Dilema Emas Hitam Kaltim

Arah pembangunan Kaltim saat ini memberi 3 (tiga) prioritas yakni pembangunan infrastruktur, peningkatan sumber daya manusia, dan revitalasasi pertanian dalam arti luas. Semua proses itu dalam rangka untuk menuju rakyat Kaltim yang lebih sejahtera dan berkeadilan.

Kontribusi migas dan batubara pada struktur produk domistik regional bruto (PDRB) Kaltim pada tahun 2010 mencapai 54 persen dengan serapan tenaga kerja 5,6 persen saja.

Sementara sector pertanian memberi kontrubusi hanya 6,4 persen, namun serapan tenaga kerjanya mencapai 44 persen, karenanya revitalisasi pertanian ini harus didukung semua pihak demi mengurangi angka pengangguran dikaltim.

Hal ini perlu mendapat perhatian semua pihak dikaltim dalam upaya mendayagunakan semua potensi SDA yang ada, terutama dalam pengelolan SDA berupa batu bara atau emas hitam. Sudah saatnya emas hitam itu memberi berkah bukan bencana bagi kesejahteraan kaltim kedepan, jangan hanya jadi penonton saja dalam pengelolaan SDA dan menunggu upeti mereka .

Dilihat dari sejarah, SDA kaltim berupa minyak bumi dan gas Kaltim sudah diekspoiltasi sebelum Indonesia sebelum merdeka, kemudian pesta kayu dengan tebang habis dimulai tahun 1970, kemudian pada tahun 2000 dengan pesta emas hitam di bumi etam. Selama 10 tahun terakhir emas hitam telah menjadi tumpuan dan kebanggaan Kaltim, bahkan Kota samarinda telah menjadi kota tambang, hamper semua wilayahnya ada ijin kuasa pertambangan (KP).

Bila dilihat dari aspek ekonomi, batubara hanya menyumbang 22% dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, sepanjang 2009 lalu, komoditas ini memberi Rp 62, 9 triliun dari Rp 281,4 triliun. Untuk tenaga kerja hanya 17,2% (data BPS).

Dengan demikian semua SDA ada dikaltim, dikupas habis sampai perut bumi, namun apa yang kita dapat, masyarakat Kaltim tetap miskin, Masyarakat local dipinggirkan, dan bencana menjadi bagian hidup kita.

Di sisi lain dengan kaya energi yang kita punya tidak serta merta menjamin Kaltim bebas dari pemadaman listik. PLN di Kaltim seperti kata pepata, “hidup segan, mati tak mau. Ironis memang batubara tersedia hampir 115 juta mentrik ton pertahun, tidak satu pun untuk pembangkit PLN Kaltim.

Dari data Distamben Kaltim tahun 2010, diketahui bahwa hampir 80% batu bara diekspor ke Thailand, Jepang, dan Tiongkok. Menurut Direktur PLN Dahlan Iskan, menyebut izin kuasa pertambangan (KP) di Indonesia sudah dikuasai PLN-nya asing, hal ini karena PLN kita tidak memiliki kemampuan “menyogok” dalam perijinan KP. Kalau sudah begini salah siapa ….?

Pada akhirnya SDA yang melimpah hanya tinggal kenangan, dan cerita masa lalu tentang kejayaan, keserakaan manusia terhadap SDA Kaltim.

Kedepan mari masyarkat katim untuk membuat suatu gerakan moritarium tambangan dengan mendesak pengambil kebijakan untuk stop ijin pertambangan…..

Kotijah


Artikel telah diterbitkan pada ini

Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.