Hukum lingkungan di Indonesia dewasa ini semakin berkembang dan perangkat peratauran perundnag-undangan lingkungan terus dilengkapi dalam rangka pembangunan berlanjutan. Pengelolaan lingkungan hidup dapat berhasil menunjang dan berfungsi secara efektif dan terpadu. Dalam hal ini didasarkan bahwa sebagai disiplin ilmu hukum yang sedang berkembang, sebagian besar materi hukum lingkungan merupakan bagian dari hukum administrasi (administratiefrecht).
Bertolak dari fungsi hukum, maka instrumen penegakan hukum kehutanan dalam mendukung pengelolaan hutan sebagai upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan. Dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku di bidang kehutanan, yang dilakukan secara preventif dan respresif sesuai dengan sifat dan efektivitasnya.
Dalam hubungan dengan penegakan hukum lingkungan, Siti Sundari Rangkuti, mengatakan bahwa lazimnya aparat penegak hukum lingkungan dikatagorikan sebagai: polisi, jaksa, hakim, pejabat/instansi yang berwenang memberi izin, dan penasehat hukum.
Menurut ketentuan pasal 7 ayat (2) UU Nomor.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dirumuskan bahwa kewajiban memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinabungan dicantunkan dalam setiap izin yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Dengan demikian UU Nomor. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, tidak lagi menambah izin lingkungan kedalam sistem perizinan. Tetapi memandang cukup melindungi dengan mencantumkan persyaratan tersebut dalam pasal 7 ayat (2)-pasal 18 ayat (2) dan (3) UU Nomor 23 Tahun 1997.
Dalam perkembangan perizinan di Indonesia, menurut Tatiek Sri Djatimiati, telah terjadi pergeseran tujuan pemberian izin. Tujuan izin sebagai instrumen yuridis untuk mengendalikan masyarakat, beralih menjadi instrumen sumber pendapatan, tidak hanya bagi perizinan pusat tetapi juga daerah.
Bertolak dari pemikiran (katagorisasi aparat penegak hukum lingkungan), maka instrumen penegakan hukum dalam kaitannya dengan pengelolaan hutan, dikaji dalam hukum lingkungan administrasi (pejabat/instansi yang berwenang memberi izin).
Salah satu sarana yuridis administratif untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan adalah sistem perizinan. Izin adalah salah satu instrumen yang digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengatur tingkah laku warga masyarakat.
Konsep di atas menunjuhkan bahwa izin merupakan norma pengatur atau norma pengendali agar masyarakat dalam melakukan kegiatan lainnya haruslah sesuai dengan ketentuan. Dengan demikian, izin merupakan suatu preventieve instrumenten, yang tujuannya adalah mencegah perilaku menyimpang dari masyarakat agar memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dan bukan sekedar sumber pendapatan semata.
Pada aspek tujuan, Ten Berge menjelaskan motivasi pemberian izin adalah:
keinginan untuk mengarahkan (mengendalikan ektivitas-aktivitas tertentu, misalnya izin bangunan);
mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan);
keinginan untuk melindungi obyek-obyek tertentu (izin tebang, izin membongkar pada monumen-monumen);
hendak membagi benda-benda yang jumlahnya sedikit (izin penghunian daerah padat penduduk); dan
mengarahkan dengan menyeleksi aktivitas-aktivitas (izin berdasarkan Drank-en Horecawet, pengurus harus memenuhi persyaratan tertentu.)
Izin tertulis diberikan dalam bentuk penetapan (beschikking) penguasa. Pemberian izin yang keliru atau tidak cermat serta tidak memperhitungkan dan mempertimbangkan kepentingan lingkungan akan mengakibatkan terganggunya keseimbangnan ekologis yang sulit dipulihkan. Perizinan merupakan instrumen kebijakanaan lingkungan yang penting. Sehubungan dengan pemikiran tersebut, penegakan hukum kehutanan dari segi administrasi seharusnya dilihat pada tindakan yang bersifat preventif, sebagai instrumen yang dipergunakan untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan hutan .
Dengan demikian apa yang dalam penegakan hukum sektor kehutanan, instrumen penegakan hukum adalah administrasi yang meliputi pengawasan dan penerapan sanksi. Sanksi administrasi ini tentu mempunyai fungsi yang fundamental untuk mencegah dan penanggulangan perbuatan terlarang, terutama ditujukan untuk perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan hukum yang dilanggar tersebut.
Ke epan, hukum kehutanan administrasi, perlu pengawasan dan sanksi yang tegas. Pelaku pembalakan liar jangan dibiarkan lolos terus karena alasan adiminitrasi.
Bertolak dari fungsi hukum, maka instrumen penegakan hukum kehutanan dalam mendukung pengelolaan hutan sebagai upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan. Dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku di bidang kehutanan, yang dilakukan secara preventif dan respresif sesuai dengan sifat dan efektivitasnya.
Dalam hubungan dengan penegakan hukum lingkungan, Siti Sundari Rangkuti, mengatakan bahwa lazimnya aparat penegak hukum lingkungan dikatagorikan sebagai: polisi, jaksa, hakim, pejabat/instansi yang berwenang memberi izin, dan penasehat hukum.
Menurut ketentuan pasal 7 ayat (2) UU Nomor.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dirumuskan bahwa kewajiban memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinabungan dicantunkan dalam setiap izin yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Dengan demikian UU Nomor. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, tidak lagi menambah izin lingkungan kedalam sistem perizinan. Tetapi memandang cukup melindungi dengan mencantumkan persyaratan tersebut dalam pasal 7 ayat (2)-pasal 18 ayat (2) dan (3) UU Nomor 23 Tahun 1997.
Dalam perkembangan perizinan di Indonesia, menurut Tatiek Sri Djatimiati, telah terjadi pergeseran tujuan pemberian izin. Tujuan izin sebagai instrumen yuridis untuk mengendalikan masyarakat, beralih menjadi instrumen sumber pendapatan, tidak hanya bagi perizinan pusat tetapi juga daerah.
Bertolak dari pemikiran (katagorisasi aparat penegak hukum lingkungan), maka instrumen penegakan hukum dalam kaitannya dengan pengelolaan hutan, dikaji dalam hukum lingkungan administrasi (pejabat/instansi yang berwenang memberi izin).
Salah satu sarana yuridis administratif untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan adalah sistem perizinan. Izin adalah salah satu instrumen yang digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengatur tingkah laku warga masyarakat.
Konsep di atas menunjuhkan bahwa izin merupakan norma pengatur atau norma pengendali agar masyarakat dalam melakukan kegiatan lainnya haruslah sesuai dengan ketentuan. Dengan demikian, izin merupakan suatu preventieve instrumenten, yang tujuannya adalah mencegah perilaku menyimpang dari masyarakat agar memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dan bukan sekedar sumber pendapatan semata.
Pada aspek tujuan, Ten Berge menjelaskan motivasi pemberian izin adalah:
keinginan untuk mengarahkan (mengendalikan ektivitas-aktivitas tertentu, misalnya izin bangunan);
mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan);
keinginan untuk melindungi obyek-obyek tertentu (izin tebang, izin membongkar pada monumen-monumen);
hendak membagi benda-benda yang jumlahnya sedikit (izin penghunian daerah padat penduduk); dan
mengarahkan dengan menyeleksi aktivitas-aktivitas (izin berdasarkan Drank-en Horecawet, pengurus harus memenuhi persyaratan tertentu.)
Izin tertulis diberikan dalam bentuk penetapan (beschikking) penguasa. Pemberian izin yang keliru atau tidak cermat serta tidak memperhitungkan dan mempertimbangkan kepentingan lingkungan akan mengakibatkan terganggunya keseimbangnan ekologis yang sulit dipulihkan. Perizinan merupakan instrumen kebijakanaan lingkungan yang penting. Sehubungan dengan pemikiran tersebut, penegakan hukum kehutanan dari segi administrasi seharusnya dilihat pada tindakan yang bersifat preventif, sebagai instrumen yang dipergunakan untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan hutan .
Dengan demikian apa yang dalam penegakan hukum sektor kehutanan, instrumen penegakan hukum adalah administrasi yang meliputi pengawasan dan penerapan sanksi. Sanksi administrasi ini tentu mempunyai fungsi yang fundamental untuk mencegah dan penanggulangan perbuatan terlarang, terutama ditujukan untuk perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan hukum yang dilanggar tersebut.
Ke epan, hukum kehutanan administrasi, perlu pengawasan dan sanksi yang tegas. Pelaku pembalakan liar jangan dibiarkan lolos terus karena alasan adiminitrasi.
Kotijah
Tulisan telah diterbitkan pada ini