Perkembangan dalam menghadapi masalah lingkungan hidup pada sektor kehutanan yaitu penebangan liar atau dikenal dengan illegal logging. Selama dekade terakhir ini semakin banyak terjadi penebangan liar (iIlegal logging), bila dibiarkan akan menimbulkan kemorosatan lingkungan hidup yang berlangsung terus-menerus pada akhirnya membawa implikasi pada kerugian ekonomi yang luar biasa parah disektor kehutanan.
Brow (1993) menegaskan bahwa kerugian ekonomi pada rusaknya ligkungan hidup yang paling menonjol adalah penggundulan liar (Ilegal logging), sedang menurut Sptephe Deveni dari Forest law Enforcemen Governance and trade (FLEGT) mengatakan bahwa illegal logging adalah penyebab utama kerusakan hutan di Indonesia dan menjadi masalah serius di dunia.
Penebangan liar (Illegal logging) telah menimbulkan masalah multidimensi yang berhubungan dengan aspek ekonomi, sosial , budaya lingkungan. Hal ini merupakan konskwensi logis dari fungsi hutan yang pada hakekatnya adalah sebuah ekosistem yang di dalamnya mengandung fungsi dasar, yaitu fungsi produksi (ekonomi), fungsi lingkungan (ekologi), serta fungsi sosial.
Dilihat dari aspek sosial, penebangan liar (illegal logging) menimbulkan konflik seperti konflik hak atas tanah, konflik kewenangan mengelola hutan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta masyarakat setempat. Aspek budaya kegantungan masyarkat terhadap hutan, penghormatan terhadap hutan yang masih dianggap nilai magic juga ikut terpangaruh oleh praktek-praktek illegal logging yang pada akhirnya merubah perspektip dan prilaku masyarakat adat setempat terhadap hutan.
Dampak kerusakan ekologi (lingkungan) akibat penebangan liar (illegal logging) bagi lingkungan dan hutan adalah bencana alam, kerusakan flora dan fauna dan punahnya spesias langka. Prinsip pelestraian hutan sebagaiman di indikasikan oleh ketiga fungsi pokok tersebut, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu pemanfatan dan pelastarian sumber daya hutan perlu dilakukan melalui suatu sistem pengelolaan yang dapat menjaga serta meningkatkan fungsi dan perananya bagi kepentingan generasi masa kini maupun generasi dimasa yang mendatang.
Banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi aktivitas illegal logging. Yang terbaru dengan dikeluarkan Surat edaran Nomor 01 Tahun 2008 tentang petunjuk Penanganan Perkara Tindak pidana Kehutanan dan sebelumnya Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara illegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Indonesia merupakan payung hukum dalam pemberantasan penebangan liar (illegal logging) yang diharapakan kelangsungan hutan di Indonesia dapat terselamatkan dan hal sampai keakar-akarnya.
Namun demikian illegal logging semakin marak dan hutan semakin mengalami tingkat kerusakan yang mengkwatirkan, termasuk di Kaltim. Perspektip pengelolahan hutan Indonesia, semuanya bermuara pada maraknya kegiatan penebangan tanpa izin, penebangan liar (illegal logging) yang berdampak negatif terhadap fungsi lindung terhadap konservasi hutan.
Beberapa kebijakan pemerintah di bidang kehutanan baik secara nasional maupun internasional dalam rangka penanggulangan kejahatan penebangan liar (Illegal logging) dikeluarkan sejak tahun 2001 tentang pemberantasan Penebangan Kayu secara illegal di kawasan hutan dan peredarannya si seluruh wilayah Indonesia.
Dari laporan hasil Gugus tugas FLEG East Asia and Pasific bahwa penebangan liar (illegal logging) adalah masalah global, komplek dan bervariasi dan tidak ada penyelesian secara cepat dan instan. Maka ada 3 (tiga) hal yang diperlukan kegiatan aksi yaitu :
Mekanisme Clearing House FLEG yaitu tempat transaksi cek di bank (Interim Secretariat: Depertemen kehutanan).
Collaborative Researh on Timber Supply and demand yaitu Riset Kolaboratif atas Pemerintahan Dan Penawaran Kayu ( Interim Secretariat: CIFOR).
Mekanisme Pelaporan untuk Information Sharing.
Tindakan lain untuk memberantas kejahatan penebangan liar (Illegal logging) dengan kebijakan dalam bentuk kerjaasama dengan negara lain, dimana orientasi kepada upaya pengelolahan hutan secara lestari. Politik hukum yang dilalukan pemerintah secara nasional antara lain:
Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Penebangan illegall (illegal Logging ) dan Peredaran Hasil Hutan Illegal di Kawasan Ekosistem Leuser Taman Nasional Tanjung Puting.
Perjanjian Kerjasama antara Depertemen Kehutanan dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Perjanjian ini berupa perjanjian kerjasama antara Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA) Depertemen Kehutanan dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL) No.1341/DJ-IV/LH2004 dan Nomor TNI: R/766/XII/01/SOPS Tentang Penyelenggaran Operassi Wanabahri.
Brow (1993) menegaskan bahwa kerugian ekonomi pada rusaknya ligkungan hidup yang paling menonjol adalah penggundulan liar (Ilegal logging), sedang menurut Sptephe Deveni dari Forest law Enforcemen Governance and trade (FLEGT) mengatakan bahwa illegal logging adalah penyebab utama kerusakan hutan di Indonesia dan menjadi masalah serius di dunia.
Penebangan liar (Illegal logging) telah menimbulkan masalah multidimensi yang berhubungan dengan aspek ekonomi, sosial , budaya lingkungan. Hal ini merupakan konskwensi logis dari fungsi hutan yang pada hakekatnya adalah sebuah ekosistem yang di dalamnya mengandung fungsi dasar, yaitu fungsi produksi (ekonomi), fungsi lingkungan (ekologi), serta fungsi sosial.
Dilihat dari aspek sosial, penebangan liar (illegal logging) menimbulkan konflik seperti konflik hak atas tanah, konflik kewenangan mengelola hutan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta masyarakat setempat. Aspek budaya kegantungan masyarkat terhadap hutan, penghormatan terhadap hutan yang masih dianggap nilai magic juga ikut terpangaruh oleh praktek-praktek illegal logging yang pada akhirnya merubah perspektip dan prilaku masyarakat adat setempat terhadap hutan.
Dampak kerusakan ekologi (lingkungan) akibat penebangan liar (illegal logging) bagi lingkungan dan hutan adalah bencana alam, kerusakan flora dan fauna dan punahnya spesias langka. Prinsip pelestraian hutan sebagaiman di indikasikan oleh ketiga fungsi pokok tersebut, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu pemanfatan dan pelastarian sumber daya hutan perlu dilakukan melalui suatu sistem pengelolaan yang dapat menjaga serta meningkatkan fungsi dan perananya bagi kepentingan generasi masa kini maupun generasi dimasa yang mendatang.
Banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi aktivitas illegal logging. Yang terbaru dengan dikeluarkan Surat edaran Nomor 01 Tahun 2008 tentang petunjuk Penanganan Perkara Tindak pidana Kehutanan dan sebelumnya Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara illegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Indonesia merupakan payung hukum dalam pemberantasan penebangan liar (illegal logging) yang diharapakan kelangsungan hutan di Indonesia dapat terselamatkan dan hal sampai keakar-akarnya.
Namun demikian illegal logging semakin marak dan hutan semakin mengalami tingkat kerusakan yang mengkwatirkan, termasuk di Kaltim. Perspektip pengelolahan hutan Indonesia, semuanya bermuara pada maraknya kegiatan penebangan tanpa izin, penebangan liar (illegal logging) yang berdampak negatif terhadap fungsi lindung terhadap konservasi hutan.
Beberapa kebijakan pemerintah di bidang kehutanan baik secara nasional maupun internasional dalam rangka penanggulangan kejahatan penebangan liar (Illegal logging) dikeluarkan sejak tahun 2001 tentang pemberantasan Penebangan Kayu secara illegal di kawasan hutan dan peredarannya si seluruh wilayah Indonesia.
Dari laporan hasil Gugus tugas FLEG East Asia and Pasific bahwa penebangan liar (illegal logging) adalah masalah global, komplek dan bervariasi dan tidak ada penyelesian secara cepat dan instan. Maka ada 3 (tiga) hal yang diperlukan kegiatan aksi yaitu :
Mekanisme Clearing House FLEG yaitu tempat transaksi cek di bank (Interim Secretariat: Depertemen kehutanan).
Collaborative Researh on Timber Supply and demand yaitu Riset Kolaboratif atas Pemerintahan Dan Penawaran Kayu ( Interim Secretariat: CIFOR).
Mekanisme Pelaporan untuk Information Sharing.
Tindakan lain untuk memberantas kejahatan penebangan liar (Illegal logging) dengan kebijakan dalam bentuk kerjaasama dengan negara lain, dimana orientasi kepada upaya pengelolahan hutan secara lestari. Politik hukum yang dilalukan pemerintah secara nasional antara lain:
Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Penebangan illegall (illegal Logging ) dan Peredaran Hasil Hutan Illegal di Kawasan Ekosistem Leuser Taman Nasional Tanjung Puting.
Perjanjian Kerjasama antara Depertemen Kehutanan dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Perjanjian ini berupa perjanjian kerjasama antara Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA) Depertemen Kehutanan dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL) No.1341/DJ-IV/LH2004 dan Nomor TNI: R/766/XII/01/SOPS Tentang Penyelenggaran Operassi Wanabahri.
Perjanjian Kerjasama antara Depertemen Kehutanan dengan Kepolisian Negara Republik Indinesia ( POLRI).
Perjanjian Kejasama antara Dirjen Perlindungan Hutan dan Kanservasi Alam (PHKA) Deperetemen Kehutanan dengan Deputi Kapolri Bidang Operasional Nomor 1342/DJ-IV/LH/2001 dan No/Pol:B/01/XII/2001 tentang Penyelengaraan Opearsi Wanalaga.
Surat keputusan bersama Menteri Kehutanan Nomor 1123/KPTS-II/2001 dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dengan Nomor 192/MPP/KEP/10/2001 Tentang Penghentian Ekspor Kayu Bulat /Bahan Baku Serpih.
Surat Ederan Depetermen Kehutanan Nomor 406/Menhut-IV/3003 tentang Pemberhentian Sementara Waktu Penertibatan Izin Penebangan Kayu (IPK) oleh Pemerintah Daerah (Pemda).
Memasukan kejahatan di bidang kehutanan dan lingkungan termasuk di dalamnya penembangan liar (illegal logging) kedalam undang-undang tentang tindak pidana pencucian uang.
Perumusan Rencana Peraturan Pemerintah (RAPERPU) tentang pemberentasan tindak pidana penebangan, pengedaran kayu dan hasil hutan illegal.
Komitmen untuk memerangi dan memberantas penebangan liar (illegal logging) yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dan pemerintah, perlu didukung semua pihak yang pada akhirnya hutan diharapkan dapat memberi kesejahteran dan kemakmuran masyarakat .
Kedepan dalam pemberantasan ilegal logging perlu langkah aktif dan sinergitas kerjasama seluruh pihak terkait, melalui berbagai forum dan media, baik formal maupun informal dan mengoptimalkan upaya pemberantasan illegal logging dengan langkah- langkah operasional khusus dan rumusan-rumusan program yang jelas.
Kotijah
Tulisan telah diterbitkan pada ini