Nasib Hutan di Bukit Soeharto

Kehijauan alam yang berupa hutan merupakan sumber kehidupan dan ilmu pengetahuan . Tuhan telah melukiskan dengan indah hutan dibumi etam Kaltim, Namun berlahan-lahan dan pasti proses kehancuran hutan dimulia, dari illegal logging, illegal maning, dan alih fungsi hutan untuk perkebunan, keserakan manusia akan harta dan kekuasaan menjadi hutan paling diburu dan dihancurkan, tidak terkecuali di hutan pendidikan pendidikan Bukit Soeharto (HPPBS) Unmul.

Bukit Soeharto atau yang dikenal dengan Taman Hutan Raya (Tahura) adalah salah satu hutan hujan tropis daratan rendah yang paling dekat dengan kota Samarinda dan Balipapan. Sampai tahun 1970 Tahura merupakan areal hutan konsesi sebelum statusnya menjadi hutan lindung pada tahun 1982 berdasarkan SK Menteri Pertanian No.318/Kpts/Um/II/1982 tentang Penunjukan Hutan Lindung Bukit Soeharto, seluas 27.00 ha. Pada tahun 1982/1983 hutan ini terbakar secara sporadis dan setelah itu frekuensi titik api lebih tidak merata. Tercatat api selama beberapa tahun selalu membakar kawasan ini, antara lain, 1990, 1991, 1992, 1994, kemudian tahun 1997/1998 dan tahun 2009.

Unmul memperoleh Hutan Pendidikan Di Tahura pada tahun 1997 berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.2/Menhut-VII/1997 tentang Ijin Prinsip Pengelolaan Kawasan seluas 20.271 ha oleh Universitas Muawarman. Pada penataan batas dan pemetaan diperoleh data bahwa HPPBS seluas 20.405,70 ha.

Akibat kebakaran hutan yang parah di Tahura, pada tahun 1997/998, Guburnur Kaltim mengusulkan agar kawasan bukit soeharto ditata ulang, kemudian tahun 2004, Menteri Kehutanan mengeluarkan SK. No. 160/MENHUT/II/2004 tentang Penetapan salah satu kawasan di hutan wisata bukit soeharto seluas 20.271 ha . Pada pasal 4 Sk Menhut tersebut, kawasan ini mempunyai tujuan khusus sebagai hutan penelitian dan pendidikan Universitas Mulawarman. Dengan SK Menhut, unmul ditetapkan sebagai pengelola, Namun dalam perkembangannya Unmul dalam kewenangan sebagai pengelola dibatasi.

Pertama hal ini berhubungan dengan kawasan HPPBS Unmul yang mempunyai potensi emas hitam dengan kualitas yang sangat bagus. Kedua pemerintah telah mengambil alih persoalan yang ada oleh Pusat Pembangunan dan Pengendalian Hutan Regional (Pusdalreg) Wilayah III. Dari rekomendasi Pusdalreg Wilayah III memerintahkan kepada Dinas Kehutanan melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Pembinaan dan Pelestarian Alam (UPTD PPA) untuk membentuk Badan Pengelola Tahura. Ini bertentangan dengan SK Menteri No.419/Menhut-II/2004 tentang Alih Fungsi Taman Wisata Alam (TWA) menjadi Tahura Bukit Soeharto seluas 62.850 ha. Seharusnya Dinas kehutanan propinsi Kaltim yang secara otomatis bertanggujawab terhadap kawasan tersebut.

Unmul sebagai pengelola HPPBS, cakupannya cukup luas, sebagai contoh Negara Jepang dalam pengelolaanya hutan itu mulai perencanaan, pengawasan dan evaluasi. Di sini unmul hanya menjaga hutan dari penebangan liar (illegal logging) atau illegal Maning, perambahan penduduk, aktivitas pertanian dan lain-lain yang dapat mengancam kelestarian hutan.

Di dalam HPPBS Unmul sekarang penuh pembangunann tower listrik dan telekomunikasi tanpa ijin, banyak jalan-jalan transportasi untuk pengangkutan hasil tambang di dalam hutan yang mendapat ijin dari Pemerintah Pusat, dan sepanjang jalan Samarinda Balipapan tumbuhnya warung-warung liar makin banyak. Yang menyedihkan sampai ada upaya membakar hutan, untuk mendirikan warung, dan terakhir adanya beberapa ijin kuasa pertambangan illegal di kawasan HPPBS dengan menggunakan peta yang salah dari lampiran SK Menteri No.270/Ktps-II/1991.

Ke depan Unmul sebagai pengelola HPPBS lebih tegas untuk meminta kepada Menteri kehutanan terhadap status kawasan yang diperoleh.


Kotijah


Artikel telah diterbitkan pada ini

Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.