Indonesia dalam isu lingkungan global dituduh sebagai negara ketiga didunia penghasil emisi gas rumah kaca ketiga terbesar setelah Amerika Serikat dan Cina, Penyebabnya utamanya bukan polusii atau pabrik, tetapi karena penggundulan hutan, pembalakan liar, kebarakaran hutan diSumatra dan Kalimantan.
Sementara itu Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir mengalami kerusakan hutan lebih dari 101,73 juta ha, seluas 59,62 juta ha di antaranya berada dalam kawasan hutan.. Kerusakan Kawasan Hutan Periode 1985-1997. Laju kerusakan hutan pada periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta ha/tahun. Sedangkan menurut Laporan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) tahun 2007 tingkat laju kerusakan hutan pada tahun 2006 diperkirakan semakin tidak terkendali dan meningkat menjadi 2,72 juta per tahun atau 5 kali lapangan sepakbola dalam hitungan menit.
Tanpa disadari pemenuhan ekonomi jangka pendek telah mengakibatkan kerusakan yang tidak terkendali. Kerusakan hutan Indonesia disebabkan antara lain: eksploitasi hutan yang diakibatkan oleh aktivitas penebangan liar. Kerusakan hutan Indonesia disebabkan antara lain: eksploitasi hutan yang diakibatkan oleh aktivitas penebangan liar (illegal logging), penyuludupan kayu, kebakaran hutan, dan konversi kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain seperti; perkebunan, pertambangan, dan perumahan.
Apresiasi terhadap Presiden Bambang Susilo Yudoyono yang telah mengambil inisitif mengundang sejumlah negara yang mempunyai hutan hujan tropis untuk bertemu di markas PBB dengan dikenal sebagai pertemuan Forestry 11. Pertemuan ini menghasilkan suatu komunike bersama yang pada intinya menegaskan komitmen negara-negara yang mempunyai hujan tropis untuk menjadi bagian dari solusi bukan bagian dari masalah perubahan iklim, kemudian gerakan nasional untuk menanam 79 juta pohon. Walaupun terlambat tetapi itu lebih baik seperti pepatah inggris” You can’t beat something with nothing”. Yang tidak kenal penting bangsa kita telah berhasil mengukir sejarah dalam tata lingkungan global dengan menghasilkan Bali Road Map dan Ko nferensi turumbu karang di Menado bulan kemarin.
Konferensi Kerangka Kerja Sama Persatuan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC/United Nations Framework Convention on) mendapatkan kesepakatan yang disebut dengan nama Bali Road Map. Kesepakatan lainnya, adalah Reducing Emissions from Deforestation in Developing Countries (REDD) yang berfokus pada penilaian perubahan cakupan hutan dan kaitannya dengan emisi gas rumah kaca, metode pengurangan emisi dari deforestasi, dan perkiraan jumlah pengurangan emisi dari deforestasi. Dibidang kehutanan telah ada kesepakatan untuk menggandakan batas ukuran proyek penghutanan kembali menjadi 16 kilo ton CO2 per tahun. Peningkatan ini akan mengembangkan angka dan jangkauan wilayah negara CDM ke negara yang sebelumnya tak bisa ikut mekanisme ini.
Bali Road Map, merupakan langka maju dari Protokol Kyoto, yang merupakan satu-satunya pengaturan berskala global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Yang mengatur target pengurangan emisi sampai tahun 2012.
Kekurangan dari protokol Kyoto pertama Protokol Kyoto tidak ada pengaturan paska 2012 secara global, Kedua Protokol Kyoto sangat lemah, karena hanya menerapkan target pengurangan rumah kaca sebesar 5% untuk negera-negara maju, jauh dibahwa target 25-40% yang dianggap layak oleh Inter-Governmental Panel on Climete Change (IPCC). Ketiga Amerika Serikat sebagai penyumbang terbesar emisi didunia, tidak ikut dalam Protokol Kyoto, juga Australia.
Politik Perubahan Iklim sangat rumit, setelah hampir 10 tahun Protokol kyoto ditangdatangai, hanya sedikit negara maju yang mencapai target 5% yakni: Inggris, Rusia dan Jerman. Sementara secara global konsentrasi emisi gas rumah kaca semakin meningkat, bukan berkurang. Di sisi lain Cina, India dan Brasil pertumbuhan industri makin pesat, trasportasi maupun pengurangan hutan negara tersebut semakin meningkat emisi gas rumah kacanya dan tidak mau mengalah selama negara maju dipandang belum serius membuktikan komitmetnya. Pertentangan antara negara maju dan negara berkembang dalam pengurangan target emisi tidak jelas, pembagian teknologi hemat energi belum jelas, kerjasama konservasi hutan masih mengambang, tapi efek rumah kaca semakin mengkwatirkan untuk keberlanjutan bumi ini. Seperti manusia dibumi lagi menunggu bencana dan petaka dari efek rumah kaca.
Dibutuhkan kesadaran manusia dimuka bumi, demi kelangsungan dan keberlanjutan bumi dari petaka yang tidak terbayangkan. Pernyataan Paula Dobrian sebagai perwakilan Amerika Serikat ”, we will go forward and join the consensus, sebagai keberhasilan dari Bali Road Map yang akan menjadi impian akan terciptanya keadaan lingkungan global yang lebih baik dan diharapkan perubahan iklim dapat dikendalikan .
Kedepan Bali Road Map adalah awal bukan akhir dari proses komitmen global yang dimunculkan. Negara-negara di dunia masih harus meneruskan proses sampai COP-15 di Kopenhagen Denmark Tahun 2009 untuk menciptakan lingkungan global yang lebih baik. Terima kasih atas usahanya pada perbaikaan lingkungan pak SBY .
Kotijah
Artikel Telah dimuat pada ini