Kabupaten Kutai Kertangera (Kukar) merupakan salah satu Kabupaten penghasil batubara terbesar setelah KPC Sangata Kabupaten Kutai Timur. Kukar juga pernah menjadi salah satu Kabupaten terkaya di Indonesia dengan jumlah APBD tahun 2006 sebesar (3,7 Trilyun), namun ironis dengan jumlah penduduk termiskin terbesar diKaltim.
Kekayaan Kabupaten Kukar sangat melimpah, yang berupa potensi minya dan gas, batubara, emas, dan tambangan golongan C. Dengan kekayaan itu Pemerintah berusaha untuk mendapat pemasukan dari sumber daya alam yang dimiliki dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yakni dengan mengeluarkan Perda No.2 Tahun 2001 tentang Ijin Usaha Pertambangan Umum di daerah. Perda ini mengatur secara khusus tentang tata cara pelaksanaan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan pertambangan umum (pertambangan batubara termasuk didalamnya).
Perda ini dipersoalkan oleh Pemerintah pusat, karena dianggap melakukan pungutan ganda. Hal ini merunjuk Pasal 21 ayat (6) Perda No.2 Tahun 2001, menyebutkan bahwa mewajibkan perusahaan tambang untuk menyetor ke Pemerintah Daerah U$$ 0,05 perton dari hasil produksi sebagai pajak pembangunan daerah. Dalam prakteknya mengalami kesulitan dilapangan, dan termasuk yang membebani pengusaha karena setiap pertambangan batubara masih harus membayar royaltinya berdasarkan ketentuan Kepres No.75 Tahun 1996 tentang Perjanjian karya Pengusahaan Pertambangan Batubara. Perda ini tetap dijalankan oleh Pemerintah daerah Kukar dalam usaha untuk mendapat pemasukan PAD untuk mendanai proyek-proyek pembangunan yang sedang dilakukan.
Implikasi Perda No.2 Tahun 2001 tersebut, Kabupaten Kukar telah mengeluarkan ijin pertambangan batubara pada tahun 2002, berupa Surat Keterangan Ijin Pertambangan (SKIP) sebanyak 21 ijin, Ijin Usaha Pertambangan Kuasa Pertambang Penyelidikan Umum (IUP KP PU) 8, Ijin eksploitasi, dan 3 ijin dalam bentuk IUP KP pengangkutan dan perjualan. Sedangkan penerimaa pajaknya sebanyak 988.158.641,25 (Jurnal Ilmiah Mahakam: 2008). Banyaknya modal ijin dari pertambangan tersebut menyebabkan terjadinya tumpang tindih lahan, sehingga Keluar SK Bupati Kutai Kertanegara Nomor 180.18/HK-251/2001, yang mensyaratkann bahwa IUP kuasa pertambangan penyelidikan umum hanya boleh dilaksanakan sepanjangn tidak terjadi tumpang tindih kepentingan atas lahan tersebut. Namun persoalan Ijin atas lahan untuk pertambangan tidak lebih baik penyelesainya dalam prakteknya, ujung-ujungnya masyarakat yang merasakan akibatnya.
Akibat lain yakni Kabupaten Kukar sebagai daerah kabupaten yang sudah dikepung pertambangan batubara untuk menuju kekotanya. Sehingga kelihatan pemandangan miris disisi jalan terjadi kubangan, tebangan bukit, hutan, pengerukan yang sangat dekat dengan akses jalan umum dan rumah penduduk.
Banyak kawasan hutan yang sudah menjadi lubang-lubang raksasa akibat tambang tanpa reklamasi. Hal yang ironis adalah lahan tramigrasi yang telah berhasil dan menghasil padi terbesar diKaltim, juga dijadikan pertambangan batubara. Sedih rasanya melihat hambaran padi yang terlihat pada musim panen, sekarang tinggal ilang dan danau yang tidak berfungsi. Jerih payah orang-orang tranmigrasi yang telah berhasil membuka hutan dan dijadikan lahan pertanian seakan hilang, dengan adanya pertambangan.
Seharusnya ada upaya perlindungan bagi warga untuk dijamin haknya seperti diamanatkan dalam Pasal 28H UUD 1945 untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat. Juga adanya partisipatif setiap anggota masyarakat untuk didorong berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Andai pemerintah lebih bijak melihat alam yang berupa lahan pertanian yang subur itu tidak diganggu gugat untuk tambang, mungkin kita tidak akan mengimpor besar dari Sulawesi. Dua sisi mata uang yang membuat penguasa kadang lupa, bahwa alam yang kaya itu bukan untuk ekspoiltasi tanpa batas, tetapi untuk anak cucu kita kelak. Sudah saatnya pengambil kebijakan di daerah Kukar untuk mempertimbangkan lingkungan hidup bukan pertumbuhan ekonomi atas nama Pendapatan Asli Daerah, yang ujung-ujung pejabatnya masuk hotel predeo.
Upaya yang bisa dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Kukar untuk memperbaiki lingkungan hidup akibat tambang adalah dengan menggunakan hak gugat pemerintah daerah seperti yang ada dalam Pasal 90 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lindungan Hidup:
(1) Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggujawab dibidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan gani rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih dengan Peraturan Menteri.
Kedepan tinggal bagaimana Pemerintah daerah mau berubah dan merubah pola pikir untuk untuk memperbaikan lingkungan hidup yang lebih baik kedepan di Kukar dan segera dibentuk Peraturan Menteri . Stop pertambangan di Kukar.
Sumber: gagasanhukum.wordpress.com
Tentang Saya

Dr. Siti Kotijah, S.H, M.H.
Lecturer in Mulawarman University,
Law Faculty
Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca Tambang Kalimantan Timur