PengaturanTata Ruang Wilayah Laut Pulau Terpencil di Kaltim? (Bagia 1)

Pengantar redaksi:
Artikel ini dimuat berseri bagian (1)

Kalimantan Timur dengan sumber daya alam yang melimpah, hanya mengekspoiltasi, hutan, minyak, dan tambang, selama ini. Konsep pembangunan daerah yang berorientasi pada wilayah laut, masih sangat asing dalam konsep pembangunan nasional dan juga Kaltim. Keterlanjuran terhadap konsep pembangunan nasional yang berorientasi wilayah daratan dan cendrung sentralistik, telah berakibat terhadap terabaikannya wilayah provinsi kepulauan dan pulau-pulau kecil yang termarginal dari berbagai perkembangan pembangunan. Disamping itu, secara geopolitik, keberadaan provinsi kepulauan sangat rentan dengan munculnya berbagai pelanggaran hukum seperti halnya illegal fisihing, illegal logging, illegal oil, dan penyerobatan perbatasan yang berkatian dengan kedaulatan negara.


Pada lintang ini, diperlukan adanya pengaturan hukum dan kewenangan pengelolaan wilayah laut yang terintegrasi secara sistimatis baik terhadap kewenangan pengelolaan, penentuan tapal batas teritorial, maupun pengaturan tata ruang wilayah laut yang pada gilirannya akan memberikan kepastian hukum dan memunculkan terjadinya konflik norma dalam hal kewenangan pengaturan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Ini penting mengingat wilayah Kalimantan Timur yang terdiri dari kepulau-pulau kecil yang tersebar dan pengaturan wilayah laut belum begitu diperhatikan. Selama ini pembangunan hanya berorintasi pada daratan, bukan pada wilayah pulau pulau terkecil. Di sisi lain pulau-pulau terpencil menyimpang sumber daya alam yang begitu besar, baik berupa tambang, minyak perikanan, dan wisata. Dalam kontek pengaturan wilayah laut ini, seharus ditempatkan pada beranda depan dalam pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam.
Selanjutnya dalam hal pengaturan dan pengelolaan tata ruang yang merupakan wewenang daerah, maka Pemerintah Daerah juga memiliki kewenangan dalam pengaturan tata ruang. Hal ini dijustifikasi melalui UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya di wilayah laut dan hubungannya maka seyogyanya penataan ruang wilayah laut pada pulau-pulau keci dan terpencil, mesti diatur secara spesifik dan diletakan pada aspek kekhususan teritorialnya dan karateristik kewilayaannya.
Penetapan dan Pengaturan Tata Ruang Wilayah laut
Kalimantan Timur, sampai 5 (lima) tahun ini, belum ada revisi RTRW Propinsi. Sehingga dalam penataan tata ruang wilayah laut untuk pulau-pulau terkecil juga belum jelas penataan ruangnya. Dalam kerangka konsep hukum yang menjadi dasar filosofi pengaturan dan tata ruang wilayah laut pada provinsi kepulauan ( propinsi yang mempunyai pulau- yang tersebar dan pulau-pulau terpencil) beranjak dari pendekatan rasionallitas untuk merefleksikan suatu hubungan yang dialogikal. Artinya berupaya merumuskan argumen – argumen untuk memperoleh pengkajian secara normatif dari aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi. Penataan dan pengaturan tata ruang wilayah laut berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 UU No. 32 Tahun 2004 , jika dikaji lebih dalam banyak merugian bagi provinsi kepulauan.
Lebih lanjut Pasal 18 UU No. 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa;
(1). Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut ;
(2). Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;
b. Pengaturanadministratif;
c. pengaturan tata ruang; d.penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;
d. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan f.ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
(4) Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.
Selama ini dalam penataan dan pengaturan tata ruang wilayah laut berhubungan dengan rumusan Bab IV Bab VI UUD 1945 yankni mengenai prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah yang mengatur mengenai pembagian daerah yang bersifat hirarkis (ayat 1); prinsip otonomi dan tugas pembantuan (ayat 2); prinsip demokrasi (ayat 3 dan 4); dan prinsip otonomi seluas-luasnya (ayat 5). Selanjutnya, dari aspek aksiologi maka rujukannya adalah pada rumusan pasal 18A dan Pasal 18B UUD 1945 yang didalamnya mengatur kewenangan pemanfatan sumber daya laut yang merupakan kewenangan daerah serta pengakuan terhadap karateristik kewilayaan.
Dengan demikian konsep penataan dan pengaturan tata ruang wilayah laut dalam realitas empiris didasarkan pada Pertama, bahawa karateristik wilayah pada provinsi kepulauan mengharuskan adanya pengaturan yang khusus dalam proses penyelenggaraan pemerintahan didaerah; Kedua, konsep pembangunan yang berorintasi pada wilayah daratan dan cendrung mengabaikan aspek rentang kendali pada wilayah provinsi kepulauan mengakibatkan terjadinya berbagai tindak kejahatan dan mengarah kepada ancaman disitegrasi bangsa dan; Ketiga, ketidakadilan dalam proses pembangunan mengakibatkan terjadinya kesenjangan ekonomi yang berakibat pada kapasitas pembiayaan pembangunan daerah di provinsi kepulauan (Shelok; 2008).
Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.