Di harian koran kaltim 24 Januari 2011, Indonesia Corruption Wacth (ICW), mengungkapkan eratnya relasi politik dan bisnis para pelaku dan birokrat didaerah dalam bisnis tambang, termasuk di Kaltim.
Hal yang menarik untuk ditelusuri, khususnya di Kaltim sebagai pemegang ijin terbanyak Kuasa Pertambangan atau sekarang IUP. Data dari Dinas Pertambangan Kaltim, pada tahun 2009, ijin pertambangan di Kaltim dalam bentuk Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) ada 33 yang dari Pemerintah Pusat dan 1.212 ijin Kuasa Pertambangan (KP) yang dikeluarkan daerah.
Selama 10 tahun terakhir pertambangan, khususnya batubara telah menjadi tumpuan dan kebanggaan Kaltim. Bahkan ibu Kaltim, Kota samarinda telah menjadi kota tambang. Kemudian hampir disusul semua wilayah kota atau kabupaten di Kaltim berlomba-lomba dalam pengeluaran ijin tambang.
Dari sisi ekonomi, Kegiatan pertambangan sebagai kegiatan yang komplet, rumit, sarat resiko, jangka panjang, melibatkan teknologi tinggi, padat modal, dan aturan regulasi yang dikeluarkan beberapa sector. Usaha pertambangan dapat mengubah lingkungan yang besar, sehingga perencanan usaha ini harus totalitas, dengan perhitungan yang matang, baik dari tahap awal pertambangan sampai pasca tambang, rehabilitasi, reklamasi bersifat progresif. Hal lain harus sesuai dengan tata guna lahan pasca tambang yang diatur dalam UU No.4 Tahun 2009 tentang Minerba dan UU No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Nilai keuntungan dari aspek ekonomi, pertambangan batubara di Kaltim hanya menyumbang 22% dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, sepanjang 2009 lalu, komoditas ini memberi Rp 62, 9 triliun dari Rp 281,4 triliun. Untuk tenaga kerja hanya 17,2% (data BPS).
Jelas, jika dikaji, tambang tidak banyak memberi sumbangan signifikan secara ekonomi bagi Kaltim, dibanding komiditas yang lain. Namun masalah lingkungan dan social begitu mewarnai tiap hari diberbagai harian surat kabar di Kaltim akibat tambang. Sebagai contoh; sengketa PT kitadin (Kelompok usaha banpu dengan warga Bangun Rejo Kabupaten Kukar. Ada sedikitnya ada 150 KK , 150 ha areal persawahan dan pemukinan masyarakat akibat banjir .
Divisi korupsi politik ICW Ibrahim Fahmy Badoh, mengungkapkan relasi bisnis menjadi cikal bakal korupsi politik dengan dilatarbelangi sebuah konflik kepentingan antara elit politik. Kemudian konflik kepentingan inilah yang akan membentuk kartel bisnis tambang, khususnya di Kaltim. Pernyataan ini, perlu suatu kajian dan riset yang mendalam, untuk menarik benang merah hubungan politik dan kartel bisnis pertambangan di Kaltim.
Menurut kajian industry pertambangan internasional yang dilakukan oleh fraser institute dari Kanada (fraser institute annual survey of mining companies 2000/2001), kebijakan pertambangan dapat mengaruhi keputusan perusahaan untuk menanamkan modalnya, Indonesia menduduki peringat 40 dari 43 negara, dalan hal iklim pertambangan hanya Negara Rusia, Kazahksatna, dan Zimbabwe.
Ini menunjukan bahwa, dalam kontek kebijakan bisnis pertambangan dipengaruhi dan memengaruhi kebijakan birokarasi dan kekuasaan politik. Sedangkan relasi bisnis pertambangan terbangun dari hubungan saling menguntungkan . Jadi pada akhirnya kartel pertambangan ini terbengkai manis dan terselubung dalam hal nominasi, politisasi birokrasi, kontrak konsesi, suap, sumbangan pemilu pilkada dan sebagainya.
Ijin tambang dijadikan bisnis yang menjanjikan, karena secara ekonomi, dalam usaha atau kegiatan baik sector ekonomi, perdagangan, pariwisata, hotel, dan sebagainya di Kaltim banyak dikuasai pendatang baik dari Jawa atau Sulawesi dll. Yang membuat kita berjaya dalam kontek pertambangan, dengan pemanfaatan ijin tambang sebagai ajang bisnis, siapa yang bisa melakukan, hanya orang-orang tertentu. Dalam hal ini birokrat, yang dekat dengan kekuasaan, dan jabataan . disinilah benang merah yang bisa diurai dalam penelusuri bisnis ijin pertambangan yang menjanjikan dan menghasilkan bagi orang-orang tertentu.
Saya sebut orang-orang tertentu, jelas hanya orang yang selama ini dekat atau menduduki jabatan didaerah yang mudah untuk melakukan bisnis pertambangan. Ini memberi suatu indikasi ada kebutuhan yang saling membantu antara birokratif, parpol, korupsi, dan ijin tambang. Pada akhirnya kartel tambang batubara di Kaltim hanya menguntungkan sebagian kecil orang, bukan masyarakat kaltim.
Upaya yang bisa dilakukan Pemerintah Daerah Kaltim, dalam hal ini untuk mencegah kartel bisnis tambang, dengan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua ijin tambang di Kaltim, kenapa hal ini perlu dilakukan dilakukan secepatnya?. Supaya dapat mengetahui dan mengindentifikasi siapa yang paling banyak punya ijin KP?, siapa yang menjual ijin KP? Bukan rahasia umum, jika banyak broker ijin KP yang hanya menguruskan ijin KP saja, habis dapat ijin itu dijual pada asing atau investor lain.
Kemudian bagaimana proses ijin dan pembiayaan dalam proses ijin. Sehingga pada akhirnya kita dapat memangkas jalur-julur tidak resmi dalam proses bisnis tambang di Kaltim. Yang kedua ada jeda tambang atau moratorium Tambang di Kaltim, untuk memberi alam ini, memperbaiki lingkungan sesuai dengan daya dukung dan daya tamping.
Hasil identifikasi ini, akan dapat diambil langka dalam untuk memperbaiki masalah lingkungan hidup akibat tambang Kaltim, bagaimanapun kita sebagai warga untuk dititik jenuh terhadap kondisi lingkungan yang sudah rusak parah di Kaltim, sudah saatnya pemerintah kita bukan bicara pada aspek pencegahan atau penanggulan lingkungan. Sekedar mencabut ijin KP. Sudah saatnya ada pertanggujawaban terhadap pejabat yang salah mengeluarkan ijin KP. Pejabat yang terkait bisnis kartel pertambangan untuk diminta pertanggujawaban. Ini penting karena kebijakan yang salah, sebagai contoh Ijin KP dilokasi Perumahan Benguring Samarinda, mengakibatkan bencana banjir, jalan rusak, dan lingkungan sekeliling yang tercemar. Hal-hal ini seperti ini yang harus diminta pertanggungjawab. Dalam pasal 71 UU No.32 Tahun 2009, tentang pengawasan dan sanksi administratif, disebutkan bahwa:
(1) Menteri, gubernur, atau bupate/walikota sesuai dengan kewenanganya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
(2) Menteri, Guburnur, atau Bupati/Walikota dapat mendelegasian kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggujawab jawab dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
(3) Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, Guburnur, atau Bupati/Walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.
Dengan demikian jelas, bahwa pemerintah daerah bertanggujawab terhadap setiap usaha, khususnya ijin usaha pertambangan.
Untuk sanksinya bagi pejabat yang tidak melakukan pengawasanya dalam pasal 112 UU No 32 Tahun 2009, disebutkan bahwa,” Setiap pejabat berwenanng yang sengan sengaja tidak melakukan kegiatan terhadap ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 dan pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Hal lain yang dapat dilakukan pemerintah, jika ingin berpihak pada masyarakat, sudah saat melakukan upaya hokum dengan menggunakan hak gugat pemerintah daerah seperti yang ada dalam Pasal 90 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lindungan Hidup:
(1) Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggujawab dibidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan gani rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih dengan Peraturan Menteri.
Dengan demikian kartel bisnis tambang, tambang dapat disimpulkan sebagai hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara birokrat, pemagang ijin tambang, dan broker. Kartel bisnis ini terlihat jelas pada perebutan kekuasaan atas nama pilkada . Semua kehidupan di kota ini begitu tergoda dan berebut dalam kemilau bisnis emas hitam pertambangan, kekuasaan, politik, dan keserakan seakan menjadi satu tidak terpisahkan dalam
Hal yang menarik untuk ditelusuri, khususnya di Kaltim sebagai pemegang ijin terbanyak Kuasa Pertambangan atau sekarang IUP. Data dari Dinas Pertambangan Kaltim, pada tahun 2009, ijin pertambangan di Kaltim dalam bentuk Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) ada 33 yang dari Pemerintah Pusat dan 1.212 ijin Kuasa Pertambangan (KP) yang dikeluarkan daerah.
Selama 10 tahun terakhir pertambangan, khususnya batubara telah menjadi tumpuan dan kebanggaan Kaltim. Bahkan ibu Kaltim, Kota samarinda telah menjadi kota tambang. Kemudian hampir disusul semua wilayah kota atau kabupaten di Kaltim berlomba-lomba dalam pengeluaran ijin tambang.
Dari sisi ekonomi, Kegiatan pertambangan sebagai kegiatan yang komplet, rumit, sarat resiko, jangka panjang, melibatkan teknologi tinggi, padat modal, dan aturan regulasi yang dikeluarkan beberapa sector. Usaha pertambangan dapat mengubah lingkungan yang besar, sehingga perencanan usaha ini harus totalitas, dengan perhitungan yang matang, baik dari tahap awal pertambangan sampai pasca tambang, rehabilitasi, reklamasi bersifat progresif. Hal lain harus sesuai dengan tata guna lahan pasca tambang yang diatur dalam UU No.4 Tahun 2009 tentang Minerba dan UU No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Nilai keuntungan dari aspek ekonomi, pertambangan batubara di Kaltim hanya menyumbang 22% dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, sepanjang 2009 lalu, komoditas ini memberi Rp 62, 9 triliun dari Rp 281,4 triliun. Untuk tenaga kerja hanya 17,2% (data BPS).
Jelas, jika dikaji, tambang tidak banyak memberi sumbangan signifikan secara ekonomi bagi Kaltim, dibanding komiditas yang lain. Namun masalah lingkungan dan social begitu mewarnai tiap hari diberbagai harian surat kabar di Kaltim akibat tambang. Sebagai contoh; sengketa PT kitadin (Kelompok usaha banpu dengan warga Bangun Rejo Kabupaten Kukar. Ada sedikitnya ada 150 KK , 150 ha areal persawahan dan pemukinan masyarakat akibat banjir .
Divisi korupsi politik ICW Ibrahim Fahmy Badoh, mengungkapkan relasi bisnis menjadi cikal bakal korupsi politik dengan dilatarbelangi sebuah konflik kepentingan antara elit politik. Kemudian konflik kepentingan inilah yang akan membentuk kartel bisnis tambang, khususnya di Kaltim. Pernyataan ini, perlu suatu kajian dan riset yang mendalam, untuk menarik benang merah hubungan politik dan kartel bisnis pertambangan di Kaltim.
Menurut kajian industry pertambangan internasional yang dilakukan oleh fraser institute dari Kanada (fraser institute annual survey of mining companies 2000/2001), kebijakan pertambangan dapat mengaruhi keputusan perusahaan untuk menanamkan modalnya, Indonesia menduduki peringat 40 dari 43 negara, dalan hal iklim pertambangan hanya Negara Rusia, Kazahksatna, dan Zimbabwe.
Ini menunjukan bahwa, dalam kontek kebijakan bisnis pertambangan dipengaruhi dan memengaruhi kebijakan birokarasi dan kekuasaan politik. Sedangkan relasi bisnis pertambangan terbangun dari hubungan saling menguntungkan . Jadi pada akhirnya kartel pertambangan ini terbengkai manis dan terselubung dalam hal nominasi, politisasi birokrasi, kontrak konsesi, suap, sumbangan pemilu pilkada dan sebagainya.
Ijin tambang dijadikan bisnis yang menjanjikan, karena secara ekonomi, dalam usaha atau kegiatan baik sector ekonomi, perdagangan, pariwisata, hotel, dan sebagainya di Kaltim banyak dikuasai pendatang baik dari Jawa atau Sulawesi dll. Yang membuat kita berjaya dalam kontek pertambangan, dengan pemanfaatan ijin tambang sebagai ajang bisnis, siapa yang bisa melakukan, hanya orang-orang tertentu. Dalam hal ini birokrat, yang dekat dengan kekuasaan, dan jabataan . disinilah benang merah yang bisa diurai dalam penelusuri bisnis ijin pertambangan yang menjanjikan dan menghasilkan bagi orang-orang tertentu.
Saya sebut orang-orang tertentu, jelas hanya orang yang selama ini dekat atau menduduki jabatan didaerah yang mudah untuk melakukan bisnis pertambangan. Ini memberi suatu indikasi ada kebutuhan yang saling membantu antara birokratif, parpol, korupsi, dan ijin tambang. Pada akhirnya kartel tambang batubara di Kaltim hanya menguntungkan sebagian kecil orang, bukan masyarakat kaltim.
Upaya yang bisa dilakukan Pemerintah Daerah Kaltim, dalam hal ini untuk mencegah kartel bisnis tambang, dengan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua ijin tambang di Kaltim, kenapa hal ini perlu dilakukan dilakukan secepatnya?. Supaya dapat mengetahui dan mengindentifikasi siapa yang paling banyak punya ijin KP?, siapa yang menjual ijin KP? Bukan rahasia umum, jika banyak broker ijin KP yang hanya menguruskan ijin KP saja, habis dapat ijin itu dijual pada asing atau investor lain.
Kemudian bagaimana proses ijin dan pembiayaan dalam proses ijin. Sehingga pada akhirnya kita dapat memangkas jalur-julur tidak resmi dalam proses bisnis tambang di Kaltim. Yang kedua ada jeda tambang atau moratorium Tambang di Kaltim, untuk memberi alam ini, memperbaiki lingkungan sesuai dengan daya dukung dan daya tamping.
Hasil identifikasi ini, akan dapat diambil langka dalam untuk memperbaiki masalah lingkungan hidup akibat tambang Kaltim, bagaimanapun kita sebagai warga untuk dititik jenuh terhadap kondisi lingkungan yang sudah rusak parah di Kaltim, sudah saatnya pemerintah kita bukan bicara pada aspek pencegahan atau penanggulan lingkungan. Sekedar mencabut ijin KP. Sudah saatnya ada pertanggujawaban terhadap pejabat yang salah mengeluarkan ijin KP. Pejabat yang terkait bisnis kartel pertambangan untuk diminta pertanggujawaban. Ini penting karena kebijakan yang salah, sebagai contoh Ijin KP dilokasi Perumahan Benguring Samarinda, mengakibatkan bencana banjir, jalan rusak, dan lingkungan sekeliling yang tercemar. Hal-hal ini seperti ini yang harus diminta pertanggungjawab. Dalam pasal 71 UU No.32 Tahun 2009, tentang pengawasan dan sanksi administratif, disebutkan bahwa:
(1) Menteri, gubernur, atau bupate/walikota sesuai dengan kewenanganya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
(2) Menteri, Guburnur, atau Bupati/Walikota dapat mendelegasian kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggujawab jawab dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
(3) Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, Guburnur, atau Bupati/Walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.
Dengan demikian jelas, bahwa pemerintah daerah bertanggujawab terhadap setiap usaha, khususnya ijin usaha pertambangan.
Untuk sanksinya bagi pejabat yang tidak melakukan pengawasanya dalam pasal 112 UU No 32 Tahun 2009, disebutkan bahwa,” Setiap pejabat berwenanng yang sengan sengaja tidak melakukan kegiatan terhadap ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 dan pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Hal lain yang dapat dilakukan pemerintah, jika ingin berpihak pada masyarakat, sudah saat melakukan upaya hokum dengan menggunakan hak gugat pemerintah daerah seperti yang ada dalam Pasal 90 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lindungan Hidup:
(1) Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggujawab dibidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan gani rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih dengan Peraturan Menteri.
Dengan demikian kartel bisnis tambang, tambang dapat disimpulkan sebagai hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara birokrat, pemagang ijin tambang, dan broker. Kartel bisnis ini terlihat jelas pada perebutan kekuasaan atas nama pilkada . Semua kehidupan di kota ini begitu tergoda dan berebut dalam kemilau bisnis emas hitam pertambangan, kekuasaan, politik, dan keserakan seakan menjadi satu tidak terpisahkan dalam