Pertambangan batu bara terbesar ini dipegang oleha PT Kaltim Coal atau PT KPC. KPC sudah menjadi bagian dari kota sanggata Kutai Timur. Emas hitam yang bernama batu bara itu telah menjadi batu hitam yang mengubah wajah sanggata yang hutan belantara menjadi kabupaten yang maju dan berkembang. Disisi lain KPC telah menjadi tujuan hidup orang untuk merais rejiki dan memperoleh pekerjaan, sehingga emas hitam ini menjadi suatu yang banyak direbutkan oleh anak banyak ini, sampai-sampai penyelesainya harus ke singapura.
Batu bara menjadi kominitas tambang yang paling diburu dalam 5 (lima) tahun terakhir, sebagai bahan bakar fosil alternatif yang lebih murah dari pada minyak dan gas. Hal ini tentu membuat pemakainnya meningkat cepat, terutama sebagai bahan bakar pembangkit listrik.
Investasi dalam bidang pertambangan secara umum dibagi dalam dua subsektor yaitu : subsektor Pertambangan Umum dan subsektor Minyak dan Gas Bumi. Pertambangan panas bumi dan batubara walaupun diatur tersendiri tapi keduanya masuk dalam sektor pertambangan umum, untuk panas bumi diatur dalam UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi dan batubara diatur dalam Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
Syarat untuk melaksanakan usaha Pertambangan Umum adalah adanya Kuasa Pertambangan (KP), dan KP ini dapat dilakukan dalam bentuk KK dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) (Pasal 59 PP No. 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan jo UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba)
Konsep Kuasa Pertambangan adalah konsep yang diderivasi dari pasal 8 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, bahwa “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 diatur pengambilan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi, air dan ruang angkasa”.
Perubahan UU No.11 Tahun 1967 jo UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba, telah membawa eferio perijinan dalam melakukan pertambangan. UU Minerba ini akan memperluas kewenangan Pemerintah daerah dalam pengelolaan pertambangan di daerah. Yang menjadi masalah kedepan adalah pengawasan dan penegakaan hukum dalam hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Pertambangan batu bara dari satu sisi menguntungkan baik masyarakat, pemda, dan negara. Kemudian penyerapan tenaga kerja, perekonomian yang berkembang dan ikllim investasi. Namun di sisi lain tambang batu bara telah merusak lingkungan, pencemaran, banjir dan lain-lain.
Di sanggata, telah terjadi alih fungsi kawasan hutan, hutan yang dulu hijau telah menjadi kawasan berlobang dan kubangan sumbur-sumur berbahaya, hutan yang terkikis habis, habitat suaka alam, keanekaragaman hayati dan ekosistem telah hilang, jadi banjir, polusi dan lain-lain.
Kerusakan hutan dan pencemaran yang terus menerus akan membawa kemampuan kapasitas daya dukung dan daya kapasitas akan lingkungan tidak memampu menyangga keberadaan alam . Secara berlahan tapi pasti kota sanggata yang terus digali emas hitamnya.. akan terbenam dalam suatu bencana ekologi pertambangan dan lingkungan hidup . Jangan menunggu bencana dan takdir kematian kita akibat terlambat mengantisipasi murkanya alam terhadap pertambangan .
Sudah saatnya kita memberi waktu alam untuk membebenai diri dan memulihkan daya dukung lingkungan dan kapasitasnya. Dan alangkah bijaksana mulai sekarang pemerintah daerah mulai mengkatakan stop pertambangan dengan melakukan moratorium tambang. Semoga bisa menjadi renungan pengambil keputusan negeri ini,,. Siapa berani memulai?
Kotijah
Artikel ini telah diterbitkan pada ini