Carbong Trading

KRIC (Intergovernmental Panel On Climate Change), Sebuah komisi PBB yang khusus mengalisis dampak perubahan iklim, mengatakan bahwa akan terjadi bencana yang lebih dahsyat. Ke depan, 14 000 desa akan hilang, banjir dan longsor akan meningkat dengan volume yang merata. Terjadi wabah yang luar biasa diluar kawasan endemic karena perpindahan vector, kebakaran hutan, kekeringan, rawan pangan/gizi. Semua itu sebagai dampak perubahan iklim. Bahkan dalam “climate change impact, adaptation and vulnerability” diprediksi ancaman bencana akibat perubahan iklim lebih mengerikan dari pada terorisme (Walhi;2007).

Akibat pemanasan global, suhu udara akan naik, meluasnya salju yang meleleh, dan naiknya permukaan air laut rata-rata antara 1980 dan 2006, kenaikan temperature global sebesar 0,76 C . Sepanjang abad ke- 20, benua Asia telah mencatat rekor kenaikan tertinggi yakni 1 derajat C. Karena emisi akan tetap berada di atmosfer dalam waktu lama, diprediksi pemanasan global tahunan rata-rata 0,2 C hingga 2030 yang mengindikasikan kenaikan suhu rata-rata 0,6C (KRIC WGI; 2007).

Indonesia dengan kekayaan hutan yang dimiliki hampir seluas 120, 35 juta hektar dan menjadi negara pemilik hutan terbesar di Asia Tenggara, bahkan menempati urutan 3 (tiga) negara pemilik hutan di dunia. Tentu mempunyai nilai yang penting dalam mencegah pemanasan global pada masa akan dating. Sebagai penyangga paru-paru dunia dengan hutan yang ada, seharusnya Indonesia dapat memanfaatkan kelebihan yang diberikan Tuhan itu pada bumi kita.

Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia, Oleh karena itu harus dijaga kelestariannya. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengam dunia internasional menjadi sangat penting.

Perlindungan terhadap hutan telah diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 Jo UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undangn-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-undang, yang juga sebelumnya ada dalam UU Nomor 23 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Namun realitasnya di lapangan sungguh menyedihkan melihat prilaku anak negeri ini. Laju kerusakan hutan di Indonesia pada tahun ini cukup mengerikan dalam hitungan menit. Kita sudah kehilangan hutan seluas pulau Bali (Walhi;2007), hutan yang rimbun, telah ditelan oleh ilalang, hutan yang hijau jadi lapang. Semua sibuk berbisnis hutan atau alih fungsi hutan dan berlomba-lomba menghancurkan hutan atas nama izin pengelolaan hutan.

Adanya pola carbong trading yang diberikan pada negara-negara penyangga paru-paru dunia, seharusnya membawa negeri ini semakin menyadari bahwa kita dibutuhkan negara lain dalam menekan pemanasan global.
Dengan kesadaran akan menjaga dan menfaatkan hutan yang berprinsip pembangunan hutan berkelanjutan, Indonesia mempunyai posisi tawar yang tinggi dari carbong trading dengan hutan alam yang dipunyai. Menurut Rully Sumanda dari Walhi, Indonesia belum bisa memaksimalkan lobi-lobinya di dunia internasional untuk mendapatkan kompensasi dan memaksimalkan tekanan agar negara maju mengurangi emisi gas rumah kaca mereka.

Carbong trading adalah insentif yaneg diterima oleh negara-negara penopang paru-paru dunia atas emisi gas rumah kaca atau karbon dioksida yang dikeluarkan oleh industri maju. Dalam hal ini ada 3 (tiga) negara penyumbang gas rumah kaca terbesar (Rusia, Amerika Serikat dan Cina) yang dalam Protocol Kyoto 2005 (protokol yang mengatur mengenai pengurangan emisi CO2) mencapai 5,2%.

Selain insnetif yang diterima, negara-negara penghasil CO2 juga diminta mengurangi emisi rumah kaca mereka, sehingga suhu rata-rata turun derajat panasnya. Sementara negara maju yang tidak setuju adalah Amerika Serikat, Australia, Kroasia, Liectenstein, Monaco, Swiss. Bahkan, Amerika Serikat dengan arogan tidak mau menandatangani Protocol Kyoto dan mengalihkan isu menjadi deforestrasi di negara-negara ketiga.

Hutan yang kita punyai sebagai paru-paru dunia, keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari dan diurus dengan akhlak mulia, adil, arif , bijaksana, terbuka, profesional serta tanggungjawab. Dengan demikian dunia mengakui keberadaa kita sebagai pemilik hutan yang bukan untuk negara sendiri manfaatnya tapi juga dunia internasional dalam menekan pemanasan global dan kerjasama dengan negara lain.

Ke depan, pemerintah Indonesia lebih berani memposisikan dirinya di kancah internasional dalam masalah carbong trading, dengan insentif yang dapat lebih banyak, tentu pada akhirnya dapat digunakan untuk membangun kembali hutan kita, bukan mengeluarkan kebijakan seperti PP Nomor 2 Tahun 2008.
Kotijah
Tulisan telah diterbitkan pada ini
Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.