Bencana Perubahan Iklim

Ketika literature klasik karya Gerard Foley (1991) berjudul ” Global Warming who is taking the heart?, memberi suatu renungan kita semua dalam memandang bumi dari bencana perubahan iklim.
Untuk saat ini, pemanasan global, menjadi isu di dunia yang mendapat perhatian di dalam perundingan intenasional dan menjadi konsensus pemimpin diselurh dunia . Mereka sepakat, bahwa telah terjadi perubahan iklim dan seluruh dunia harus melakukan sesuatu dalam menghadapi permasalahan ini.

PBB dan organisasi internasional lainya sudah sejak tahun 1979, telah mengadakan konferensi pertama didunia mengenai perubahan iklim, UNEP (United Nations Environmental Programme ), kemudian pada tahun 1992 ketika ada Earth Summit di Rio de Jeneiro. Dilanjutkan dengan Protokol Kyoto tahun 1997, yang mengatur lebih detail Negara-negara maju, bertanggujawab untuk menurunkan emisinnya.

Hal ini yang disepakati adanya prinsip “siap yang mencemari” maka dia harus bertanggujawab (polluters pay) disetipa negara yang menyetujui perjanjian ini. Namun yang jelas ada kesadaran dan pengakui, bahwa tanggungjawab tersebut muncul, karena sejarah pembangunan masa lalu merekalah yang menyebabkan pemanasan global.

Perubahan iklim ditingkat internasional, dalam perundingan International Panel on Climate Change (IPCC), diumumkan temuan-temuan dari terjadinya perubahan iklim, antara lain konsentrasi gas CO2 di atmosfer makin meningkat dari 278 partsper milliom (ppm) pada era praindustri (pra-1850) menjadi 379 ppm pertahun pada tahun 2005.

Dampak dari kenaikan tersebut, terjadi peningkatan pemanasan atmosfer bumi, yang berdampak es mencair, kenaikan permukaan air laut, dan perubahan iklim. Kenaikan permukaan air laut diprediksi akan menenggelamkan 6% daerah Belanda, 17,5% daerah Bangladesh, dan kurang lebih 2000 pulau kecil di Indonesia akan tenggelam (IPCC; 2007).

Perubahan iklim sudah bisa kita rasakan, beberapa pola iklim dan cuaca saat ini, tidak bisa diprediksi lagi sehingga pergantian musim sulit diramal. Persedian air yang mulai menyusut, karena jarang hujan, ketika hujan datang, itupun disertai dengan badai dan curahan yang sangat lebat, yang menyebabkan bencana. Dibelahan lain di Eropa, terjadi peningkatan suhu global .

Bagimana perubahan-perubahan yang mendasar dari pemanasan atmosfer pada perubahan iklim dibumi, hal yang bisa dirasakan sekarang, bahwa perubahan iklim pada local misalnya di Kaltim, sangat susah diprediksi, sehingga berdampak pada pergeresan pola tanam, munculnya berbagai jenis hama dan penyakit.

Berbagai hasil perundingan internasional dalam kurang 10 tahun terakhirnya, merupakan upaya terkaitan perubahan iklim. Berbagai skema mitigasi dan adaptasi seraca umum memberi suatu jaminan, nilai keadilan dan lingkungan, khususnya bagi masyarakat pemiliki dan pengelolaa sumber daya alam di Negara berkembang.

Pola lain bisa dilakukan dalam menghadapi bencana perubahan iklim, menurut Nicholas Stern, dalam kajian dampak ekonomi perubahan iklim tahun 2007. Ada dua hal yang bisa dilakukan, pertama mitigasi yaitu bagaimana mengurangi atau mencegah sumber-sumber yang mengakibatkan perubahan iklim artinya, harus diambil tindakan yang keras untuk mengurangi emisi global rumah kaca. Yang kedua ada upaya adaptasi yakni penyesuaian-penyesuaian yang harus dilakukan dalam menghadapi dampak yang sudah terjadi dari perubahan iklim.

Kedepan bagaimana Negara kita, siap menghadapi bencana perubahan iklim, sudah saatnya adaptasi dan mitigasi menjadi suatu kerangka dalam pembangunan secara sistiematis, bukan adhoc. Perubahan cara pandang terhadap pembangunan yang secara eksploitatif yang harus dihentikan, sinergi terhadap upaya adaptasi dengan dampak yang terkait antara manusia dengan ekosistem alam dalam menanggulangi bencana perubahan iklim.
Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.