Maladministrasi dan Pembalakan Liar

Hutan memiliki multi manfaat yang mencakup manfaat ekologis, ekonomi, dan sosial-budaya. Di sisi lain terjadi penyusutan luas hutan yang cepat akibat pengrusakan hutan melalui aksi penebangan pohon secara llegal. Dengan kondisi hutan yang semakin memperhatinkan yang ditandai dengan meningkatnya laju degradasi hutan, kurang terkendalinya illegal logging perlu dilakukan upaya-upaya strategi dalam bentuk yang nyata dan lembaga yang berani seperti KPK .

Menurut Suryanto dan kawan-2 kegiatan pembalakan liar (illegal logging) didukung oleh beberapa kondisi atau faktor pendukung. Pertama kelompok faktor makro yang terdiri atas tatanan politik, inkonsistensi kebijakan, KKN, orentasi pendapat asli daerah (PAD), sosial budaya dan lemahnya penegakan supremasi hukum .

Kedua factor teknis pendukung pembakalan liar terdiri atas aksesibilitas hutan yang terbuka, ketidakseimbangan antara permintaan dan kemampuan produksi hutan secara legal, finansial usaha, ketersedian tenaga kerja, sirkulasi barang modal pembalakan yang bebas, rasa aman, tersedia penampung kayu illegal, lemahnya pengawasan, kurang adanya kepastian kawasan dan tidak adanya tata batas, konsesi kawasan yang tidak bertuan, personil, sarana dan prasarana kurang memadai dan wewenang. Dengan demikian maraknya illegal logging baik skala nasional maupun pemasaran keluar negeri, bagaimana pun berkaitan dengan perizinan yang menyangkut norma-norma prosedur dan substansial.

Tanggung jawab jabatan berkenaan dengan legalitas (keabsahan) tindakan pemerintah. Dalam hukum adminitrasi, persoalan legalitas tindakan pemerintah berkaitan dengan pendekatan terhadap kekuasaan pemerintah. Tanggung jawab pribadi berhubungan dengan fungsional atau pendekatan perilaku dalam hukum administrasi. Tanggungjawab pribadi berkaitan dengan maladminitrasi dalam penggunaan wewenang maupun public service (Hadjon; 2005).

Istilah maladministrasi menurut laporan tahunan 1997 Ombudsman Eropa ”maladministration occurs when a public body fail to act in accordance with the rule or principle which is binding upon it” . Anton Sujata memperjemahkan maladminitrasi dengan penyimpang pejabat publik. Sementara Hadjon menelaah arti kata maladministrasi, kata dasar mal dalam bahasa latin artinya jahat (jelek). Kata adminitrasi artinya melayani dan dipadukan menjadi pelayanan jelek. Dengan pengertian dasar tersebut, maladministrasi selalu dikaitkan dengan perilaku dalam pelayanan yang dilakukan pejabat publik.

Perlindungan hukum politis oleh berbagai badan politik untuk melindungi hak-hak warga negara dan agar warga negara tidak memanfaatkan untuk hal-hal yang tidak benar. Berbagai peraturan dalam mencari perlindungan dalam melawan berbagai otoritas administrasi. Dalam perlindungan hukum terhadap tindakan administrasi, maka lembaga ombudsman merupakan lembaga yang independen terhadap otoritas administrasi. Lembaga ombudsman dibentuk pada satu sisi untuk melindungi warga negara individu dan di lain pihak untuk mengawasi dan memperbaiki fungsionalitas berbagai otoritas administrasi. Yang berhubungan dengan keluhan-keluhan warga negara dan merekomendasi terhadap berbagai otoritas adaministrasi dalam lingkungan individu dan struktural.

Pada UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Negara Yang Bersih dan Bebas KKN, maladministrasi disebut perbuatan tercela. Lembaga Komisi Ombudsman yang menerima berbagai laporan tindakan malasministrasi yang berupa: penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang, penundaan berlarut, imbalan uang/praktek KKN dan pemalsuan serta persengkongkolan. Menurut pasal 3 Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional, bahwa Ombudsman nasional bertujuan :

a. melalui peran serta masyarkat membantu menciptakan dan atau mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN);
b. meningkatkan perlindungan hak-hak masyarakat agar memperoleh pelayanan umum, keadilan, dan kesejahteraan secara lebih baik.

Dengan demikian pemberdayaan pengawasan oleh masyarakat terhadap penyelenggaran negara dan penyalahgunakan kekuasaan, wewenang atau pun jabatan oleh aparatur dapat diminimalisir.

Dalam kaitannya dengan pembalakan liar, maladministrasi berupa praktek KKN merupakan faktor kunci untuk kemudahan akses dalam menjalankan aktifitas pembalakan liar. Sebagai kegiatan ekonomi dengan margin keuntungan yang besar, usaha-usaha pembalakan liar mampu untuk membayar atau memberi (suap) kepada oknum pejabat pemerintah dan aktor-aktor yang lain.

Kemudian oknum pejabat dengan kewenangan atas jabatannya membuat kolusi dan nepotisme membuka jaringan dengan oknum lainnya, baik melalui birokrasi pemerintah dengan pengeluarkan izin yang seharusnya tidak boleh ditebang di kawasan hutan alam, pranata adat yang ada dengan memberi akses jalan menuju hutan dan sosial budaya masyarkat .

Di sisi lain kayu-kayu tanpa dokumen dengan mudahnya lolos dan dibiarkan lewat oleh oknum aparat keamanan. Semua elemen masyarakat seakan menikmati buah dari hutan yang kita miliki, dan pembalakan liar akan terus terjadi selama mata rantai KKN tidak tersentuh. Perlu langkah kongkrit dalam menindaklanjuti laporan Lembaga Komisi Ombudsman terhadap perilaku praktek KKN di lingkungan kehutanan dan instansi yang lain dalam maladminitrasi.
Kotijah
Tulisan telah diterbitkan pada ini
Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.