Dalam rangka memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan kawasan hutan bagi kesejahteraan masyarakat, maka pada prinsipnya tata kelola pada hutan dan kawasan hutan tetap memperhatikan sifat, karekteristik, dan kerentananya serta tidak mengubah fungsi pokok hutan.
Kawasan hutan di Kaltim memiliki luas 14.651.553 ha atau + 70,22% dari luas daratan dengan sebagaian besar masyarakat berada disekitar hutan yang secara turun temurun hidupnya telah berintraksi dengan hutan. Untuk Pengelolaan hutan selama ini, yang menjadi masalah di kaltim, kebanyakan pengelolaan hutan telah menjadi monopoli pemerintah dengan lebih mengutamakan sistem Hak Pengusahaan Hutan ( HPH) atau Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK).
Sedangkan masyarakat yang hidup dan sekitar hutan semakin sempit ruang hidup dan lapangan usahanya. Ironis memang hutan tempat mereka hidup, tinggal, mencari makan, dan sebagainya yang bersifat turun temurun seakan jauh untuk digapai dalam memenuhi hidup yang layak. Oleh karena itu hutan kemasyarakat merupakan solusi dalam memperdayakan masyarakat telah memiliki keterikatan yang kuat dengan hutan diwilayah kampung atau wilayah adat mereka secara kultur, sosial maupun ekonomi.
Pasal 1 butir (1) Peraturan Menteri Kehutanan No. P.37/MENHUT-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakat jo Peraturan Menteri Kehutanan No. P.18/MENHUT-II/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan No. P.37/MENHUT-II/2007, bahwa hutan kemasyarakatan adalah hutan Negara yang pemanfaatan utamanya ditujuhkan untuk memperdayakan masyarakat setempat. Dengan tujuan untuk mengembangkan kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan secara lestari guna menyamin ketersedian lapangan kerja bagi masyarakat setempat untuk memcahkan persoalan ekonomi dan social yang terjadi dimasyarakat..
Menurut pasal 6, bahwa kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi. Kawasan yang dimaksud dengan ketentuan:
a. Belum dibebani hak atau izin dalam pemanfaatan hutan; dan
b. Menjadi sumber mata pencarian masyarakat setempat.
Dengan demikian kawasan hutan lindung dan hutan produksi dapat dimanfaatkan asal belum ada izin dan sebagai sumber pencarian masyarakat akan melakukan pengelolaan hutan secara adil, dan lestari.
Dari data dari Dinas Kehutanan Propinsi Kaltim, hutan lindung ada 2.751.702 ha, hutan produksi terbatas 4.612.965, dan hutan peoduksi tetap 14,651.553. Di dalamnya kawasan hutan produksi telah diberikan izin usaha berupa IUPHHK hutan alam jumlah 75 unit dengan luas 6.300.220 ha dan IUPHHK hutan tanaman 35 unit dengan luas 1.447.412.ha. Untuk tahun 2008 IUPHHK yang dalam proses permohonan izin ada 868.871 ha.
Peraturan Menteri kehutanan ini, kelemahannya ada pada pasal 20 ayat (2) yakni: IUPHKm diberikan untuk jangka waktu 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi setiap 5 (lima) tahun. Ini berarti ijin akan sangat dilama, kenyataan dilapangan masyarakat yang memegang izin tersebut bisa menjual belikan atau memindahtangankan izin itu pada orang lain. Hal ini yang tidak dengan tegas diatur jika terjadi kasus di atas.
Kedepan kelemahan di permenhut tersebut perlu dikaji secara mendalam, karena suatu izin yang sudah ada dan berada ditangan yang salah, maka nasib hutan dapat diprediksi hutan akan makin hancur dan tujuan mulia tentang hutan kemasyarakatan tinggal mimpi.
Kotijah
Artikel ini sudah diterbitkan pada ini