Banjir Kap Batubara Kaltim

Hutan adalah sumber hidup dan kehidupan bagi masyarakat. Hutan bagian dari mata pencarian dan sumber untuk mempertahankan hidup. Dikala hutan ditebang terus menerus tanpa ada usaha keberlanjutan untuk menjaga kelestariannya, tentu nilai kehidupan atas hutan semakin hilang, keanekaragaman hayati yang musnah, alam yang tidak bersahabat dan menjadi bencana bagi kita. Sanggupkah kita menerangkan pada anak cucu kita kelak kenapa hutan lebat ini bisa menjadi padang pasir.

Keserakan, kekuasaan, kadang membuat orang tidak bisa berpikir pijak memandang alam. Daya dukung dan daya tampung alam yang ada batas, namun yang ada mengambil tanpa batas.

Kalimantan Timur, merupakan salah propinsi yang menjadi target atas kebijakan ekonomi makro nasional yang dapat diandalkan untuk membiayai pembangunan Indonesia yang laju, setelah Pulau Jawa dan Sumatra habis dikeruk sumber daya alam, yang semua itu hanya dinikmati pemerintah pusat. Sedangkan masyarakat di Kaltim tetaplah miskin, apalagi yang tinggal disekitar hutan, Ironis.

Ekspoiltasi sumber daya alam berupa hutan, sebagai jalan pintas telah dimulai sejak UU No. 5 Tahun 1967 tentang Kehutanan. Penebangan tanpa ampun terhadap hutan alam Kaltim, pada tahun 1962-1982 dengan istilah “banjir kap” yaitu sistem penebangan yang sistematis seluruh wilayah Kaltim, dengan sentra alat transportasi utama Sungai Mahakam sebagai lalu lintas kayu-kayu hutan Kalimantan ini diangkut ke Jawa, Sulawesi, hingga Malayasia, Cina, dan Jepang.

Menginjak tahun 1990, hutan makin habis, industry perkayuan mengalami kebangkuratan dan terjadi PHK besar-besaran. Laju kerusakan hutan di Indonesia sudah dalam tingkat sangat mengkhawatirkan. Dengan penggundulan hutan seluas 2,5 sampai 3,8 juta hektar pertahun diperkirakan pada tahun 2020 pulau Sumatra dan Kalimantan akan kehilangan hutannya. Di Tengarai pada tahun 2013 pulau Jawa akan menjadi “padang pasir” (Suparto Wijoyo; 2005).

Namun ekspoiltasi sumber daya alam Kaltim belum selesai, setelah hutan habis, kini bergeser pertambangan batubara. Sudah ada 33 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang ijinnya dari Pemerintah Pusat dan 1.212 Kuasa Pertambangan (KP) diterbitkan Pemerintah Daerah di Kaltim (Data Dinas Pertambangan Propinsi Kaltim, Maret 2009).

Berlakunya otonomi daerah, menjadi pintu awal dimulainya suatu usaha untuk meningkatkan kesejahtaraan daerah atas nama rakyat dengan mengluarkan ijin-ijin KP oleh pajabat local setempat. Korporasi local dan internasional telah mengkapling tanah-tanah, hutan, untuk usaha pertambangan. Sebagai perbandingan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Propinsip Kaltim tahun 2005-2025, disebutkan percadangan lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura seluas 2,49 juta hektar. Justru 3,12 juta hektar lahan dirubah menjadi konsesi tambang dengan perijinan KP. Ini hampir sama luasnya dengan Kalimantan Selatan.

Ini kebijakan daerah yang benar-benar berbahaya bagai masa depan dan lingkungan hidup. Diobaralnya ijin-ijin KP, telah menjadikan Kaltim era “banjir kap batubara” sekarang ini,.

Kedepan hidup dan kehidupan masyarakat kita, seakan sudah ditentukan dengan bahaya yang menakutkan, masihkah kita bisa bermimpi tentang indahnya negeriku Kaltim. Stop ijin pertambangan.

Kotijah


Artikel sudah diterbitkan pada ini

Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.