Hutan Kemasyarakatan

Sejalan dengan adanya UU No 32 Tahun 2004 jo UU No.8 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Dearah, Pemerintah Daerah melaksanakan berbagai pengurusan hutan negara dan hutan hak yang bersifat operasional. Sedangkan pengurusan hutan yang bersifat nasional atau makro, wewenang pengaturanya dilakukan Pemerintah Pusat.

Mengantasipasi perkembangan aspirasi masyarakat, dalam pemanfaatan hutan, pada pasal UU No.41 Tahun 1999 UU No.19 Tahun 2004 tentang Kehutanan, mengenai status dan fungsi hutan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu hutan Negara dan hutan hak. Hutan Negara ialah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak-hak atas tanah menurut UU No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria, termasuk didalamnya hutan-hutan yang sebelumnya dikuasai masyarakat hukum adat yang disebut hutan ulayat, hutan marga atau sebutan lainnya. Semua itu dalam kerangka hak menguasai Negara dan mengurus oleh Negara sebagai dari prinsip NKRI.

Dilihat dari sisi fungsi produksinya, keperpihakan kepada rakyat banyak, merupakan kunci keberhasilan dari pengelolaan hutan, karenanya praktek-praktek pengelolahan hutan memperhatikan hak dan melibatkan masyarakat sekitar hutan. Hal ini untuk meminimalkan kasus-kasus seperti penyulupan kayu, illegal logging, ladang berpindah, dan dalam rangka pengawasan terhadap terjadinya kerusakan hutan .

Untuk mewujudkan itu, hutan kemasyarakat dikembangkan dengan pemberdayakan masyarakat setempat dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal, adil melalui skses dalam rangka peningkatan kesejahteran masyarakat sekitar hutan. Adanya hutan kemasyarakatan merupakan amanat dari Pasal 93 ayat 9 (2), Pasal 94 ayat (3), Pasal 95 ayat (2), pasal 96 ayat (8), dan Pasal 98 ayat (3) PP No.6 Tahun 2007 jo PP No.3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan.

Menurut pasal 1 Peraturan Menteri Kehutaan No.P.37/Menhut-II/007 tentang Hutan Kemasyarakat, hutan masyarakat adalah hutan Negara yang pemanfaatan utamanya ditujuhkan untuk memberdayakan masyarakat setempat . Dengan areal kerja hutan kemasyarakatan meliputi kawasan hutan lindung yang meliputi kegiatan :

a. pemanfaatan kawasan;

b. pemanfaatan jasa lingkungan; dan

c. pemungutan hasil hutan bukann kayu.

Sedangkan yang kawasan hutan produksi dengan kegiatan antara lain:

a. pemafaataan kawaan;

b. penanaman tanaman hutan berkayu;

c. pemanfaatan jasa lingkungan;

d. pemanfaatan hasil hutan bukan kayu;

e. pemungutan hasil hutan kayu; dan

f. pemungutuan hasil hutan bukan kayu.

Dalam pemberian izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan atau IUPHKm, ini bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan. Dengan demikian seseorang atau badan usaha, koperasi yang mendapat IUPHKm tidak boleh dipindahtangankan, diagunkan atau digunakan untuk kepentingan lain diluar rencana pengelolaan yang telah disahkan , serta dilarang merubah stutus dan fungsi kawasan hutan.

Sedangkan pada Pasal 14 Peraturan Menteri Kehutaan No.P.37/Menhut-II/007 tentang Hutan Kemasyarakat, IUPHKm dapat diberikan kepada kelompok masyarakat setempat yang telah mendapat fasilitas pada kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagaian areal kerja hutan keamsayrakatan dengan surat Keputusan Menteri .

Dengan adanya hutan kemasyarakatan, masyarakat secara hukum terlindungi haknya di daerahnya sendiri dan masyarakat dapat menjaga hutan dari kerusakan hutan. Memperoleh hasil dari pemanfaatan hutan, dapat meningkatkan kesejahteraanya dengan mengelola hutan, yang semua itu untuk mendukung kelestarian dan daya dukungan lingkungan hutan tetap terjaga.

Ke depan Pemerintah lebih sering melakkukan sososilisasi aturan ini kepada masyarakat , khususnya masyarakat sekita hutan.


Kotijah


Artikel telah diterbitkan pada Sejalan dengan adanya UU No 32 Tahun 2004 jo UU No.8 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Dearah, Pemerintah Daerah melaksanakan berbagai pengurusan hutan negara dan hutan hak yang bersifat operasional. Sedangkan pengurusan hutan yang bersifat nasional atau makro, wewenang pengaturanya dilakukan Pemerintah Pusat.

Mengantasipasi perkembangan aspirasi masyarakat, dalam pemanfaatan hutan, pada pasal UU No.41 Tahun 1999 UU No.19 Tahun 2004 tentang Kehutanan, mengenai status dan fungsi hutan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu hutan Negara dan hutan hak. Hutan Negara ialah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak-hak atas tanah menurut UU No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria, termasuk didalamnya hutan-hutan yang sebelumnya dikuasai masyarakat hukum adat yang disebut hutan ulayat, hutan marga atau sebutan lainnya. Semua itu dalam kerangka hak menguasai Negara dan mengurus oleh Negara sebagai dari prinsip NKRI.

Dilihat dari sisi fungsi produksinya, keperpihakan kepada rakyat banyak, merupakan kunci keberhasilan dari pengelolaan hutan, karenanya praktek-praktek pengelolahan hutan memperhatikan hak dan melibatkan masyarakat sekitar hutan. Hal ini untuk meminimalkan kasus-kasus seperti penyulupan kayu, illegal logging, ladang berpindah, dan dalam rangka pengawasan terhadap terjadinya kerusakan hutan .

Untuk mewujudkan itu, hutan kemasyarakat dikembangkan dengan pemberdayakan masyarakat setempat dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal, adil melalui skses dalam rangka peningkatan kesejahteran masyarakat sekitar hutan. Adanya hutan kemasyarakatan merupakan amanat dari Pasal 93 ayat 9 (2), Pasal 94 ayat (3), Pasal 95 ayat (2), pasal 96 ayat (8), dan Pasal 98 ayat (3) PP No.6 Tahun 2007 jo PP No.3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan.

Menurut pasal 1 Peraturan Menteri Kehutaan No.P.37/Menhut-II/007 tentang Hutan Kemasyarakat, hutan masyarakat adalah hutan Negara yang pemanfaatan utamanya ditujuhkan untuk memberdayakan masyarakat setempat . Dengan areal kerja hutan kemasyarakatan meliputi kawasan hutan lindung yang meliputi kegiatan :

a. pemanfaatan kawasan;

b. pemanfaatan jasa lingkungan; dan

c. pemungutan hasil hutan bukann kayu.

Sedangkan yang kawasan hutan produksi dengan kegiatan antara lain:

a. pemafaataan kawaan;

b. penanaman tanaman hutan berkayu;

c. pemanfaatan jasa lingkungan;

d. pemanfaatan hasil hutan bukan kayu;

e. pemungutan hasil hutan kayu; dan

f. pemungutuan hasil hutan bukan kayu.

Dalam pemberian izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan atau IUPHKm, ini bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan. Dengan demikian seseorang atau badan usaha, koperasi yang mendapat IUPHKm tidak boleh dipindahtangankan, diagunkan atau digunakan untuk kepentingan lain diluar rencana pengelolaan yang telah disahkan , serta dilarang merubah stutus dan fungsi kawasan hutan.

Sedangkan pada Pasal 14 Peraturan Menteri Kehutaan No.P.37/Menhut-II/007 tentang Hutan Kemasyarakat, IUPHKm dapat diberikan kepada kelompok masyarakat setempat yang telah mendapat fasilitas pada kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagaian areal kerja hutan keamsayrakatan dengan surat Keputusan Menteri .

Dengan adanya hutan kemasyarakatan, masyarakat secara hukum terlindungi haknya di daerahnya sendiri dan masyarakat dapat menjaga hutan dari kerusakan hutan. Memperoleh hasil dari pemanfaatan hutan, dapat meningkatkan kesejahteraanya dengan mengelola hutan, yang semua itu untuk mendukung kelestarian dan daya dukungan lingkungan hutan tetap terjaga.

Ke depan Pemerintah lebih sering melakkukan sososilisasi aturan ini kepada masyarakat , khususnya masyarakat sekita hutan.

Kotijah


Artikel telah diterbitkan pada ini

Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.