![]() |
hendricrist 88.blogspot.com |
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berlanjutan. Dengan adanya kawasan lindung ini dalam rangka untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup yang ada khususnya disamarinda.
Supaya tidak terjadi tumpang tindih dalam penatan ruang, dikeluarkan Perda No. 28 Tahun 2003 tentang Ketentuan Pengelolaan Kawasan lindungd dalam Wilayah Kota Samarinda. Perda ini, mempunya sasaran yakni;
a. Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah air, iklim, tumbuhan dan satwa serta nilai sejarah dan budaya bangsa;
b. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, tipe ekosistem dan keunikan alam.
Fungsi lindung yang dimkasud perda di ata, supaya kota Samarinda terlindung dari kerusakan lingkungan. namun kenyataanyan Samarinda sebagai ibu kota propinsi Kaltim, telah gagal melaksanakan amanat perda tersebut.
Tingkat pertumbuhan yang begitu cepat, laju pertambahan penduduk, dan pengembangan wilayah serta pembangunan sarana dan prasarana , telah mengubah wajah dan penampilan kota ini. Kota ini telah mengalami perubahan yang pesat dalam berbagai hal ,baik bidang ekonomi, industry, infrasuktur, energy dan sebagiannya.
Perubahan kota Samarinda, telah mengalami degradasi kerusakan lingkungan yang luar biasa, hal ini lihat dari luas wilayah yang peruntukannya hampir 60% untuk areal tambang. Tentu secara rasional dapat di karkulasi bahwa pertumbuhan ekonomi, laju pembangunan itu hanya pada satu sector yakni tambang.
Kita sebagai warga kota bisa merasakan akibat pengelolaan penataan ruang yang menyalangi aturan di kota samarinda, bagaimana tidak kota ini, pelan namun pasti telah berubah menjadi kota yang penuh dengan bencana dari permasalahan lingkungan hidup. Misalnya krisis air dimana-mana, hujan sedikit banjir dan terjadi kemacetan, jalanan rusak parah, sungai karang mumpus yang hitam pekat, hilangnya kawasan hijau dan hutan kota menjadi plaza.
Disisi lain dengan pesatnya areal tambang dikota ini, hilangnya kawasan lindung di kota samarinda, yang ada dinama-nama dikalpling untuk tambang, perumahan, bukit, sekolah, sumber mata air semua sudah beralih fungsi menjadi tambang. Jadi sebenarnya patut dipertanyakan, kenapa aturan jelas di dalam Perda No 38 tahun 2003 dan Perda No. 12 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Samarinda, tidak dipakai dalam penataan ruang wilayah kota Samarinda.
Data dari jatam 2010, bagaimana kota samarinda telah dikepung areal tambang. Kota yang hanya menunggu bencana dari penataan kota yang tidak seusuai dengan peruntukannya. Pemerintah daerah kota samarinda sudah banyak melanggar Perda No 12 tahun 2002. Sehingga ijian kuasa pertambangan melebihi kapasitas wilayah peruntukannya, pada akhirnya akan jadi permasalahan lingkungan yang krusian kedepan.
Untuk penataan ruang supaya lebih sesuai dengan kesimbangan yang ada, perlu dilakukan suatu strategi dalam pendekatanya. Ada beberapa pendekatan penataan ruang, menggunakan sistem antara lain:
1) sistem wilayah merupakan pendekatan dalam penataan ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah;
2) sistem internal perkotaan merupakan pendekatan dalam penataan ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan di dalam kawasan perkotaan;
3) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan merupakan komponen dalam penataan ruang baik yang dilakukan berdasarkan wilayah administratif, kegiatan kawasan, maupun nilai strategis kawasan
pengaturan kawasan lindung ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yang termasuk dalam kawasan lindung adalah:
a) kawasan yang memberikan pelindungan kawasan bawahannya, antara lain, kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air;
b) kawasan perlindungan setempat, antara lain, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air;
c) kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain, kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
d) kawasan rawan bencana alam, antara lain, kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir; dan
e) kawasan lindung lainnya, misalnya taman buru, cagar biosfer, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, dan terumbu karang.
Pasal 3 Perda No. 28 Tahun 2003, disebutkan ruang lingkup kawasan lindung meliputi
a. kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya/hilirnya;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam dan cagar budaya; dan
d. kawasan rawan bencana alam.
Permasalah kawasan lindung, harus dikembalikan pada fungsi dengan dikeluarkan perda tersebut, jelas dalam pasal 25 Perda No. 28 Tahun 2003, mengenai ketentuan pidana, barang siapa yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 21, pasal 22, pasal 23 diancam pidana kurungan penjara paling lama 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.5.000.000 (lima juta rupiah).
Pertanyanya bisa kita minta pertanggujawaban terhadap orang atau pejabat yang salah dalam mengambil putusan di Kota samarinda. Ini jadi renungan dan pemikiran kita bersama, khususnya orang-orang akademisi untuk bisa berpatisipasi dalam memberi pressure terhadap kebijakan yang salah dalam pengembangan kawasan lindung. Perlu gerakan dan bersatu padu warga kota ini membuat langka hokum bagi pejabat kita, agar tidak salah urus dan menuntut pemerintah daerah melakukan perlindungan lingkungan yang baik dan benar sebagai wujud dari penghargaan dan pengakuan atas hak asasi warga atas lingkungan yang baik dan sehat. Semoga
Supaya tidak terjadi tumpang tindih dalam penatan ruang, dikeluarkan Perda No. 28 Tahun 2003 tentang Ketentuan Pengelolaan Kawasan lindungd dalam Wilayah Kota Samarinda. Perda ini, mempunya sasaran yakni;
a. Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah air, iklim, tumbuhan dan satwa serta nilai sejarah dan budaya bangsa;
b. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, tipe ekosistem dan keunikan alam.
Fungsi lindung yang dimkasud perda di ata, supaya kota Samarinda terlindung dari kerusakan lingkungan. namun kenyataanyan Samarinda sebagai ibu kota propinsi Kaltim, telah gagal melaksanakan amanat perda tersebut.
Tingkat pertumbuhan yang begitu cepat, laju pertambahan penduduk, dan pengembangan wilayah serta pembangunan sarana dan prasarana , telah mengubah wajah dan penampilan kota ini. Kota ini telah mengalami perubahan yang pesat dalam berbagai hal ,baik bidang ekonomi, industry, infrasuktur, energy dan sebagiannya.
Perubahan kota Samarinda, telah mengalami degradasi kerusakan lingkungan yang luar biasa, hal ini lihat dari luas wilayah yang peruntukannya hampir 60% untuk areal tambang. Tentu secara rasional dapat di karkulasi bahwa pertumbuhan ekonomi, laju pembangunan itu hanya pada satu sector yakni tambang.
Kita sebagai warga kota bisa merasakan akibat pengelolaan penataan ruang yang menyalangi aturan di kota samarinda, bagaimana tidak kota ini, pelan namun pasti telah berubah menjadi kota yang penuh dengan bencana dari permasalahan lingkungan hidup. Misalnya krisis air dimana-mana, hujan sedikit banjir dan terjadi kemacetan, jalanan rusak parah, sungai karang mumpus yang hitam pekat, hilangnya kawasan hijau dan hutan kota menjadi plaza.
Disisi lain dengan pesatnya areal tambang dikota ini, hilangnya kawasan lindung di kota samarinda, yang ada dinama-nama dikalpling untuk tambang, perumahan, bukit, sekolah, sumber mata air semua sudah beralih fungsi menjadi tambang. Jadi sebenarnya patut dipertanyakan, kenapa aturan jelas di dalam Perda No 38 tahun 2003 dan Perda No. 12 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Samarinda, tidak dipakai dalam penataan ruang wilayah kota Samarinda.
Data dari jatam 2010, bagaimana kota samarinda telah dikepung areal tambang. Kota yang hanya menunggu bencana dari penataan kota yang tidak seusuai dengan peruntukannya. Pemerintah daerah kota samarinda sudah banyak melanggar Perda No 12 tahun 2002. Sehingga ijian kuasa pertambangan melebihi kapasitas wilayah peruntukannya, pada akhirnya akan jadi permasalahan lingkungan yang krusian kedepan.
Untuk penataan ruang supaya lebih sesuai dengan kesimbangan yang ada, perlu dilakukan suatu strategi dalam pendekatanya. Ada beberapa pendekatan penataan ruang, menggunakan sistem antara lain:
1) sistem wilayah merupakan pendekatan dalam penataan ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah;
2) sistem internal perkotaan merupakan pendekatan dalam penataan ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan di dalam kawasan perkotaan;
3) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan merupakan komponen dalam penataan ruang baik yang dilakukan berdasarkan wilayah administratif, kegiatan kawasan, maupun nilai strategis kawasan
pengaturan kawasan lindung ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yang termasuk dalam kawasan lindung adalah:
a) kawasan yang memberikan pelindungan kawasan bawahannya, antara lain, kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air;
b) kawasan perlindungan setempat, antara lain, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air;
c) kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain, kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
d) kawasan rawan bencana alam, antara lain, kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir; dan
e) kawasan lindung lainnya, misalnya taman buru, cagar biosfer, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, dan terumbu karang.
Pasal 3 Perda No. 28 Tahun 2003, disebutkan ruang lingkup kawasan lindung meliputi
a. kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya/hilirnya;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam dan cagar budaya; dan
d. kawasan rawan bencana alam.
Permasalah kawasan lindung, harus dikembalikan pada fungsi dengan dikeluarkan perda tersebut, jelas dalam pasal 25 Perda No. 28 Tahun 2003, mengenai ketentuan pidana, barang siapa yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 21, pasal 22, pasal 23 diancam pidana kurungan penjara paling lama 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.5.000.000 (lima juta rupiah).
Pertanyanya bisa kita minta pertanggujawaban terhadap orang atau pejabat yang salah dalam mengambil putusan di Kota samarinda. Ini jadi renungan dan pemikiran kita bersama, khususnya orang-orang akademisi untuk bisa berpatisipasi dalam memberi pressure terhadap kebijakan yang salah dalam pengembangan kawasan lindung. Perlu gerakan dan bersatu padu warga kota ini membuat langka hokum bagi pejabat kita, agar tidak salah urus dan menuntut pemerintah daerah melakukan perlindungan lingkungan yang baik dan benar sebagai wujud dari penghargaan dan pengakuan atas hak asasi warga atas lingkungan yang baik dan sehat. Semoga