Hutan Indonesia dengan keanekaragaman hayati seluas 120,35 juta ha, dengan kekayaan berupa : 10% tanaman bunga, 12% Mamalia, 18% Aves, dan 17%Amphibi (Wahyu; 2010), sebagai mega biodiversity. Ini merupakan sisi lain dari nilai kekayaan alam berupa mega biodiversity yang tidak bisa dinilai dengan uang. Sedangkan nilai strategis hutan sebagai bagain dari kehidupan antara lain:
a. penyangga kehidupan makhluk hidup (penghasil O2, H2O, dan sumber penghidupan lain;
b. mampu berfungsi ekologi, ekonomi, dan social;
c. mengurangi emsi pemanasan global.
Kaltim, sebagai salah satu propinsi yang mempunyai SDA dan kekayaan keanekaragaman hayati yang melimpah, momentum pada tanggal 22 Mei sebagai hari biodeversitiy. Ini seharusnya menjadi suatu langkah awal yang tepat untuk merenungkan kembali apa yang sudah kita perbuat atas alam ini, terutama keanegaragamanhayati yang kita punya.
Bukan rahasia lagi kita, punya keanekaragaman hayati sudah mulai hilang, menuju kepunahan, seperti : anggrek hitam, orang utan, bekatan, pesut, tergiling, dan sebagainya. Belum bahan-bahan obat-obatan yang banyak dipaten oleh Negara lain. Ini aset SDA yang belum terkelola dengan baik dan nilai guna yang ada belum menyentuh masyarakat sekitar hutan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Ditengah bahaya perubahan iklim berupa turunya produktivitas pangan, terganggunya ketersedian alam, naiknya permukaan laut, tenggelamnya pulau-pulau kecil dan kepunahan keanegaragaman hayati. Kepedulian dan pengelolaan terhadap nilai yang terkandung dalan keaneragaman hayati ini perlu dijaga, dilestarikan dan dimanfaatkan dengan mempertimbangkan aspek daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Selama ini arah kebijakaan yang diambil pemerintah di daerah hanya berpacu pada bagaimana, mengeluarkan ijin untuk membabat hutan, mengeruk emas hitam , dan alih fungsi hutan untuk perkebunan tanpa mempertimbangkan berapa nilai keanegaraman hayati yang hilang dan tidak bisa tergantikan..
Keluarnya UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hiduo, dengan adanya aturan mengenai Kajian Lingkungan Hidup Startegis atau KLSH, adalah serangakian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegarsi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/ atau program (pasal 15-18).
Dipenjelasan pasal 15 ayat 2 huruf b, UU PPLH, dampak dan/ atau resiko lingkungan hidup yang ditimbulkan apabila tidak adanya KSLH antara lain:
a.perubahan iklim;
b.kerusakan kemorosatan,dan/atau kepunahan keanegaragaman hayati;
c.peningkatan intensitas dan cakupan wialyah bencana banjir;
d.penurunan mutu dan kelimpahan SDA;
e.Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan;
f.peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekolompok masyarakat dan/atau;
g.peningkatan resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.
Kedepan perlu ada koordinasi yang jelas antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat, supaya tidak ada tumpang tindih kewenangan, sehingga akan ada kejelasan siapa yang dapat diminta bertanggung jawaan atas kesalahan dalam penanganan kebijakan yang salah terhadap hilang biodiversity. Selamatkan mega biodiversitiy kaltim.
Kotijah
Artikel telah diterbitkan pada ini