Dua per tiga bagian dari wilayah ini terdiri dari unsur air, dan sepertiga lainnya merupakan unsur darat atau tanah yang terdapat di permukaan laut (air). Kedua unsur inilah yang membentuk pengertian ” tanah air” bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Atas dasar pandangan ini, istilah tanah air menggambarkan unsur air dan tanah sebagai istilah negara yang kita warisi dari nenek moyang sejak dahulu kala sebelum datangnya zaman penjajah.
Pengertian tanah air sebagai pengertian yang mandiri, secara konsepsional dikembangkan dalam wujud ‘wawasan nusantara” yang kemudian diterima sebagai konsep hukum baik dalam ketentuan perundang-undangan nasional maupun dalam Konvensi Hukum Laut Internasional III (UNCLOS III)..
Pengelolan sumber daya air, sebagaimana kebijakaan-kebijakaan pemerintah lainnya, tidak lepas dari perkembangan yang terjadi pada tatanan pemerintah kita yang sejalan dengan pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan bahwa sumber daya air dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara adil.
Atas penguasaan sumber daya air oleh negara untuk menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan melakukan pengaturan hak atas air.
Terbitnya UU No.22 Tahun 1999 jo UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, telah memberikan pemerintah daerah untuk memiliki kewenangan yang diberikan pemerintah pusat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, khususnya pengaturan sumber daya air.
Pemerintah Pusat menetapkan suatu kebijakan khusus dalam pengelolaan sumber daya air dengan pengaturan yang dibagi berdasarkan wilayah tertentu mengingat sirklus air yang tidak dapat ditentukan oleh manusia dan meliputi suatu jalur siklus yang sangat luas. Oleh karena itu, meski pun air secara umum termasuk bagian dari pada sumber daya alam yang pengaturannya telah didelegasikan kepada daerah, berdasarkan sifat dan kondisi dari air itu sendiri.
Pasal 1 angka 5 UU No. 11 Tahun 1974 tentang Perairan, bahwa pengairan adalah suatu bidang pembinaan atas air, sumber-sumber air, termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di dalamnya, baik yang alamiah maupun yang telah diusahakan oleh manusia. Untuk kewenangan diatur pada pasal 3 ayat (2) yang menekankan pada pembinaan air dan sumber-sumber lain. Secara umum kewenangan pengelolaan bidang perairan dalam UU tersebut ada pada pemerintah pusat dan dapat dilimpahkan kepada pemerintah daerah, namun UU No.11 Tahun 1974 tidak memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah. Kewenangan pemerintah daerah dapat ditafsir pada Peraturan Pemeritah No. 23 Tahun 1982 tentang Irigasi.
Terbitnya UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, menggantikan UU No.11 Tahun 1974 yang tidak berlaku lagi. Kelembagaan pengelolaan sumber daya air dalam pada pasal 1 ayat (7) UU No. 7 Tahun 2004 menyatakan bahwa: pengelolan sumber daya air adalah upaya merancanakan, melaksanakan, memantau, dan pendayagunakan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Dalam UU sumber daya air, pengelolaan sumber daya air berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta trasparansi dan akuntabilitas ( pasal 2).
Kewenangan pengelolaan sumber daya air dan tanggunjawab, di atur dalam pasal 13- 19 UU No.7 Tahun 2004. Secara umum Undang-undang sumber daya air ini, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk pengelolan sumber daya air dalam kerangka normatif, pada kenyataannya masih tergantung pada pemerintah pusat . Lebih dari itu, secara organisatoris dalam rangka melakukan pengelolaan sumber daya air telah ditetapkan Keputusan Presiden No. 123 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air, sebagaimana dirubah dengan Keputusan Presiden No.83 Tahun 2002.
Ke depan, kelembagaan yang sudah di atur dalam Undang-undang sumber daya air, harus jelas fungsi dan peruntukannya dalam pengelolaan sumber daya air, khususnya pada pengelolaan ditingkat daerah.
Kotijah
Artikeltelah diterbitkan pada ini