Kota Samarinda siapa yang datang pasti mengelus dada. Inikah kota tambang yang terkenal itu, sampai keluar negeri. Kekayaan dan kelimbahan sumber daya alam, tidak membawa berkah yang abadi. Kota ini menjadi bopeng-openg disana sini dengan sumur bekas tambang. Pinggiran kota ini banyak batu bata karungan, dan dimana-mana orang-o berlomba-lomba untuk mengesploitasi batubaranya baik diperumahan, sekolah, bukit-bukit, lahan sawah yang subur, hutan, seakan-akan hari esok tidak ada lagi..
Denyut Kota samarinda, berlomba dengan waktu, dan berpacu dengan bongkahan yang digali untuk menemukan kemilau emas hitam. Emas hitam itu dipertontongkan secara terlanjang disepanjang jalur sungai Mahakam. Tiap detik emas hitam diarak dengan parahu tongkang berseliweran bagai peragaan busana disungai. ini simbul kejayaan emas hitam samarinda yang begitu diagung-agungkan, sampai urat malu keserakaan, ketamakan, kerasukan sebagai manusia seakan hilang ditelan indahnya emas hitam.
Yang jelas itu menandakan pengambil kebijakan kota ini sebagai makhluk yang tidak tahu terima kasih dan bersyukur pada Tuhannya. Bagaimana itu bisa terjadi, karena pemegang kekuasaan telah memberikan ijin untuk menggali emas hitam . jadi sebenarnya kita bisa berbuat lebih bijak seandainya kita tidak bermain-main dengan ijin . Hal ini yang disinggung Menhhut, Zulkifli Hasan, dalam kunjunganya ke Samarinda, dengan kata puitis, dia berkata “ setahun lalu saya bertemu Achmad Amins yang saat itu menjadi Wali kota. Saya sempat berkata hidup ini Cuma sebentar. Apa ini yang mau dibawa kalau mati? Kondisi ini sudah keterlaluan (Kaltimpos, 26/03/2011)
Eksploitasi dan pesta emas hitam sangat keterlaluan di Kota Samarinda. Indahnya gunung-gunung, hamparan padi, semua sudah berubah menjadi ‘ kolam renang”. Dimana-mana rusak, dimana-mana hancur, dimana-mana hanya menyisakan kepedihan dan kengerian.
Secara lingkungan hidup, warga Kota Samarinda telah dilanggar hak atas lingkungan yang baik dan sehat, yang merupakan hak asasi setiap warga Negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H UUD 1945. Kota ini terus mengalami degradasi lingkungan yang parah, serta daya dukung lingkungan yang tidak seimbang. Pada intinya kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan warga masyarakat di Kota ini dan makhluk hidup lainnya, sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan.
Dalam Pasal 1 butir 2 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa upaya Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Tidak ada terlambat untuk berubah, dan melakukan perubahan dalam pengelolaan emas hitam di Kota Samarinda. Dengan puncak pimpinan yang baru, seharusnya lebih tegas dan bijak untuk melakukan upaya pencegahan seperti yang sudah diamanatkan pada pasal 14 UU No.32 Tahun 2009 tentang PPLH, yakni Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas:
a) KLHS;
b) tata ruang;
c) baku mutu lingkungan hidup;
d) kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
e) amdal;
f) UKL-UPL;
g) perizinan;
h) instrumen ekonomi lingkungan hidup;
i) peraturan perundang-undangan berbasis
j) lingkungan hidup;
k) anggaran berbasis lingkungan hidup;
l) analisis risiko lingkungan hidup;
m) audit lingkungan hidup; dan
n) instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan
Pernyataan Menhut, mengegaskan bahwa kondisi tambang yang ada Dikota Samarida saat ini sudah melampaui batas daya dukung lingkungan terhadap Kota ini.
Kedepan sudah saatnya pemerintah yang sekarang berkuasa untuk melakukan upaya evakuasi, revium ulang semua ijin tambang, dan membuat suatu komitment bersama dan tegas dengan melibatkan semua elemen masyarakat untuk bersatu melakukan gerakan moratorium tambang di Kota Samarinda. Demi generasi yang akan datang,, apa lagi yang cari pak wali ???
Denyut Kota samarinda, berlomba dengan waktu, dan berpacu dengan bongkahan yang digali untuk menemukan kemilau emas hitam. Emas hitam itu dipertontongkan secara terlanjang disepanjang jalur sungai Mahakam. Tiap detik emas hitam diarak dengan parahu tongkang berseliweran bagai peragaan busana disungai. ini simbul kejayaan emas hitam samarinda yang begitu diagung-agungkan, sampai urat malu keserakaan, ketamakan, kerasukan sebagai manusia seakan hilang ditelan indahnya emas hitam.
Yang jelas itu menandakan pengambil kebijakan kota ini sebagai makhluk yang tidak tahu terima kasih dan bersyukur pada Tuhannya. Bagaimana itu bisa terjadi, karena pemegang kekuasaan telah memberikan ijin untuk menggali emas hitam . jadi sebenarnya kita bisa berbuat lebih bijak seandainya kita tidak bermain-main dengan ijin . Hal ini yang disinggung Menhhut, Zulkifli Hasan, dalam kunjunganya ke Samarinda, dengan kata puitis, dia berkata “ setahun lalu saya bertemu Achmad Amins yang saat itu menjadi Wali kota. Saya sempat berkata hidup ini Cuma sebentar. Apa ini yang mau dibawa kalau mati? Kondisi ini sudah keterlaluan (Kaltimpos, 26/03/2011)
Eksploitasi dan pesta emas hitam sangat keterlaluan di Kota Samarinda. Indahnya gunung-gunung, hamparan padi, semua sudah berubah menjadi ‘ kolam renang”. Dimana-mana rusak, dimana-mana hancur, dimana-mana hanya menyisakan kepedihan dan kengerian.
Secara lingkungan hidup, warga Kota Samarinda telah dilanggar hak atas lingkungan yang baik dan sehat, yang merupakan hak asasi setiap warga Negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H UUD 1945. Kota ini terus mengalami degradasi lingkungan yang parah, serta daya dukung lingkungan yang tidak seimbang. Pada intinya kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan warga masyarakat di Kota ini dan makhluk hidup lainnya, sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan.
Dalam Pasal 1 butir 2 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa upaya Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Tidak ada terlambat untuk berubah, dan melakukan perubahan dalam pengelolaan emas hitam di Kota Samarinda. Dengan puncak pimpinan yang baru, seharusnya lebih tegas dan bijak untuk melakukan upaya pencegahan seperti yang sudah diamanatkan pada pasal 14 UU No.32 Tahun 2009 tentang PPLH, yakni Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas:
a) KLHS;
b) tata ruang;
c) baku mutu lingkungan hidup;
d) kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
e) amdal;
f) UKL-UPL;
g) perizinan;
h) instrumen ekonomi lingkungan hidup;
i) peraturan perundang-undangan berbasis
j) lingkungan hidup;
k) anggaran berbasis lingkungan hidup;
l) analisis risiko lingkungan hidup;
m) audit lingkungan hidup; dan
n) instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan
Pernyataan Menhut, mengegaskan bahwa kondisi tambang yang ada Dikota Samarida saat ini sudah melampaui batas daya dukung lingkungan terhadap Kota ini.
Kedepan sudah saatnya pemerintah yang sekarang berkuasa untuk melakukan upaya evakuasi, revium ulang semua ijin tambang, dan membuat suatu komitment bersama dan tegas dengan melibatkan semua elemen masyarakat untuk bersatu melakukan gerakan moratorium tambang di Kota Samarinda. Demi generasi yang akan datang,, apa lagi yang cari pak wali ???