Hukum lingkungan di Indonesia semakin berkembang dan perangkat peraturan perundang-undangan terus dilengkapi dalam rangka pembangunan berkelanjutan. Pencegahan dan penanggulangan terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan tidak lepas dari hubungan antar pribadi yang selaras dalam pemahaman terhadap lingkungan sebagai suatu disiplin ilmu hukum yang belum diterapkan.
Menurut Barry Commoner dalam the closing Circle, buku yang menganalisis lingkungan yang diterbitkan pada tahun 1973, everything ia connected else the first law of ecology. Bahwa ilmu ekologi telah menampakkan dengan nyata interaksi kompleks yang tidak terbayangkan dan terwakili sebelumnya antara kekuatan-kekuatan alam (dan kekuatan-kekuatan industri) baik dalam skala kecil maupun dalam sistem global.
Bagi sebagian orang dalam gerakan ekologi, prinsip saling berhubungan tersebut selaras dengan keyakinan setengah mistis bahwa segala sesuatu di alam ini merupakan bagian dari kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan.
Dengan membawa keyakinan ini, kita akan sampai pada batas yang ekstrem, dari sejumlah ahli ekologi telah menafsirkan hipotesa Gaia oleh Lovelock bahwa planet bumi adalah suatu yang kompleks dan mengatur diri sendiri, jika setiap bagiannya saling menjaga keseimbangan satu sama lain.
Sebaliknya, keyakinan yang mendukung dalam keselarasan alam semesta ini memiliki kekuatan ekologis dan epidemiologis tentang sifat saling berhubungan dari dunia modern. Yang kemudian sebagai tambahan bagi kesamaannya dengan bentuk-bentuk spiritualitas ketimuran yang berdasarkan rasa keutuhan. Gerakan ekologi ini juga memiliki serangkaian pesimisme. Ini kita akan ingat pada hasil kerja Reachel Carson dalam silent spring 1962 tentang bahaya penggunaan insektisida sebagai suatu pemikiran yang pertama kali menyadarkan manusia mengenai lingkungan.
Dengan demikian silent spring bisa dikatakan sebagai telah klasik tentang akibat-akibat yang berbahaya dan tidak pernah diantisipasi sebelumnya dari penggunaan pestisida seperti DDT. Peringatan-peringatan tentang bencana lingkungan di masa mendatang menyebutkan bahwa kegiatan-kegiatan mencampuri alam juga akan mendatangkan bahaya bagi manusia. Di dunia modern ini segala yang tiruan saling terjalin dalam pola hubungan sebab akibat yang komplek tanpa bisa diramalkan atau dikendalikan.
Masalah lingkungan di negara maju dengan latar belakang dan faktor penyebab pencemaran yang berbeda, semula menimbulkan suatu prasangka terhadap Konperensi Stockholm dari negara-negara berkembang.
Para ahli teori ”risiko masyarakat” seperti Anthony Giddens dan Ulrich Beck, telah memaparkan bahwa ancaman bencana ekologi merupakan konsekuensi yang tidak sengaja, namun tidak terhindarkan dari modernitas itu sendiri. Gelombang industrialisasi global yang tidak terbendung lagi ini membawa risiko yang tidak teramalkan atau mungkin tidak pernah bisa teramalkan. Sekarang ini mulai menampakkan diri misalnya: ada kesepakatan pendapat dari para ilmuwan bahwa interaksi yang komplek dari gas-gas rumah kaca, penipisan ozon, dan peningkatan produk industri benar-benar menyebabkan pemanasan global. Belum lagi keanehan-keanehan dalam pola-pola cuaca dianggap sebagai akibat dari faktor-faktor industrialisasi global.
Ruang lingkup hukum lingkungan yang luas dan banyak aspeknya, sehingga sulit dibatasi secara ilmiah. Hukum lingkungan berhubungan erat dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh penguasa yang berwenang di bidang pengelolaan lingkungan. Dalam menetapkan kebijaksanaan lingkungan, penguasa ingin mencapai tujuan tertentu.
Untuk itu dapat digunakan berbagai sarana, misalnya penyuluhan, pendidikan, subsidi, pelaksanaan kegiatan-kegiatan lain yang nyata. Kapan UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dirubah?.
Ke depan perkembangan hukum lingkungan yang demikan cepat harus diimbangi dengan aturan perundang-undangan lingkungan yang cepat pula.
Menurut Barry Commoner dalam the closing Circle, buku yang menganalisis lingkungan yang diterbitkan pada tahun 1973, everything ia connected else the first law of ecology. Bahwa ilmu ekologi telah menampakkan dengan nyata interaksi kompleks yang tidak terbayangkan dan terwakili sebelumnya antara kekuatan-kekuatan alam (dan kekuatan-kekuatan industri) baik dalam skala kecil maupun dalam sistem global.
Bagi sebagian orang dalam gerakan ekologi, prinsip saling berhubungan tersebut selaras dengan keyakinan setengah mistis bahwa segala sesuatu di alam ini merupakan bagian dari kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan.
Dengan membawa keyakinan ini, kita akan sampai pada batas yang ekstrem, dari sejumlah ahli ekologi telah menafsirkan hipotesa Gaia oleh Lovelock bahwa planet bumi adalah suatu yang kompleks dan mengatur diri sendiri, jika setiap bagiannya saling menjaga keseimbangan satu sama lain.
Sebaliknya, keyakinan yang mendukung dalam keselarasan alam semesta ini memiliki kekuatan ekologis dan epidemiologis tentang sifat saling berhubungan dari dunia modern. Yang kemudian sebagai tambahan bagi kesamaannya dengan bentuk-bentuk spiritualitas ketimuran yang berdasarkan rasa keutuhan. Gerakan ekologi ini juga memiliki serangkaian pesimisme. Ini kita akan ingat pada hasil kerja Reachel Carson dalam silent spring 1962 tentang bahaya penggunaan insektisida sebagai suatu pemikiran yang pertama kali menyadarkan manusia mengenai lingkungan.
Dengan demikian silent spring bisa dikatakan sebagai telah klasik tentang akibat-akibat yang berbahaya dan tidak pernah diantisipasi sebelumnya dari penggunaan pestisida seperti DDT. Peringatan-peringatan tentang bencana lingkungan di masa mendatang menyebutkan bahwa kegiatan-kegiatan mencampuri alam juga akan mendatangkan bahaya bagi manusia. Di dunia modern ini segala yang tiruan saling terjalin dalam pola hubungan sebab akibat yang komplek tanpa bisa diramalkan atau dikendalikan.
Masalah lingkungan di negara maju dengan latar belakang dan faktor penyebab pencemaran yang berbeda, semula menimbulkan suatu prasangka terhadap Konperensi Stockholm dari negara-negara berkembang.
Para ahli teori ”risiko masyarakat” seperti Anthony Giddens dan Ulrich Beck, telah memaparkan bahwa ancaman bencana ekologi merupakan konsekuensi yang tidak sengaja, namun tidak terhindarkan dari modernitas itu sendiri. Gelombang industrialisasi global yang tidak terbendung lagi ini membawa risiko yang tidak teramalkan atau mungkin tidak pernah bisa teramalkan. Sekarang ini mulai menampakkan diri misalnya: ada kesepakatan pendapat dari para ilmuwan bahwa interaksi yang komplek dari gas-gas rumah kaca, penipisan ozon, dan peningkatan produk industri benar-benar menyebabkan pemanasan global. Belum lagi keanehan-keanehan dalam pola-pola cuaca dianggap sebagai akibat dari faktor-faktor industrialisasi global.
Ruang lingkup hukum lingkungan yang luas dan banyak aspeknya, sehingga sulit dibatasi secara ilmiah. Hukum lingkungan berhubungan erat dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh penguasa yang berwenang di bidang pengelolaan lingkungan. Dalam menetapkan kebijaksanaan lingkungan, penguasa ingin mencapai tujuan tertentu.
Untuk itu dapat digunakan berbagai sarana, misalnya penyuluhan, pendidikan, subsidi, pelaksanaan kegiatan-kegiatan lain yang nyata. Kapan UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dirubah?.
Ke depan perkembangan hukum lingkungan yang demikan cepat harus diimbangi dengan aturan perundang-undangan lingkungan yang cepat pula.
Kotijah
Telah diterbitkan pada ini