta ton pertahunnnya ( data Kaltim post, 5 Juli 2011), ini memberi peluang bisnis bagi usaha usaha pertambangan yang berorentasi pasar. Menurut Kementerian ESDM ada 8 ribu ijin usaha pertambangan, 6 ribu izin bermasalah dengan tumpang tindih setiap daerah, termasuk di Kota Samarinda.
Usaha pertambangan di Kota Samarinda, telah memberi implikasi dalam segala aspek kehidupan dan menimbulkan dampak yang signifkan bagi masyarakat. Usaha pertambangan penyumbang terbesar pembakaran fosil yang mengakibatkan terjadinya pemanasan global .
Kota Samarinda dengan luas 71.800 ha, telah dikuasai IUP sebanyak 76. ini berarti hampir 71% wilayah Kota Samarinda telah dikapling tambang batubara. Ini jelas, bahwa usaha pertambangan batubara di Kota Samarinda sudah melebihi batas daya dukung dan daya tampung lingkungan. Hal ini mengibiri hak asasi setiap warga, terhadap hak atas lingkungan yang baik dan sehat, yang dijamin Pasal 28H UUD 1945. Kemudian dapat dikatakan bahwa, dalam pelaksaannya usaha pertambangan Kota Samarinda, mengabaikan nilai-nilai yang terkandung dalam pelestarian lingkungan .
Hal lain adanya tambang, menimbul dampak lingkungan baik berupa pencemaran maupun kerusakan lingkungan seperti: banjir, jalan public rusak, kesehatan, pembeban APBD yang lebih besar untuk mengatasi banjir, sistem budaya dan lain-lain.
Dampak lingkungan akibat tambang dalam minggu ini, menjadi headline beberapa media, karena mengakibatkan kematian, sehingga menguras air mata semua warga kota ini. Usaha pertambangan yang digadang-gadang menjadi primadona kota ini, meninggalkan luka yang dalam, bekas lubang tambang membawa petaka, dengan 3 bocah tewas di lubang bekas tambang batubara. Petaka yang tidak seharusnya terjadi.
Dalam kajian Undang-undang lingkungan hidup, pada Pasal 112 UU No mor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolan Lingkungan Hidup, “bahwa setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.
Dengan demikian, pemerintah daerah Kota Samarinda, atau SKPD yang berkaitan dengan usaha pertambangan, selaku pejabat yang berwenang, secara hukum dapat minta pertanggujawab hukum, kerena kelalian dalam pengawasan, yang berakibat tewas 3 bocah, seharus dapat dijadikan tersangka tindak pidana kejahatan lingkungan hidup oleh polisi. Sekali lagi jangan berpolimik soal takdir atas kematian 3 bocah tersebut, namun ini kerena keceroboan pejabat yang berwenang, telah membawa korban. Unsur kelalaian ini, yang seharusnya menjadi langka berani polisi bertindak, dan menuntut pertanggungjawaban pejabat dalam kasus ini. Tindakan tegas polisi lagi diuji dan ditunggu warga Kota Samarinda dalam menegakaan undang-undang lingkungan .
Disisi lain DPRD Kota Samarinda, Pemerintah daerah Kota Samarinda, harus memberi menjamin dan memberi perlindungan dalam pengelolaan usaha pertambangan terhadap lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten terhadap warga masyarakat. sehingga pada tataran tata kelola harus dipertegas terhadap usaha pertambangan. Ini yang harus disadari bahwa semua dampak lingkungan timbul itu ditanggung warga Kota Samarinda bermuara pada usaha pertambangan. Seyognya dalam setiap pembangunan harus menjunjung 3 pilar yakni pembangunan yang berkelanjutan, pemerintahan yang baik dan sistem pengawasan. Ketiga pilar ini yang harus dijalankan dalam setiap usaha pertambangan.
Revisi Reperda usaha pertambangan oleh Pansus DPRD Kota Samarinda, menjadi harapan warga sebagai wakil rakyat Kota Samarinda, untuk melakukan komitmen bersama dengan Pemerintah Daerah Kota Samarinda untuk mengadakan MOU bahwa mulai detik ini tidak ada izin usaha pertambangan sampai kapanpun di Kota Samarinda dan Pemerintah kota Samarinda minimalisir IUP dengan mengurangi IUP yang melanggar tata ruang, dalam hal IUP yang berdekatan dengan pemukiman/perumahan untuk segera mencabut semua IUP tersebut.
DPRD dan Pemerintah Kota Samarinda dapat belajar dan mengambil contoh cara bijak menghargai lingkungan dan menjamin hak warganya dari walikota Kota Balikpapan yang berani mengeluarkan SK Walikota, tidak ada IUP di Kota Balikpapan dan Kabupaten Manggarai, yang bupatinya berani mencabut serta merta 7 IUP yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan bagi warganya .
Terhadap kerja pansus yang akan melakukan revisi Perda Nomor 2 Tahun 2000 joto Perda Nomor 20 Tahun 2003 tentang Ketentuan Pengusahaan Pertambangan Umum Dalam Wilayah Kota Samarinda, seyognya pansus membuat komitmet untuk membuat Peraturan Daerah (perda) baru, dan mencabut perda Perda Nompr 2 Tahun 2000 jonto Perda Nomor 20 Tahun 2003, dengan menerbitkan perda baru, jangan hanya merevisi, tetapi merubah total dengan perda baru.
Perda baru ini dalam rangka untuk menetapkan kaidah-kaidah dalam rangka mengakhiran tahapan pasca tambang dan penutupaan tambang terhadap IUP yang sudah berjalan di Kota Samarinda
Hanya dengan cara inilah, Kota Samarinda dapat melakukan upaya pemulihan keseimbangan lingkungan hidup, dan merubah paradigma semua stakeholder di Kota Samarinda, bahwa mineral dan batubara adalah warisan nenek moyang kita, buka untuk dikeruk, diambil dan dihabiskan sekarang juga, tetapi mineral dan batubara ini sebagai titipan bagi kita untuk diwariskan pada anak cucu kita kelak.
Menurut data Jatam 2011, ada 5 usaha pertambangan dalam bentuk PKP2B sebanyak 20 ha dan 22 IUP ,sebanyak 200 ha, yang dekat kawasan permukinan ( 8 Juli 2011, Kaltim Post). Yang yang seharusnya dilakukan pencabutan oleh Walikota Samarinda, supaya tidak terjadi tragedi di atas.
Kita tidak ingin Kota Samarinda jadi Buyat dan Lapindo. Katakan tidak untuk IUP di Kota Samarinda sampai kapanpun… Mari bangkit dari mimpi dari daya rusak tambang yang mengerikan… Dan mematikan bangkitlah warga Kota Samarinda, tuntutlah hak anda pada wakil rakyat dan pemerintah daerah.
Seburam apupun catatan, lebih baik diungkap dan dilakukan ketimbang lupa dan dilupakan, seperti 3 korban tambang. Warga kota yang berduka