Sumber daya alam merupakan kesatuhan tanahm, air, sinar matahari, angina, ombak, ruang udara termasuk kekayaan alam yang ada di dalamnya baik terbarukan maupun yang terbarukan.
Pasal 1 angka 1 UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya atau di singkat dengan UUKH disebutkan bahwa:” sumber daya alam hayati adalah unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama-sama dengan ekositem. Untuk itu perlu adanya upaya menjamin kelangsungan sumber daya alam yang ada,dengan melakukan suatu langka yang kongkrit berupa konservasi .
Pada pasal 1 angka 2 UUKH dirumuskan pengertian konservasi adalah pengelolan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambunghan persediaannnya dengan tetap terpelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konservasi pada UUKH yang dimaksud merupakan perwujudan dari pelaksanaan pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Konservasi juga menunjuk pada suatu tindakan yang berupa usaha pengeloaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berasas pada keberlanjutan. Untuk pengelolaan sering dikaitkan dengan arti aktivitas atau tindakan. Istilah pengelolaan sumber daya hayati dan ekosistemnya ini dalam konteks Negara hukum terkait dengan kewenangan penguasaan negara terhadap kekayaan Negara . Apabila pengertian pengelolaan dikaitkan dengan pasal 33 ayat (3) UUD 1945, disebut sebagai penguasaan Pemerintah atas kekayaan Negara terkait pengaturan dalam rangka penyedian, peruntukan dan penggunaan kekayaan alam Indonesia (sumber daya hayati dan ekosistemnya ) untuk kesejahteraan rakyat .
Upaya yang dapat dilakukan dalam konservasi berupa:a. perlindungan system penyangga kehidupan;
b. pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa; dan
c. pemanfaatan secara lestari sumber daya hayati dan ekosistemnya.
Keluarnya UU No. 22 Tahun 1999 jo UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dearah. Dengan semangat Otonomi Daerah itu, telah banyak pemekaran di daerah-daerah juga di Kalimantan Timur. Semangat otonomi daerah, masing-masing Kabupaten berusaha dengan segala upaya dan daya untuk mengatur, mengurus rumah tangganya sendiri. Baik dari segi penataan organisasi, pembuatan peraturan daerah, penataan kembali tata ruang wilayah kabupaten, penggalian pendaptan asli daerah, sampai dengan peningkatan perekonomian daerah kabupaten. Semua ini berimplikasi terhdap pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Keberadaan upaya konservasi pada kawasan-kawsan konservasi, untuk wilayah administrasi sering dianggap sebagai penghambat bagi pembangunan daerah atau dalam ilmu ekonomi dikenal dengan Opportunity Cost. Dalam kerangka pemikir bahwa keberadaan kawasan konservasi dianggap oleh sebagain komponen pembangunan akan menghambat upaya daerah dalam memobilisasu sumber-sumber daya alam pada penerimaaan local. Hal ini guna memperkuat skruktur fiskalnya. Misalnya nilai ekonomi sumber daya alam hutan pada kawasan konservasi seharusnya dapat didayagunakan untuk sebagai sumber peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pandangan-pandangan yang sector dan berorintasi sempit tersebut, telah membawa suatu kerusakan hutan pada wilayah kawasan konservasi. Banyaknya alih kawasan konservasi untuk kepentingan ekonomi yang lebih tinggi seperti: pertambangan, perkebunan, perumaham , perkantoran dan lain-lainnya.
Seharusnya kawasan konsrvasi pada tataran daerah, bisa sinergi dengan pengelolaan dari Pemerintah Pusat dan atauran perundang-undangan yang sudah ada. Kedepan perlu ketegasan dari Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya hayati dan ekosistemya dengan daerah dan penegak hokum yangn harus jelas.
Kotijah
Pasal 1 angka 1 UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya atau di singkat dengan UUKH disebutkan bahwa:” sumber daya alam hayati adalah unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama-sama dengan ekositem. Untuk itu perlu adanya upaya menjamin kelangsungan sumber daya alam yang ada,dengan melakukan suatu langka yang kongkrit berupa konservasi .
Pada pasal 1 angka 2 UUKH dirumuskan pengertian konservasi adalah pengelolan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambunghan persediaannnya dengan tetap terpelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konservasi pada UUKH yang dimaksud merupakan perwujudan dari pelaksanaan pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Konservasi juga menunjuk pada suatu tindakan yang berupa usaha pengeloaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berasas pada keberlanjutan. Untuk pengelolaan sering dikaitkan dengan arti aktivitas atau tindakan. Istilah pengelolaan sumber daya hayati dan ekosistemnya ini dalam konteks Negara hukum terkait dengan kewenangan penguasaan negara terhadap kekayaan Negara . Apabila pengertian pengelolaan dikaitkan dengan pasal 33 ayat (3) UUD 1945, disebut sebagai penguasaan Pemerintah atas kekayaan Negara terkait pengaturan dalam rangka penyedian, peruntukan dan penggunaan kekayaan alam Indonesia (sumber daya hayati dan ekosistemnya ) untuk kesejahteraan rakyat .
Upaya yang dapat dilakukan dalam konservasi berupa:a. perlindungan system penyangga kehidupan;
b. pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa; dan
c. pemanfaatan secara lestari sumber daya hayati dan ekosistemnya.
Keluarnya UU No. 22 Tahun 1999 jo UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dearah. Dengan semangat Otonomi Daerah itu, telah banyak pemekaran di daerah-daerah juga di Kalimantan Timur. Semangat otonomi daerah, masing-masing Kabupaten berusaha dengan segala upaya dan daya untuk mengatur, mengurus rumah tangganya sendiri. Baik dari segi penataan organisasi, pembuatan peraturan daerah, penataan kembali tata ruang wilayah kabupaten, penggalian pendaptan asli daerah, sampai dengan peningkatan perekonomian daerah kabupaten. Semua ini berimplikasi terhdap pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Keberadaan upaya konservasi pada kawasan-kawsan konservasi, untuk wilayah administrasi sering dianggap sebagai penghambat bagi pembangunan daerah atau dalam ilmu ekonomi dikenal dengan Opportunity Cost. Dalam kerangka pemikir bahwa keberadaan kawasan konservasi dianggap oleh sebagain komponen pembangunan akan menghambat upaya daerah dalam memobilisasu sumber-sumber daya alam pada penerimaaan local. Hal ini guna memperkuat skruktur fiskalnya. Misalnya nilai ekonomi sumber daya alam hutan pada kawasan konservasi seharusnya dapat didayagunakan untuk sebagai sumber peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pandangan-pandangan yang sector dan berorintasi sempit tersebut, telah membawa suatu kerusakan hutan pada wilayah kawasan konservasi. Banyaknya alih kawasan konservasi untuk kepentingan ekonomi yang lebih tinggi seperti: pertambangan, perkebunan, perumaham , perkantoran dan lain-lainnya.
Seharusnya kawasan konsrvasi pada tataran daerah, bisa sinergi dengan pengelolaan dari Pemerintah Pusat dan atauran perundang-undangan yang sudah ada. Kedepan perlu ketegasan dari Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya hayati dan ekosistemya dengan daerah dan penegak hokum yangn harus jelas.
Kotijah