Pelaksanaaan pembangunan suatu daerah sudah direncanakan dalam Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah daerah, ini dalam untuk rangka meningkatan kehidupanan dan kesejahteran masyarakat.
Dalam melaksanakan pembangunan, penggunaan sumber daya alam dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggujawab, dan sesuai dengan dengan kemampuan daya dukung, kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup serta keanekaragaman hayati.
Guna mewujudkan pembangunan itu, dibuat Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) di Kaltim, mengingat perkembangan, perubahan dan tantangan yang begitu cepat,, sehingga revisi harus segera dilakukan.
Perubahan yang menarik terhadap revisi RTRWP, ada rencana usulan konversi atau perubahan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) menjadi Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) yang akan dimasukan dalam revisi seluas 1,8 juta hektar (ha) . Perubahan dan revisi kawasan ini yang ditentang oleh 34 Perusahaan IUPHHK (HPH)-HA/HT, 193 perusahaan yang hadir dalam rapat Bepeda.
Alasan penolakan tersebut, karena perubahan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) menjadi Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) yang akan dimasukan dalam revisi, karena kawasan tersebut masih berfungsi sebagai hutan produksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan seharusnya konversi hutan itu harus ada proses penyesuian lebih lanjut untuk perubahan kawasan hutannya ( Tribun Etam ;29 desember 2010).
Disisi lain tim revisi, memandang perubahan yang direncanakan dalam revisi RTRWP ini, dalam rangka untuk kepentingan umum, misalnya akses jalan, pembangunan, perumahan rakyat dan lain-lain.
Pasal 1 butir 8, PP No, 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Nasional, bahwa Kawasan budi daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi utama sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
Kemudian dalam pasal 5 ayat 2 PP tersebut, bahwa strategis dan arahan kebijaksanaan pengembangan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional sebagimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. Strategi dan arahan kebijaksanaan pengembangan kawasan lindung ;
b. Strategi dan arahan kebijaksanaan pengembangan kawasan budi daya ; dan
c. Strategi dan arahan kebijaksanaan pengembangan kawasan tertentu.
Dengan demikian perubahan revisi RTRWP, juga harus memperhatikan strategi pegembangan kawasan.
Penggunaan Kawasan
Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan Pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu. Penelitian terpadu ini dilaksanakan untuk menjamin obyektivitas dan kualitas hasil penelitian, maka kegiatan penelitian diselenggarakan oleh lembaga pemerintah yang mempunyai kompetensi dan mewakili otoritas ilmiah (scientific outhority) bersama-sama dengan pihak lain yang terkait.
Perubahan dalam ha ini yang berdampak penting dan cakupan luas serta bernilai strategis yang dalam kontek berdampak penting. Hal akan ditetapakan Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pasal 19 ayat (2) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo UU No. 19 Tahun 2004.
Pinjam Pakai Kawasan
Ketentuan pinjam pakai dan tukar menukar berdasarkan Peraturan menteri Kehutanan No. P.43/Mwnhut-II/2008 tentang Pinjam Pakai Kawasan Hutan di Luar Kegiatan Kehutanan, pada dasarnya dalam mengajukan permohonan ada 5 (lima) hal yang harus ditempuh oleh pemohon, yaitu :
1) Penggunaan kawan hutan untuk kepentingan diluar kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan hutan lindung serta yang dimohonkan untuk kepentingan yang bersifat strategis komersial dan non komersial serta mensejahterakan rakyat ;
2) Menyediakan lahan kompesasi di wilayah Propinsi jawa Timur dan melekat dengan kawasan hutan dengan perbandingan kalau untuk komersial 1: 2 dan non komersial 1 : 1 serta tingkat keseburan yang sama dengan kawasan hutan yang dimohonkan dan clear (tidak dalam sengketa ;
3) Mendapatkan rekomendasi teknis dari Kepala Unit Pengelola maupun dari Dinas Kehutanan Propinsi ;
4) Sanggup melaksanakan reklamasi reboisasi apabila sudah berakhir masa pakainya ;
5) Khusus untuk fungsi hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka dan perberian ijin pinjam pakai yang berdampak penting dan cakupanya luas serta bernilai stategis dilakukan oleh Menteri atas persetujuan DPR sebagaimana diatura Pasal 38 ayat (3) dan (4) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, kemudian aturan ini dicabut dengan keluarnya UU No. 19 Tahun 2004.
Tukar Menukar Kawasan Hutan
Ketentuan yang mengatur tentang tukar menukar adalah Peraturan Menteri Kehutanan No. P.26/Menhut- II/2007 jo Peraturan Menteri Kehutanan No. P.62/Menhut-II/2007, yang bertujuan untuk menampung pembangunan yang menyangkut kepentingan strategis, kepentingan umum terbatas, pembangunan pertanian dan dalam rangka pengembangan atau pemekaran wilayah yang terpaksa harus menggunakan kawasan hutan tetap tanpa mengurangi luas kawasan hutan itu sendiri Dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Kehutanan No. P.26/Menhut-II/2007, tukar menukar hutan hanya diperbolehkan untuk :
1) Pembangunan yang menyangkut kepentingan umum terbatas oleh intasi pemerintah ;
2) Pembangunan yang menyangkut kepentingan stategis yang berdampak bagi kemajuan perekonomian nasional dan kesejahteraan umum yang diproiritaskan pemerintah ;
3) Menghilangkan enclave dalam rangka memudahkan pengelolaan kawasan hutan ;
4) Menyelesaikan pendudukan tanah kawasan hutan (akupasi) ;
5) Memperbaiki batas kawasan hutan ;
6) Budidaya pertanian ; atau
7) Pengembangan/pemekaraan wilayah.
Kawasan hutan yang dapat dilakukan tukar menukar untuk kegiatan diluar kehutanan harus memenuhi persyaratan, diprioritaskan tidak berhutan, berupa tanah kosong, padang alang-alang dan semak belukar serta tidak dibebani ijin. Hal ini dalam rangka tetap menjaga dan kelestarian hutan dan tetap memperdayakan hutan yang dalam kondisi tidak bagus untuk dimanfaatkan demi kepentingan umum dan generasi yang akan datang.
Revisi RTRWP, ini seharusnya tidak merugikan kepentingan masyarakat, khususnya masyarakat Kaltim. Kaltim penduduknya hampir 80% hidup dan kehidupanya tegantung pada hutan. Pesta revisi konversi hutan yang mencapai 1, 8 juta ha, dari rencana semula hanya 818.408 ha, sungguh sesuatu yang berbahaya bagi kepentingan masyarakat yang kehidupannya tergantung pada hutan. Jangan revisi ini dijadikan ajang untuk melakukan suatu perubahan kawasan yang pada akhirnya hanya merusak hutan, menghilangkan semua yang kita punya berupa hutan yang masih tersisa.
Setiap pembangunan, pasti ada yang dikorbankan, namun jika pembangunan sudah ada keinginan untuk menguasai dan keserakatan belaka terhadap hutan, maka jelas yang ada bukan kemakmuran, kesejahteraan, kebahagian yang kita dapat, hanya bencana, yang tidak hanya ditanggung kita sekarang, juga anak cucu kita kelak.
Menjadi renungan bersama semua pihak d Kaltim, untuk bijak, memandang kekayaan berupa hutan, dari pesta konversi hutan dengan dibalut manis dalam kerangka hukum RTRWP. Hentikan konversi Hutan.
Kotijah
Tentang Saya

Dr. Siti Kotijah, S.H, M.H.
Lecturer in Mulawarman University,
Law Faculty
Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca Tambang Kalimantan Timur