Di Kalimantan Timur, permasalahan perlindungan dan lingkungan hidup seolah-olah dibiarkan berjalan ditempat, tanpa upaya yang jelas, kampaye, program sudah direncanankan seperti Kaltim Hijau , namun hanya dalam pada tataran konsep dan wacana. Disisi lain intensitas ijin-ijin baru kuasa pertambangan dan ijin perkebunan itu sendiri menjadi prioritas dalam membangun Kaltim kedepan.
Tidak kecil jumlah masyarakat sekitar yang menjadi korban atau mengalami kerugian yang justru terpaksa harus ditanggung oleh mereka tanpa ada kompensasi yang sebanding. Contoh di kota Samarinda, sumur-sumbur menganga bekas tambang tanpa adanya reklamasi di Sebulu, limbah-limbah tambang yang mencemari sumur mereka di desa Makoman Samarinda, Hutan pendidikan dan penelitian unmul dijarah terus menerus dan terakhir Dekan Pertanian Unmul yang dijadikan tersangka untuk kasus illegal maning di green house unmul.
Walaupun proses pencemaran dan perusakan lingkungan hidup tetap terus berjalan dan kerugian yang ditimbulkan harus ditanggung banyak pihak, tetapi solusinya yang tetap, tetap belum bisa ditemukan. Adanya perangkat baru Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup, seyognya daerah dengan semangat otonomi daerah dalam penyelenggaran pemerintahan lebih mengedepenkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai hak asasi setiap warga Negara.
Daya dukung dan daya tampung lingkungan menjadi dasar membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) di daerah. Dalam pasal 5 ayat 2 UU No.32 Tahun 2009,dikemukakan bahwa,” pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kedalam penyusunan atau evaluasi:
a) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, propinsi, dan kabupapen/kota ; dan
b) Kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan hidup.
Dengan demikian daerah dalam pembangunan harus mengintragrasikan dalam satu kesatuhan yang tidak bisa terpisahkan dengan lingkungan hidup.
Kesejangan yang tetap terpelihara antara masyarakat dengan pemerintah, membuat pola-pola kemiskinan semakin sulit untuk diangkat, disisi lain pola-pola pengusuran, pengusiran masyarakat untuk memmudahkan proses investasi terus dilakukan. Pada akhirnya lingkungan yang jadi korban dari keserakan, kekuasaan, dan kemiskinan yang tersistim. Pola-pola di atas kedepan harus dibuat suatu komitmen yang jelas didaerah untuk menciptakan suatu iklim investasi dan pembangunan yang dilakukan dengan tetap pada berpegang pada daya dakung lingkungan yang ada di Kaltim. Pemerintah harus bijak, terstruktur, terpadu dan terintragrasi dalam mewujudkan suatu slogan menuju Kaltim hijau.
Ke depan kita berharap pada Guburnur Awang Faruk untuk membuat terobosan yang berani demi anak cucu kita dengan berani melakukan kebijakan moratorium logging dan moratorium tambang.. jangan hanya berani cuma slogan!
Kotijah
Artikel telah diterbitkan pada ini
