Environmental Accounting

Dalam teori sumber daya alam, diketahui bahwa adanya manfaat non ekonomi yang menjadi potensi sumber pendapatan dimasa yang akan datang (Bebjo Santosa:2008). Ini berhubungan dengan potensi sumber pendapatan yang hilang akibat faktor alam maupun faktor manusia, misalnya erosi atau kegiatan illegal. Potensi manfaat sumber daya alam yang belum terhitung maupun yang hilang tersebut, akan menjadi sumber kebocoran pendapatan wilayah. 
Demikian pula termasuk sektor kehutanan, yang banyak mengalami kebocoran . Misalnya dalam kontek malpraktek seperti perambahan hutan dan pembalakan liar, perdagangan kayu illegal. Hilangnya manfaat hutan akibat erosi yang mendorong terjadinya destorsi fungsi hutan, baik secara ekonomi dan ekologi.
Sumber daya alam berupa hutan, yang rusak akibat ulah manusia yang salah dalam tata kelola sector ini, berakibat tidak hanya pada masyarakat setempat, bangsa dan Negara. Namun juga berakibat pada generasi yang akan datang. Ini penting dalam rangka memaknai bahwa SDA berupa hutan , itu sebagai titipan Tuhan kepada kita makhluk hidup sekarang. Karenanya nilai-nilai penghargaan dan menjaga dari kerusakan penting demi keberlangsungan hutan .
Menurut Pearce, manfaat multiguna hutan tercermin oleh nilai ekonomi sumber daya hutan yang berupa nilia atas dasar penggunaan (use value) dan nilai yang terkandung didalamnya (non use value). Nilai atas dasar penggunaan menunjuhkan kemampuan hutan apabila digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Sedangkan nilai yang terkandung didalam hutan adalah nilai yang melekat pada keberadaan hutan itu sendiri, misalnya pengatur cuaca, pengatur tata air, penghasil udara bersih, penyerap pencemaran udara dan sebagainya. Oleh karena itu dengan environmental accounting harus digunakan dalam perumusan kebijakan-kebijakan pembangunan.
Pengertian environmental accounting adalah asset fisik yang menyangkut semua hal yang berharga, tidak hanya modal-modal manufaktur (mesin, pabrik, jalan-jalan), namun juga modal manusia ( pengetahuan, keterampilan dan pengalaman). Seperti hutan, kualitas tanah, lingkungan hijau dan sebagainya.
Adanya kebocoran pada sector kehutanan, harus ada hitungan yang kongkrit terhadap nilai dari lingkungan yang rusak. Environmental accounting ini sebagai metode yang dapat digunakan untuk menghitung kerugian yang terjadi akibat permasalahan tersebut. Model input-output dan system neraca social ekonomi, akan dapat diketahui jumlah dan dampak manfaat ekonomi sector kehutanan secara keseluruhan.
Dengan demikian pembangunan berkelanjutan yang jadi pilar dari azas dari pada UU No. 41 tahun 1999 jo UU No.19 Tahun 2004 tentang Pokok-pokok Kehutanan, harus terus dijaga demi kelangsungan sumber daya hutan kedepan. Hal ini juga didukung dengan adanya UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Bagaimana menghitung environmental accouting ini terhadap kerusakan hutan, berpedoman pada salah satu sasaran pembangunan yakni Produk Domistic Bruto (PDB). Atas dasar PDB kemudian dikoreksi menjadi net PDB yang tidak lain adalah PDB hijau (Green PDB) yaitu jumlah total yang dapat dikonsumsi tanpa mengikis stok modal (Pearce and Warford, 1993).
Kedepan dengan penggunakan environmental accouting, minimal kita dapat mengetahui berapa besar resiko akibat kerusakan ilngkungan, dalam ha ini sector kehutanan, sehingga bangsa ini dapat menghargai nilai dari hutan, dan pemerintah lebih bijak membuat aturan.
Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.