Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus di daerah otonom untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus untuk kepentingan nasional, misalnya dalam bentuk kawasan hutan lindung, cagar alam budidaya., taman nasional, pengembangan industri strategis, serta wilayah eksploitasi, konservasi bahan galian strategis. Untuk itu Pemerintah Pusat wajib mengikutsertakan pemerintah daerah dalam pembentukan kawasan khusus tersebut.
Diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintan Daerah, yang menggantikan berlakunya UU No. 22 Tahun 1999, telah memberi kewenangan yang seluas-luas kepada Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan pemerintahannya, sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat (3) yakni:” Urusan pemerintah yang menjadi urusan pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:
a. politik luar negeri;
b. pertahanan;
c. keamanan;
d. yustisi;
e. moneter dan fiscal nasional; dan
f. agama.
Diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintan Daerah, yang menggantikan berlakunya UU No. 22 Tahun 1999, telah memberi kewenangan yang seluas-luas kepada Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan pemerintahannya, sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat (3) yakni:” Urusan pemerintah yang menjadi urusan pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:
a. politik luar negeri;
b. pertahanan;
c. keamanan;
d. yustisi;
e. moneter dan fiscal nasional; dan
f. agama.
Dengan demikian semua urusan selain dari urusan pada pasal 10 ayat (3) dalam undang-undang tersebut, semua diserahkan kewenangannya pada Pemerintah Daerah.
Pada pasal 14 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004, dirumuskan bahwa:” urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Sedangkan dalam penjelasan pasal 14 ayat (2) , yang dimaksud dengan ” urusan pemerintahan yang secara nyata ada” dalam ketentuan ini sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi yang dimiliki antara lain pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, pariwisata. Untuk pengelolaan yang berhubungan dengan bidang pemanfaatan sumber daya alam (hutan), diatur pada pasal 17 UU No. 32 Tahun 2004.
Sedangkan dalam penjelasan pasal 14 ayat (2) , yang dimaksud dengan ” urusan pemerintahan yang secara nyata ada” dalam ketentuan ini sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi yang dimiliki antara lain pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, pariwisata. Untuk pengelolaan yang berhubungan dengan bidang pemanfaatan sumber daya alam (hutan), diatur pada pasal 17 UU No. 32 Tahun 2004.
Pemanfaaatan sumber daya alam (hutan), pada kenyatanya masih bersifat sentralistik, dan semua tergantung kebijakan pemerintah pusat. Tentu sudah seharusnya kewenangan yang sudah diberikan jangan setengah hati kepada Pemerintah Daerah .
Hal ini dengan tetap memperhatikan Tap MPR RI No. IX/MPR/2001, pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memperhatikan asas keseimbangan, sebagaimana diatur dalam pasal 4 huruf k dan l yang berbunyi; mengupayakan kesimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah (pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau setingkatnya), masyarakat dan individu. Melaksanakan desentralisasi berupa bagian kewenangan ditingkat nasional, daerah propinsi, kabupaten/kota, dan desa atau setingkat, berkiatan dengan lokasi dan pengelolaan sumber daya agraria/sumber daya alam.
Perimbangan alokasi dana dan pengelolaan sumber daya alam antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Ketentuan mengenai perimbangan alokasi dana , diatur dalam Bab IV tentang Perimbangan mulai pasal 10 sampai dengan pasal 42.
Pasal 11 ayat (3) UU No. 33 Tahun 2004, menentukan bahwa: ”dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasala dari:
a. kehutanan;
b. pertambangan umum;
c. perikanan;
d. pertambangan minyak bumi;
e. pertambangan gas numi; dan
f. pertambangan panas bumi.
Dengan demikian Pemerintah Pusat, tetap mendapat pembagian dalam pengelolaan sumber daya hutan dan pertambanganan dari Pemerintah Daerah pada daerah yang kaya akan sumber daya lama. Yang pada dasarnya ini menjadi masalah dalam pengembangan potensial daerah, untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
Dalam kontek daerah, otonomi telah menjadi isu yang membawa eksploitasi hutan secara besar-besar, yang menabrak rambu-rambu dari pada prinsip hutan berkelanjutan dan hutan lestari. Di daerah sekarang timbul eferio kedaeran untuk mendapatkan PAD, dengan mengabaikan masalah lingkungan yangn timbul dikemudian hari, jadi jangan heran sekarang banyak daerah-daerah timbul bencana longsor, banjir dan bencana ekologi yang mengakibat korban harta, benda dan nyawa. Hal ini karena sistem pengelolaan hutan didaerah banyak dalam kerangka pikir sesaat, jalan pintas untuk menperoleh pendapatan daerah dengan melakukan perubahan tata ruang dan peruntukan fungsi hutan.
Kedepan, adanya kesadaran anak bangsa dinegeri ini, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah daerah dengan menggangap penting lingkungan dengan tetap menjaga hutan tetap lestari.Jangan demi kepentingan sesaat....hutan dikorbankan? .
kotijah
Perimbangan alokasi dana dan pengelolaan sumber daya alam antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Ketentuan mengenai perimbangan alokasi dana , diatur dalam Bab IV tentang Perimbangan mulai pasal 10 sampai dengan pasal 42.
Pasal 11 ayat (3) UU No. 33 Tahun 2004, menentukan bahwa: ”dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasala dari:
a. kehutanan;
b. pertambangan umum;
c. perikanan;
d. pertambangan minyak bumi;
e. pertambangan gas numi; dan
f. pertambangan panas bumi.
Dengan demikian Pemerintah Pusat, tetap mendapat pembagian dalam pengelolaan sumber daya hutan dan pertambanganan dari Pemerintah Daerah pada daerah yang kaya akan sumber daya lama. Yang pada dasarnya ini menjadi masalah dalam pengembangan potensial daerah, untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
Dalam kontek daerah, otonomi telah menjadi isu yang membawa eksploitasi hutan secara besar-besar, yang menabrak rambu-rambu dari pada prinsip hutan berkelanjutan dan hutan lestari. Di daerah sekarang timbul eferio kedaeran untuk mendapatkan PAD, dengan mengabaikan masalah lingkungan yangn timbul dikemudian hari, jadi jangan heran sekarang banyak daerah-daerah timbul bencana longsor, banjir dan bencana ekologi yang mengakibat korban harta, benda dan nyawa. Hal ini karena sistem pengelolaan hutan didaerah banyak dalam kerangka pikir sesaat, jalan pintas untuk menperoleh pendapatan daerah dengan melakukan perubahan tata ruang dan peruntukan fungsi hutan.
Kedepan, adanya kesadaran anak bangsa dinegeri ini, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah daerah dengan menggangap penting lingkungan dengan tetap menjaga hutan tetap lestari.Jangan demi kepentingan sesaat....hutan dikorbankan? .
kotijah
Tulisan juga diterbitkan pada ini