Esensi Lingkungan

Masalah lingkungan bagi manusia dapat dilihat dari segi menurunnya kualitas lingkungan. Hal ini menyangkut nilai lingkungan untuk kesehatan, kesejahteraan, dan ketergantungan manusia. Pada tataran nilai lingkungan yang berarti dalam bentuk pemanfaatan, dan berkurangnya nilai lingkungan karena pemanfaatan tertentu oleh umat manusia.

Menurut Drupsteen, masalah lingkungan merupakan kemunduran kualitas lingkungan yang menyangkut gangguan terhadap lingkungan antara manusia dan lingkungan yang bentuknya berupa: pencemaran, pengurasan dan perusakan lingkungan.

Semburan lumpur Lapindo yang terjadi hampir 2 tahun, merupakan masalah lingkungan yang merusak semua segi kehidupan lingkungan masyarakat. Lahan seluas 800 hektar kini terendam, lebih 10.000 ribu keluarga terusir dari ruang hidupnya semula, dan masa depan mereka yang tidak jelas.

Masalah lingkungan tidak selesai dengan memperlakukan undang-undang dan menyediakan dana untuk melaksanakannya. Perlu ada langka lebih lanjut yang ditetapkan dengan cara bagaimana penetapan tujuan dapat dicapai agar ditaati oleh masyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh perseorangan sebagai anggota masyarakat kurang mempunyai arti terhadap lingkungan dan pengembangan lingkungan hidup. Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat menyangkut kepentingan umum. Lingkungan sudah merupakan milik bersama (public property), sehingga tidak seorang pun boleh mencemarkannya.

Instrumen kebijaksanaan lingkungan yang perlu ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan lingkungan demi kepastian hukum sebagai cerminan yang punya arti penting dengan hukum dan pemecahan masalah lingkungan. Misalnya kebijaksanaan pemerintah yang dimaksud pada pasal 8-10 UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup . Dengan demikian dalam rangka kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang wajib memperhatikan secara rasional dan proposional, potensi, aspirasi dan kebutuhan serta nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Misalnya, perhatian terhadap masyarakat adat yang hidup dan kehidupannya bertumpu pada sumber daya alam yang terdapat disekitarnya.

Saat semburan lumpur Lapindo muncul dan mengenai permukiman serta sawah-sawah penduduk, pemerintah memiliki tanggungjawab untuk mengambil langkah-langka pencegahan atas sebuah peristiwa yang dapat menyebabkan hilangnya atau kurangnya pemenuhan hak-hak warga negara yang diakui dalam Hak Asasi Manusai (HAM). Pada pasal 25 Deklarasi Umum HAM disebutkan bahwa setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, sandang, papan dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang diperlukan, serta hak atas keamanan pada saat menganggur, sakit, cacat, ditinggalkan oleh pasanganya, usia lanjut, atau keadaan-keadaan lain yang mengakibatkan merosatnya taraf kehidupan yang terjadi diluar kekuasaanya.

Pasal 6 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan “setiap manusia mempunyai hak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat merampas hak hidupnya secara sewenang-wenang”.

Pola tindakan penanganan yang dilakukan pemerintah terhadap masalah lumpur Lapindo dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007. Sementara itu Walhi mengajukan gugatan terhadap kasus lumpur Lapindo pada pengadilan negeri setempat. Dapat dilihat sebagai sesuatu yang esensial (life esensial) terhadap kehidupan manusia (existence of human being) yang hidup disekitar. Yang pada hakekatnya esensi lingkungan hidup itu, berkaitan dengan mata rantai kehidupan ekologi, ekonomi, kesehatan serta masa depan sosial masyarakat disekitar wilayah tersebut.

Ke depan, pemerintah segera mengkaji ulang seluruh peraturan perundang-undangan yang terkait dengan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral dan menempatkan keselamatan dan kesejahteraan rakyat serta lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Kotijah
Tulisan telah diterbitkan pada ini
Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.