Catatan Buram Pengelolaan SDA di Kaltim

sekilasindonesia.com
Kalimantan Timur diberi karunia Tuhan yang luar biasa indah yakni hamparan permani hijau berupa hutan yang lebat dengan keanekaragaman hayati yang beraneka ragam jenisnya, namun pelan tetapi pasti telah mengalami esploitasi yang luar biasa pula akibat ulah manusia. Kekayaan alam berupa hutan eksploitasi melebihi daya dukung dan daya tampung lingkungan. Hutan dijadikan komoditi yang harus dihabiskan dengan cepat sehingga terjadi yang dinamakan “ bom kayu” di era tahun 1970 semua berlomba-lomba untuk menebang dan membabat habis hutan. Sungai Mahakam jadi saksi bisu bisnis kayu dan tempat lewatnya tongkang-tongkang kayu di hilir mudik.

Kaltim hari ini yang tersisa adalah hutan yang hijau laksana permadani hanya Taman Nasional Kayan Mentayang di Kabupaten Nunukan. Yang lainnya hancur dirusak, baik hutan konservasi maupun hutan lindung, misalnya Taman Nasional Bukit Soeharto kondisinya memprihatinkan dengan banyak tambang dan ilegal logging, Taman Nasional Kutai (TNK) lebih parah karena telah dihuni kurang 22 ribu penduduk. Hutan lindung Bontang berdiri rumah sakit yang megah dan fasilitas umum lainnya juga mengalami nasib yang sama.

Masa jaya hutan yang hijau itu telah lewat dan sekarang digantikan oleh emas hitam berupa tambang batubara dan perkebunan kelapa sawit. Semua orang juga berlomba siang dan malam untuk mengambil, menguruk, dan menghabiskan dengan cepat dan di jual murah. Era bom emas hitam jilid II di Kaltim menjadi saksi bisu bisnis proton di Sungai Mahakam. Hal ini yang membuat menarik Gubernur Kaltim Awang Faruk untuk melakukan survei menghitung hilir mudiknya proton-proton batubara yang melewati sungai di depan gedung gubernur yang megah.

Hasil survei yang dilakukan SKPD yang dibentuk Gubernur pada tahun 2011 bahwa proton yang melewati sungai Mahakam dari pagi sampai malam ada sekitar 132 proton dan ada sekitar 40 kapal loading (menunggu) mengangkat batubara yang dibawa proton menuju keluar negeri. Sungguh sangat mencengangkan bom emas hitam telah membawa dampak perikehidupan di Kaltim yang luar biasa.

Dari paparan Emil Salim kaltim makin tahun banyak pengangguran dan angka kemiskinan makin meningkat, tingkat kesejahteraan menurun. Pertambangan migas dan batubara memberi sumbangan besar kepada PDRB tahun 2010 hingga 47 persen dengan tingkat penyerapan tenaga kerja hanya 6,2 persen. Kaltim tetap menderita dan tidak menikmati batubara untuk konsumsi sendiri secara maksimal, semua batubara diekspor yang masuk untuk konsumsi untuk kaltim hanya memperoleh pemasukan batubara. Untuk tahun 2008 hanya 5 persen dan tahun 2010 naik 6,89 persen (sambutan Gubernur di Lamin Etam, 10 Agustus 2011)

Sungguh cerita yang menyayat hati bagi generasi yang akan datang, generasi yang akan kita wariskan semua dieksploitasi, semua diekspor, semua cepat-cepat ingin dihabiskan kekayaan alam yang ada sekarang. Kita tidak belajar dari bom kayu sudah berakhir, minyak yang sudah mulai berkurang produksinya dan emas sudah berakhir masanya.

Masihkah tersisa masyarakat sekitar, contoh bekas pertambangan emas terbesar di Indonesia yakni PT Kem di Kutai Barat sudah mengakhir masa jayanya, sekarang menjadi Kota yang tidak berpenghuni, menuju kematian abadi, ironis, germerlap pertambangan emas yang dahulu begitu menyilaukan kini tinggal sisa rongsokan tidak berguna, yang tersisa bekas tambang sumur sumber berisi limbah tailing, tidak ada nilai dan tidak bermanfaat bagai masyarakat sekitar, yang ada terjadi pasca penutupan telah tejadi penggulanan hutan, kekeringan, banjir, longsor, sumur-sumur tambang dan air tercemar. Jadi berkah kesejahteraan pasca tambang hanya mimpi disiang bolong, semua bisa melihat merasakan sedihnya kehidupan hilangnya fungsi sosial hutan juga sirna. Masihkan kita bangga untuk mengeruk energi batubara?

Gambaran diatas seharusnya menjadi warning bagi pengambil kebijakan baik tataran provinsi dan kabupaten/kota di Katim dalam pengelolaan sumber daya alam yang tidak terbarukan ( emas, minyak dan batubara). Pemimpin yang bijak seharusnya tidak menjual mimpi sesaat dengan mengeluarkan izin tambang yang melebih batas alam. Kekayaan yang diberikan Tuhan seharusnya dikelola dengan berprinsip lingkungan dan berkelanjutan demi anak cucu kita.

Namun keserakaan masih membalut Kaltim, kebijakan Pemda Kaltim sebagai penyumbang nomor 3 terbesar di Indonesia terus dikeruk dihabiskan dan di jadikan modal pembangunan bangsa ini. Inilah yang harus kita lawan harus kita lakukan tekanan dan berani untuk bersuara pada Jakarta.

Negara atas nama hak menguasai dengan dasar Pasal 33 UUD 1945 telah melampaui batas nilai-nilai kehidupan masyarakat disini menyingkir masyarakat adat atas nama negara dengan mengeluarkan izin PK2PB kemudian keserakan itu jelas dipertontonkan dengan telanjang oleh pemimpin kabupaten/kota di Kaltim (kecuali Kota Balikpapan) dengan izin IUP sampai tahun 2011 mencapai 1275 luar biasa. Bahkan dalam perkembanganya PT KPC telah menjadi ikon pertambangan batubara terbesar di dunia dengan kandungan tertinggi.

Semua batubara KPC diekspor lebih dari 95 dan hanya 5 persen untuk nasional kaltim tidak ada apa-apa. Disisi lain kapasitas produksi pertambangan batubara di Kaltim terus ditingkatkan produksinya misalnya PT KPC ditingkatkan hampir mencapai 77 mt ton pertahun, kemudian 32 juta mt ton pertahun untuk PT Kideco jaya agung dan PT Indro Micro 27 mt/ton pertahun.

Kegalauan dalam pengelolaan tambang seperti buah simalakama. Di Kaltim tambang batubara termasuk energi tidak terbarukan dan berumur sesaat pada kenyataannya izinnya banyak dilakukan di hutan dengan sistem pinjam pakai di Menhut. Ini sisi kehidupan masyarakat yang hilang, budaya yang baru disadari. Hutan seharusnya dikelola karena menyimpan sesuatu yang lebih bernilai dari tambang, ada banyak nilai tambah yang bisa dikembangkan dari pengobatan, kecantikan, kehidupan budaya dan nilai keberlanjutan yang begitu magis sarat dengan nilai-nilai penghargaan pada alam yang harus dijaga dikelola dan dimanfaatkan dengan batas-batasnya.

Ini hakikat dari pengelolaan sumber daya alam yang telah hilang bahkan disingkirkan di bumi Etam. Kita masih ada harapan dengan keluarnya Inpres Nomor 10 Tahun 2010 tentang moretaorium logging, sehingga dapat diketahui dan ditentukan kawasan di Kaltim yang termasuk hutan primer, hutan lindung, hutan konservasi dan hutan sekunder yang bisa dilakukan budidaya. Kejelasan RTRW inilah sangat penting dalam penataan pengelolaaa sumber daya alam.

Pada akhirnya di tengah ramadhan yang masih tersisa saya masih tetap berdoa berharap dan memperjuangkan merubah tata kelola yang lebih baik dari pemerintah pusat yang salah selama ini di Kaltim dan pengambil kebijakan daerah sadar hakikat alam sebagai ciptaan Tuhan jangan di habiskan yang diberikan Tuhan, dengan cara-cara keji dan serakah itu berarti membuat kuburan dan kiamat sendiri di Kaltim. Sudah cukup 3 bocah yang meninggal jangan ditambah lagi.

Renungan ini semoga bisa menyadarkan pemimpin disini untuk menghargai hakeket nilai-nilai kekayaan alam bagi masyarakat dalam mengelola sumber daya alam di Kaltim. Hargai mereka dan manusiakan dia sebagai manusia.

Mimpi itu masih ada untuk menjadikan Kaltim yang hijau sejahtera bukan dalam tataran paradigma dan logika yang dipaparkan Pak Gubernur dan Wali Kota. Mari rakyat Kaltim bangkit untuk melawan ketidak adilan terhadap pengelolaan sumber daya alam lewat pengadilan dan MK.
Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.