Pasal 18 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur pembagian kewenangan pengelolaan sumber daya laut termasuk sumber daya perikanan. Jika dihubungkan dengan UNCLOS 1982, maka ada 3 (tiga ) institusi pemerintahan vertikal yang berwenang yaitu pemerintah pusat, pemerintah propinsi, pemerintah kabuapaten/kota. Kewenangan pemerintah pusat dalam mengelola sumber daya perikanan merupakan kewenangan atribusi yang berlangsung berdasarkan pasal 33 UUD 1945, pasal 6 dan pasal 7 UU Nomor 31 Tahun 2004, dan pasal 18 UU Nomor 32 Tahun 2004.
Hakekat kewenangan pemerintah pusat dalam mengelola sumber daya perikanan merupakan pelaksanaan urusan pemerintah diluar urusan yang ditetapkan secara eksplisit. Hal itu telah ditentukan dalam pasal 10 ayat (3) UU Nomor 32 Tahun 2004. Yaitu pemerintah pusat menyelenggarakan sendiri sebagaian urusan pemerintahan termasuk menyelenggarakan sendiri urusan kewenangan pengelolaan sumber daya perikanan (pasal 10 ayat 5 huruf a UU No.32 Tahun 2004). Dengan demikian pemerintah pusat di samping menyelenggarakan urusan pemerintahan yang telah ditetapkan secara limitatif juga menyelenggarakan urusan pemerintahan di luar itu seperti urusan perikanan.
Sedangkan kewenangan pemerintah propinsi/kabupaten/kota dalam pengelolaan sumber daya perikanan merupakan kewenangan atribusi. Desentralisasi pengelolaan sumber daya laut, termasuk perikanan, dengan berlandaskan pada:
- UU Nomor 32 Tahun 2004
- PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom
- PP Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan
- Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Pengakuan Kewenangan Kabupaten /Kota
- Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130-67 Tahun 2002 tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten/Kota
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.17/MEN/2006 tentang Usaha Perikanan Tangkap.
Pemerintah propinsi/kabupaten/kota dalam melaksanakan mengelolaan sumber daya perikanan harus dipayungi aturan hukum berbentuk peraturan daerah Perda). Pasal 136 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004 pada hakekatnya memberi kewenangan kepada daerah propinsi/kabupaten/kota dalam mengelola sumber daya perikanaan.
Pemberian kewenangan pengelolaan sumber daya perikanan kepada pemerintah daerah berdasarkan ketentuan pasal 18 UU Nomor 32 Tahun 2004 masih bersifat problematik. Meski sudah ada pemberian kewenangan penangkapan ikan sebagaimana diatur dalam pembagian zona penangkapan ikan melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 92/KPTS/IK.120/4/1999 tentang Jalur-Jalur Panangkapan Ikan, yang berlaku untuk setiap nelayan di seluruh perairan Indonesia. Namun, tetap saja berpotensi menimbulkan konflik horizontal antar nelayan dalam penangkapan ikan.
Di sisi lain pasal 19 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.17/Men/2006 tentang Usaha Perikanan Tangkap, wewenangnn menteri didelegasikan kepada gubernur dan bupati/walikota. Yang berarti gubernur /bupati/walikota diberikan kewenangan untuk menerbitkan SUIP, SIPI dan SIPSI bagi yang melakukan usaha perikanan.
Untuk mencegah timbulnya konflik horizontal antar nelayan dalam penangkapan ikan, perlu diciptakan kerjasama antara pemerintahan daerah propinsi/kabupaten/.kota dalam pengelolaannya. Seperti yang dilakukan dalam pengelolaan Teluk Balipapan, Kaltim.
Kerjasama antara Pemprov Kaltim dan Pemkab Penajam Paser Utara, Pemkot Balikpapan, dan Pemkab Kutai Kertanegara sesuai dengan kesepakatan bersama Nomor 615/4860/TUUA/2002, Nomor 33/TU/PIM/2002, Nomor 615/1311/um/VII/2002, Nomor 615/328/EK/VIII/2002 tentang pengelolaan terpadu Teluk Balikpapan. Dalam kesepakatan bersama ini ditentukan bahwa masing-masing daerah menyepakati terbentuknya Lembaga Pengelolaan Terpadu Teluk Balikpapan yang bekerja secara terpadu, profesional dan mandiri.
Format kerjasama antar daerah diatur dalam pasal 195 ayat (2) UU Nomor .32 Tahun 2004. Adanya penujukan ayat (2) terhadap ayat (1) pada pasal 195 tersebut memberi arti bahwa alasan pemberian fungsi koordinasi kepada badan kerjasama seharusnya berdasarkan pertimbangan efesiensi dan efektifitas pelayanan publik. Saling menguntungkan dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Maka, ke depan perlu dikembangkan model-model kerjasama untuk menghindari potensi konflik di daerah dalam melaksanakan mengelolaan sumber daya perikanan.
Kotijah
Telah diterbitkan pada ini