Protokol Kyoto

Barry Commoner dalam buku the Closing Circle, membuat suatu analisi lingkungan, everything is connected else the first law of ecolocgy. Pada intinya bahwa ilmu ekologi telah menampakan dengan nyata intraksi komplek yang tidak terbayangkan dan terwakili sebelumnya antara kekuatan-kekuatan alam (dan kekuatan-kekuatan industri) baik dalam skala kecil maupun dalam system global.

Disisi lain perubahan iklim adalah sebuah sistem hujan, panas, dingin, lembab, kering, dan perasaan lain yang sering kita rasakan adalah hasil intraksi yang ada dalam system tersebut. Ada banyak komponen yang terlibat dalam intraksi antara lain atmosfer, hifrosfer, crifosfer, permukaaan tanah dan biosfer. Sistem ini didukung dan dipengaruhi oleh berbagai mekanismme energi dari luar. Energi yang paling penting adalah energi matahari, bahkan satu-satunya energi, dan aktivitas kita sebagai manusia juga dianggap kekuatan dari luar yang masuk kedalam system iklim.(Adi Supardi; 2010)

Bagaimana suatu system itu dapat merubah dunia dengan pemanasan global, maka perlu ada suatu komitmen Negara-negara industry, bahwa mereka akan mengurangi pembebasan gas rumah kaca secara kolektif sebesar 5.2% pada tahun 1990. Hal ini jika tidak terwujud protocol pada tahun 2010, akan naik sampai 26%. Tentu mencemaskan warga dunia, khususnya Indonesia yang rentan bahaya, akibat pemanasan global.

Bahaya pemanasan global, juga telah mengaruhi pola pikir seorang anak terdihadap keberadaan alam, buku yang perna baca terasa memberi realita dan membungkam suatu kegundahan jiwa anak serta menjadi suatu kebijakan dalam melihat alam ini, seperti dikisahkan sebuah Kota kecil di Layton, Ca. Seorang anak dari penduduk pengusaha bidang perkayuan bertanya kepada papanya, “ apakah papanya sudah tidak sayang lagi pada pohon dan tanaman?.

Cetusan rasa ingin tahu, yang terbina lewat membaca buku, tiba-tiba menjadi pertanyaan eksistendi dan dilema moral baginya. Pada akhirnya ayah risau, dari mana anaknya berpikir demikian, dia mencoba menyelidiki buku apa yang membuat anaknya terispirasi. Jawabannya yakni buku “Lorax” karangan Dr. Seuss, dalam buku ini mengisahkan perjuangan dan menyeruhkan pembelaan bagi pohon trufu karena pohon tidak punya lidah,,……dan tanpa lelah dia melawan keluarga Onceler yang menebang pohon trufu sampai habis dan dijadikan baju hindeed, hingga hutan gersang, tandus tanpa tersisa. Buku ini secara moral tentu saja melecehkan profesi orang-orang Layton. Kemudian kita juga akan ingat pada hasil kerja Reachel Carson dalam Silent Spring tentang bahaya insektisida sebagai suatu pemikiran yang pertama kali menyadarkan manusia mengenai lingkungan.

Pada dasarnya tidak ada yang diam di alam semesta, semua bergerak, sebagian bisa kita lihat gerakan dengan kasat mata (seperti pergantian siang dan malam). Beberapa kali terjadi perubahan iklim, dan para ahli sepakat bahwa, perubahan itu disebabkan oleh berbagai factor alam seperti: perubahan yang terjadi diorbit bumi, perubahan intensitas matahari, letusan gunung berapi, perubahan konsentrasi gas rumah kaca secara alami dan perubahan arus dilautan yang terjadi secara alami.

Lahirnya Protokol Kyoto merupakan persetujuan dalam persidangan rangka kerja PBB tentang perubahan iklim (UNFCCC), yang diterima hampir semua Negara perihal pemanasan global. Komitmen yang dibangun adalah mengurangi pembebasan gas karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lain, atau menambah pembebasan gas-gas tersebut, yang menjadi puncak gejala pemanasan global.

Indonesia sebagai bagian negara dunia, telah meratifikasi Protocol Kyoto ini dengan keluarnya UU No.17 Tahun 2004 tentang Pengesahaan Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja PBB).

Makna filosofi pengesahaan Protocol Kyoto bagi Indonesia, bahwa ini sesuai dengan tujuan Nasional RI, yang termaktum dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4. UU No.17 Tahun 2004 berhubungan dengan sebelumnya yakni UU No.6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nation Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang perubahan Iklim) yang mengamanatkan penetapan suatu protocol.

Sebagai Negara kepulauan, Indonesia rentan terhadap dampak perubahan iklim, termasuknya naiknya permukaan laut, dan sebagai Negara dengan hutan terbesar kedua didunia, Indonesia memiliki peranan penting dalam mengaruhi iklim bumi. Ini peranan yang penting dalam mencegah pemanasan global.

Namun upaya pencegahan itu, tidak diimbangi dengan realitas dilapangan, fakta kongkrit bahwa hutan kita akan habis akibat dijarah baik dengan /atau nama ijin atau illegal logging, belum lagi konversi hutan menjadi tambang perkebunan, dan industri. Step by step, pada akhirnya hutan yang lebat sebagai penyimbang dunia akan tinggal cerita yang indah dikenang.

Yang ingin digugat disini, bahwa filosofi di UU ini sendiri telah dicerdai oleh Pemerintah baik pusat dan daerah, pengusaha dan masyarakat . Karena hutan yang kita punyai seharusnya dijaga, dilindungi dan dilestarikan dibabat habis. Makna dari pembuat UU hanya dianggap sekumpulan pernyataan bahwa sebagai warga dunia Indonesia ikut partisipasi. Sanksi apa Negara yang tidak melaksanakan Protocol Kyoto?. Tidak jelas.

Ada beberapa Perundang-undangan yang mendukung proses pelaksanaan Protokol Kyoto antara lain:

1. UU No.11 Tahun 1967 dan diganti UU No.4 Tahun 2009 tentang Minarba;

2. UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;

3. UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang digantai dengan UU No. 7 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

4. UU No. 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nation Framework Convention on Climate Change;

5. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, diganti UU no.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

6. UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo UU No.19 Tahun 2004 tentang Kehutanan.

Tahun 2007, Indonesia menjadi tuan rumah dalam United Nations Climate Change Conference di Pulau Bali dengan menghasilkan Bali Road Map. Kemudian dilanjutankan dengan Copenhagen Accord 18 desember 2009. Semua dalam rangka mencegah bencana pemanasan global.

Kedepan harus ada ketegasan bertindak bijak dalam mengelola sumber daya hutan yang kita punyai, sebagai aset suatu bangsa, dan bagian dari masyarakat dunia. Jangan sampai terulang kisah buku “pohon trufu” menjadi buku sejarah yang tidak boleh diedarkan pada anak didik lagi. Stop illegal logging.

Kotijah

Artikel telah diterbitkan pada ini

Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.