Kemudian juga melihat Perubahan dalam hal ini yang berdampak penting dan cakupan luas serta bernilai strategis. Nilai strategis ini berupa perubahan yang mengruhi terhadap kondisi biofisik seperti: perubahan iklim, ekosistem, dan gangguan tata air, serta dampak sosial ekonomi masyarakat bagi kehidupan generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
Menurut pasal 19 ayat (2) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo UU No.19 Tahun 2004 bahwa, ” Perubahan peruntukan kawasan hutan sebagimana dimaksud pada ayat (1) yangn berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai*9996 stategis, ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR.
Untuk luas kawasan dalam penjelasan pasal 18 ayat (2) disebut bahwa di Indonesia dengan mempertimbangkan sebagain besar yang mempunyai curah dan intensitas hujan yang tinggi, serta mempunyai konfigurasi daratan yang bergelombang, berbukit, dan bergunung yang peka akan gangguan keseimbangan tata air seperti : banjir, erosi, sedimentasi, serta kekurangan air, maka ditetapkan luas akwasan hutan dalam DAS dan atau pulau, minimal 30% ari luas daratan.
Sedangkan untuk luas kawasan hutan untuk setiap propinsi dan kabupaten/kota berdasarkan kondisi biofisik, iklim, penduduk, dan keadaan sosial ekonomi masyaraka setempat. Penggunaan kawasan dibagi atas pinjam pakai kawasan dan tukar menukar kawasan hutan.
1. Pinjam Pakai Kawasan
Ketentuan pinjam pakai dan tukar menukar berdasarkan Peraturan menteri Kehutanan No. P.43/Mwnhut-II/2008 tentang Pinjam Pakai Kawasan Hutan di Luar Kegiatan Kehutanan, pada dasarnya dalam mengajukan permohonaan ada 5 (lima) hal yang harus ditempuh oleh pemohon, yaitu :
1) Penggunaan kawan hutan untuk kepentingan diluar kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan hutan lindung serta yang dimohonkan untuk kepentingan yang bersifat strategis komersial dan non komersial serta mensejahterakan rakyat ;
2) Menyediakan lahan kompesasi di wilyah Propinsi dan melekat dengan kawasan hutan dengan perbandingan kalau untuk komersial 1: 2 dan non komersial 1 : 1 serta tingkat keseburan yang sama dengan kawasan hutan yang dimohonkan dan clear (tidak dalam sengketa ;
3) Mendapatkan rekomendasi teknis dari Kepala Unit Pengelola maupun dari Dinas Kehutanan Propinsi ;
4) Sanggup melaksanakan reklamasi reboisasi apabila sudah berakhir masa pakainya ;
5) Khusus untuk fungsi hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka dan perberian ijin pinjam pakai yang berdampak penting dan cakupanya luas serta bernilai stategis dilakukan oleh Menteri atas persetujuan DPR sebagaimana diatura pasal 38 ayat (3) dan (4) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, kemudian aturan ini dicabut dengan keluarnya UU No.19 Tahun 2004.
2. Tukar Menukar Kawasan Hutan
Ketentuan yang mengatur tentang tukar menukar adalah Peraturan Kehutanan No. P.26/Menhut- II/2007 Jo Peraturan Menteri Kehutanan No.P.62/Menhut-II/2007, yang bertujuan untuk menampung pembangunan yang menyangkut kepentingan strategis, kepentingan umum terbatas, pembangunan pertanian dan dalam rangka pengembangan atau pemekaran wilayah yang terpaksa harus menggunakan kawasan hutan tetap tanpa mengurangi luas kawasan hutan itu sendiri . Dalam pasal 4 ayat (1) Peraturan Kehutanan No. P.26/Menhut-II/2007, tukar menukar hutan hanya diperbolehkan untuk :
1) Pembangunan yang menyangkut kepentingan umum terbatas oleh intasi pemerintah ;
2) Pembangunan yang menyangkut kepentingan stategis yang berdampak bagi kemajuan perekonomian nasional dan kesejahteraan umum yang diproiritaskan pemerintah ;
3) Menghilangkan enclave dalam rangka memudahkan pengelolaan kawasan hutan ;
4) Menyelesaikan pendudukan tanah kawasan hutan (akupasi) ;
5) Memperbaiki batas kawasan hutan ;
6) Budidaya pertanian ; atau
7) Pengembangan/pemekaraan wilayah.
Kawasan hutan yang dapat dilakukan tukar menukar untuk kegiatan diluar kehutanan harus memenuhi persyaratan, diprioritaskan tidak berhutan, berupa tanah kosong, padang alang-alang dan semak belukar serta tidak dibebani ijin. Hal ini dalam rangka tetap menjaga dan kelesarian hutan dan tetap memperdayakan hutan yang dalam kondisi tidak bagus untuk dimanfaatkan demi kepentingan umum.
Ke depan dalam penggunaan kawasan hutan, harus hati-hati dan teliti dalam mengeluarkan izin, khususnya di daerah.
Tulisan ini telah diterbitkan pada ini