Rumusan di atas dalam Deklarasi PBB tentang Hak-hak Asasi Manusia merupakan penghargaan, perlindungan dan perberdayaan terhadap masyarakat tradisional sekitar hutan termasuk hak-hak adat yang melekat padanya, mutlak dilakukan sebagai upaya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat. Indonesia yang sebagai negara yang sudah meratifiakasi juga harus implementasikan dalam aturan perundang-undangan nasionalnya.
Masyarakat desa sekitar hutan atau masyarakat hukum adat yang pada umumnya tinggal disekirat hutan secara turun temurun, yang pola hidup dan tata cara sikap tindak sesuai dengan alam lingkungan sekitar hutan dengan ketergantungan yang terpola sedemikan rupa juga dalam bentuk kebiasaan adat yang telah dipatuhi sebagai hukum adat .
Eksistensi masyarakat tradisional sekitar hutan secara tegas diatur dalam pasal 18 B Angka (2) UUD 1945 Amendemen dan dalam peraturan perundang-undangan yang lain, pada Pasal 3 dan Pasal 5 UU No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA). Dipenjelasan UUPA, ditegaskan bahwa apabila hak-hak masyarakah hukum adat digunakan untuk kepentingan pembangunan nasional, mak harus diberi” recognitie” atau semacam kompesasi.
Dengan semikian masyarakat sekitar hutan walaupun hak-hak trasdionil mereka diakui oleh negara melalui peraturan perundang-undangan, namun apabila negara diperlukan untuk kepentingan negara demi kepentingan pembangunan harus diserahkan dengan memperoleh kompesasi, hal ini juga di atur dalam Pasal 6 Huruf (b) UU No.10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan kelurga Sejahtera.
Pengaturan terhadap hak masyarakat sekitar hutan juga dapat ditemui dalam Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69 dan Pasal 70 UU No. 41 Tahun 1999 Jo UU No.19 Tahun 2004 tentang Kehutanan. Dalam Pasal 6 UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Eksistensi terhadap pengakuan hak-hak masyarakat sekitar hutan secara hokum telah diatur, namun dalam prakteknya banyak menimbulkan ketidakjelasan aturan, karena sampai sekarang aturan pelaksanaan dari UU yang mengatur bagaimana hak-hak adat masyarakat itu bentuknya tidak perna dibuat oleh Pemerintah . Yang pada akhirnya menimbulkan penfsiran sendiri terhadap Pasal-pasal yang mangatur hak-hak masyarakat , bahkan dalam Konggres Masyarakat Adat Nusantara pada tanggal 17-22 Maret 1999, telah membuat suatu kesepakatan untuk menggugat posisi masyarakat adat terhadap Negara.
Tentu jika tuntutan ini terus berkembang, dan tidak ada langka konkrit dalam aturan hukum akan dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Langkah pemerinta dengan keluarnya Pemendagri No.3 Tahun 1997 tentang Pemberdayaan Masyarakat Adat di daerah, kemudian ditindak lanjuti dengan adanya Instrusi Mendagri No.15 Tahun 1998 tentang Petunjuk Pelaksanan Pemendagri No.3 Tahun 1997 tentang Pemberdayaan Masyarakat Adat di daerah.
Dengan demikian upaya Pemerintah dalam melindungi hak-hak masyarakat adat sudah memadai, yang menjadi masalah pada penerapan dalam masyarakat , khususnya sekitar hutan yang kurang mendapat akses informasi tentang berbagai aturan yang sudah dibuat, proses sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan untuk meningkat kesejahteranya perlu ditingkatkan.
Ke depan DPR segera membuat undang-undang tersendiri tentang masyarakat adat sebagai ajuan dasar untuk melindungi hak masyarakat adat kita.
Kotijah
Artikel telah diterbitkan pada ini