Bencana Pertambangan di Kawasan Hutan Lindung

Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan galian itu meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara dan lain-lainnya Hak menguasai negara berisi kewenangan untuk mengatur, mengurus dan mengawasi pengelolaan atau pengusahaa bahan galian, serta berisi kewajiban untuk mempergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Menurut Blacklaw Dictionary, hukum pertambangan adalah ketentuan yang khusus yang mengatur hak menambang (bagian dari tanah yang mengandung logam berharga di dalam tanah atau bebatuan) menurut aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dengan maraknya investasi ke Indonesia untuk memperbaiki roda perekonomian kita, pertambangan terpilih menjadi salah satu cara cepat untuk memperoleh devisa. Saat ini pertambangan sering dilakukan pada pulau kecil, bahkan hutan lindung .

Berbagai dampak dan permasalahan yang ada pada sektor kehutanan dalam hubungan dengan adanya pertambangan di hutan lindung, membuat buruknya kondisi hutan kita saat ini akibat nilai-nilai dalam prinsip-prinsip lingkungan dilanggar. Beberapa hutan mengalami degradasi akibat perbuatan manusia, antara lain : deforestasi, pembalakan liar (illegal logging), kebakaran hutan.

Pertambangan dikawasan hutan lindung di Indonesia, jika dikaji sarat dengan berbagai pemasalahan. Oleh karena itu perlu kemauan politik dari pengambil kebijakan untuk memulai usaha berkelanjutan untuk mengubah Indonesia menjadi kekuatan ekologis untuk menjamin terhadap lingkungan. Pertambangan yang memasuki kawasan hutan lindung merusak kehidupan spiritual, budaya, politik, sosial dan ekonomi masyarakat serta seluruh ekosistem .

Kerusakan lingkungan pada saat ini dan akan datang oleh pertambangan lebih besar dari pada keuntungan yang dihasilkan untuk negeri ini. Contohnya, bekas pertambangan yang dilakukan PT KEM di Kutai Barat Kaltim, yang meninggalkan kubangan-kubangan sumur raksasa yang mengandung bahan berbahaya. Bisa dibayangkan bila sumur tersebut jebol dan mengalir ke sungai Mahakam, habislah penduduk Kaltim. Sungguh mengerihkan.

Penguasaan bahan galian tambang oleh negara menurut pasal 1 UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan substansinya segala bahan galian yang terdapat di wilayah hukum pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah kekayaan nasional bangsa Indonesia dan oleh karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan bahan galian menurut pasal 2 (a) adalah “….unsur-unsur kimia mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam.”

Pasal 1 PP Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan Balian antara lain disebutkan bahan galian strategis, vital, dan bahan galian yang tidak termasuk bahan galian strategis dan vital. Bahan galian strategis merupakan bahan galian untuk kepentingan pertahanan keamanan serta perekonomian negara.

Dalam pasal 1 huruf (a) PP Nomor 27 Tahun 1980, bahan galian strategis dibagi menjadi enam golongan, yaitu minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam; bitumen padat, aspal; antarasit, batubara, batubara muda; uranium, radium, thorium dan bahan-bahan galian radio aktif lainnya; nikel, kobal; timah.

Pertambangan batubara atau pertambangan lainnya dilakukan dengan dua cara, yaitu penambangan terbuka, dan penambangan bawah tanah. Pemilihan cara penambangan batubara terutama didasarkan pada bentuk morfologi medan, kondisi/sifat batuan, tebal lapisan tanah/batuan penutup (overburden), pertimbangan biaya produksi dengan mengingat factor-faktor/kondisi setempat.

Pemanfaatan kawasan hutan untuk pertambangan dari aspek fungsinya, hutan dapat dibagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu hutan konservasi, hutan lindung, hutan berdasarkan tujuan khusus, hutan berdasarkan pengaturan iklim mikro, estetika dan resapan air. Ketentuan ini terdapat dalam pasal 7 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Pada prinsipnya penggunaan kawasan hutan harus sesuai dengan fungsi dan peruntukannya. Tapi tidak menutup kemungkinan yang menyimpang dengan fungsi dan peruntukanya dengan syarat ada persetujuan dari Menteri Kehutanan.

Pasal 38 ayat (1) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, telah diatur ketentuan:
Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung.
Penggunaan kawasan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan.

Pasal 38 UU Nomor 41 Tahun 1999 di atas telah dianulir UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan PP Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-undang.

Pertambangan dikawasan lindung, hanya menguntungkan beberapa pihak dan sedikit pemasukan negara yang di dapat.. Tidak seimbang denga resiko bahaya yang diitimbulkannya. Sungguh mengerikan. Sudah saatnya bangsa ini menyadari bencana bukan takdir, tetapi kita yang telah membuat takdir itu sendiri. Bahkan takdir untuk generasi yang akan datang. Hentikan segera konvensi kawasan lindung/alih hutan lindung dan percabutan PP Nomor 2 Tahun 2008, biar kita tidak menuai bencana.
Kotijah
Tulisan telah diterbitkan pada ini
Copyright 2010 - Siti Khotijah. Diberdayakan oleh Blogger.