Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat di Kaltim

Dalam Konsitusi kita yang tertuang pada UUD 1945 Pasal 28 H Ayat 1, menyebutkan bahwa,”“Setiap orang berhak hidup sejahterah lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak mendapatkan pelayanan kesehatan”. Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, juga ditegaskan dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ( UUPPLH).
Di UUPPLH, makna atas jaminan lingkungan hidup yang baik dan sehat bagai warga Negara, terlihat pada landasan filosofinya. Di sebutkan bahwa lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pasal 28 H UUD 1945. Dengan demikian pengakuan hak atas lingkungan yang baik dan sehat sebagai hak asasi setiap warga Negara di Indonesia dan hak konstitusional bagi setiap warga Negara. Oleh karena itu Negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.

Penempatan Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat mempunyai arti penting dan hakaki sebagai hak warga Negara, dalam hal ini Negara sebagai penguasa harus menjamin dan melindungi hak warga atas lingkungan . Jika kaji lebih didalam undang-undang lingkungan yang lama yakni UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH), ini jelas membedakan kedudukan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, dimana diatur pada Pasal 5 ayat 1 UU No.23 Tahun 1997, menyebutkan bahwa “Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”. Sedangkan UUPPLH lebih menempatkan hak atas lingkungan yang baik dan sehat pada filosofi dari dasar pembentukan perubahan undang-undang lingkungan hidup yang baru. Disini hak atas lingkungan yang baik dan sehat ditempatkan pada posisi paling tinggi sebagai hak dasar warga yang dijamin oleh Negara. Perbedaan lain yang mendasar atas UU No.23 Tahun 1997 dengan UU No.32 Tahun 2009, yakni penguatan yang terdapat dalam UU PPLH tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrument pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangnya dan penegakan hokum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan.
Hak atas lingkungan yang baik dan sehat, sebagai hak subyektif seperti dikemukakan Heinhard Steiger C.S, bahwa Hak subyektif (Subjective rights) adalah bentuk yang paling luas dari perlindungan seseorang. Sehingga dalam hal ini hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik , sebagai hak dasar seseorang yang harus dilindungi untuk mendapatkan lingkungan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lainnya yang terhindar dari pencemaran dan perusakan lingkungan secara sehat dan baik.
Oleh karena itu hak atas lingkungan sehat dan baik sebagaimana tertera dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kewajiban untuk melindungi lingkungan hidup. Ini berarti bahwa lingkungan hidup dengan sumber-sumber dayanya adalah kekayaan bersama yang dapat digunakan setiap orang, yang harus dijaga untuk kepentingan masyarakat dan untuk generasi-generasi mendatang. Perlindungan lingkungan hidup dan sumber daya alamnya. Dengan demikian mempunyai tujuan ganda, yaitu memenuhi kepentingan masyarakat secara keseluruhannya dan memenuhi kepentingan individu-individu.

Sejarah Hak Atas Lingkungan Yang Baik dan Sehat
Awal hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat telah pula dituangkan dalam Pasal 28 piagam hak asasi manusia sebagai bagian tak terpisahkan dari ketetapan MPR RI no. XVII/MPR/1998 tentang hak asasi manusia yang menyatakan : “setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”. Selanjutnya pada tanggal 18 agustus 2000 perubahan kedua UUD 1945 merumuskan hak termaksud dalam pasal 28 H ayat (1) menyatakan : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Pada tahun 1999 keluarlah undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia yang dalam pasal 9 ayat (3) menegaskan : “setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”. Hal ini juga dituangkan dalam pasal 5 ayat 1 UU No.23 Tahun 1997 dan lebih diperdalam pemaknaan pada landasan filosofi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat pada UU No.32 Tahun 2009.
Pengakuan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dinegara kita tidak lepas dari pengaruh internasional sebagai bagian dari Negara didunia. Secara internasional hak asasi lingkungan terdapat dalam prinsip ke-1 Deklarasi Stockholm yang berbunyi :
“Man has the fundamental right to freedom, equality and adequate conditions of ufe, in an environment of a quality that permits a ufe of digrity and well being any has bears a solemn responsibility to protect and improve the environment for present and future generations ….”
Walaupun Deklarasi Stockholm tidak mempunyai kekuatan hukum, namun konferensi stockholm mempunyai arti penting terhadap lahirnya ,hak atas lingkungan. Kemudian juga permasalahan lingkungan, politik dan hukum lingkungan di tempatkan pada tingkat yang berbeda dari waktu sebelumnya. Pada bulan juni 1986, “exports group on environmental law of the world commision on environment and development”, yang diketuai oleh R.D. Munto sepakat untuk menerima “environmental protection and sustainable development, legal principles and recommendations”. Yang kemudian dipublikasikan pada tahun 1987. prinsip-prinsip hukum lingkungan dan rekomendasi para pakar hukum lingkungan WCED tersebut sangat penting dan perlu dituangkan dalam peraturan perundang-undangan lingkungan nasional agar mempunyai kekuatan mengikat. Article 1 dari kesepakatan tersebut berbunyi : “All human being have the fundamental right to an environment adequate fortheir health and well-being”. Rumusan ini sedikit berbeda dari pasal 5 ayat (1) UULH – UUPLH.
Hak atas lingkungan hidup yang baik san sehat dalam UULH – UUPLH masih perlu dijabarkan lebih lanjut, terutama masalah tata laksana hukum yang dikandungnya serta perlindungan hukum yang dijaminnya.Hal ini berbeda dengan yang ada di Belanda, het recht opeen good en schoon millen yang diformulasikan dalam bentuk hak asasi sosial, yaitu sebagai kewajiban pengelolaan perumusan hak atas lingkungan lebih jelas, tetapi penetapannya setingkat lebih rendah, yaitu dalam “piagam hak asasi manusia”. Undang-undang dan formulasinya berbentuk hak asasi klasik. Prinsip 3 Deklarasi Rio (1992) mengenai “hak terhadap pembangunan” (the right to development) yang terkait dengan prinsip 1.
Dalam hubungannya dengan hak-hak perseorangan steiger mengemukakan bahwa “the sub sective right aredivided into two groups according to their legal guarantee, the fondamental rights at the constitutional level and the ordinary legislation”. Dengan demikian, penuangan hak perseorangan berupa hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak merupakan hak asasi pada tingkat undang-undang dasar, tapi hak biasa pada tingkat undang-undang.
Hak atas Lingkungan yang Baik dan Sehat di Kaltim
Kalimantan timur dengan kekayaan yang berlimbah baik berupa minyak, tambang, hutan, dan kekayaan dilaut. Usaha pemanfaatan sumber daya alam untuk melakukan eksloitasi untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Yang sekarang diKaltim ekspoitasi tanpa batas akan sumber daya alam, pada tahap yang mengkwatirkan, dan justru berbahaya bagi lingkungan. Sebagai contoh hutan yang lebat, sudah mulai gundul, semua telah dibabat habis. Era hutan berhenti sekarang diganti era tambang batu bara atau emas hitam, perkebunan, perumahaan.
Akibatnya tanpa tata kelola lingkungan hidup dan RTRW kaltim yang tidak perubahan sampai sekarang menyebabkan masyarakat menanggung dampaknya. Sekarang kota samarinda hujan sedikit banjir dimana-mana, terjadi longsor, pencemaran dilingkungan perumahan, karena dibuka kuasa pertambangan diareal tersebut, pencemaran sungai dan sebagainya. Ini contoh nyata kegagalan dalam mengelola tata kota di Kaltim. Masyarakat yang secara nyata dijamin hak untuk memperoleh hak atas lingkungan yang baik dan sehat, banyak terabaikan. Penderitaan akibat banjir, setiap saat tidak ada upaya yang kongkrit. Upaya menuntut hak perseorangan warga, dalam hal ini bentuk perlindungan yang paling ekstansif, karena UUPLH dan UU PPLH, menyediakan landasan terhadap gugatan hukum bagi individu untuk mewujudkan kepentingannya terhadap lingkungan yang baik dan sehat.dilaksanakan melalui prosedur peradilan. Hal yang dilakukan warga Kaltim untuk melakukan gugatan terhadap masalah banjir disamarinda, dengan melakukan upaya hokum kepengadilan lewat class action, namun usaha ini gagal.
Dengan demikian jaminan dalam kontek pengakuan akan hak atas lingkungan yang baik dan sehat,, sangat jauh dari kenyataan. Pemerintah daerah tidak memberi perlindungan yang memadai terhadap kepentingan warga masyarakat. Kegagalan pembangunan yang begitu cepat dalam memacu kota agar cepat berkembang di Kaltim tidak diimbangi dengan RTRW yang jelas, sehingga pada akhirnya tidak sesuai dengan kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Yang ada hanya mengejar kepentingan sesaat ya. Mengobrol sumber daya alam dengan memberi ijin tanpa batas, baik berupa ijin kuasa pertambangan, pekebunan, industry, dan perumahan tanpa melihat akibat lingkungan. Disini jelas kepentingan pemerintah daerah yang seyognya melindungi, menjamin hak warga atas lingkungan yang baik dan sehat, malah membuat sengsara warganya.
Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrument pengawasan dan perijinan didaerah. Dalam hal pencemaraan dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hokum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pelaku dan aparatur pemerintah didaerah yang melakukan kebijakaan yang salah selama ini. Kemudian perlu adanya sosialisasi UU No.32 Tahun 2009, ditingkat daerah, khususnya jaminan terhadap warga atas hak lingkungan yang baik dan sehat bagi pengambil kebijakan didaerah.
Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.