Negara Indonesia sebagai negara kepulauan, yang secara ke wilayah tersebar dari ujung barat, ke timur sebagai bagian NKRI. Terbitnya UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP, dalam keberlakuan nanti 3 tahun yang akan datang, juga menerapkan asas wilayah atau teritorial, asas perlindungan, dan asas nasional pasif.
Pasal
4 KUHP baru, jelas menentukan batas-batas teritorial berlaku hukum pidana di
wilayah NKRI.
Pasal
4 KUHP
Ketentuan dalam undang-undang berlaku bagi setiap orang yang melakukan:
a.Tindak
Pidana di wilayah Negara Kesatuan Republin Indonesia;
b.Tindak
Pidana di Kapal Indonesia atau di Pesawat Udara Indonesia; atau
c.Tindak
Pidana di bidang teknologi informasi atau Tindak Pidana lainnya yang akibatnya
dialami atau terjadi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau diKapal
Indonesia dan di Pesawat Udara Indonesia.
Paragraf 2 Asas Pelindungan dan Asas Nasional Pasif
Penjelasan Pasal 4 huruf a
Yang dimaksud dengan "wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia" adalah satu kesatuan wilayah kedaulatan di daratan,
perairan pedalaman, perairan kepulauan beserta dasar laut dan tanah di bawahnya,
dan ruang udara di atasnya serta seluruh wilayah batas dan hak negara di laut
teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen yang
diatur dalam undang-undang.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "tindak pidana
lainnya" misalnya, tindak pidana terhadap keamanan negara atau tindak pidana
yang dirumuskan dalam perjanjian internasional yang telah disahkan oleh
Indonesia.
Pasal
4 KUHP baru, menerapkan asas wilayah atau Asas teritorial merupakan asas yang
menentukan berlakunya undang-undang hukum pidana didasarkan tempat di mana
seseorang melakukan tindak pidana, dan tempat itu haruslah terletak di dalam
wilayah negara yang bersangkutan (Ishaq, 2019:44). Asas wilayah masuk dalam asas
hukum internasional, setiap hukum yang berlaku di suatu negara, termasuk halnya
hukum internasional, ia juga memiliki asas ataupun prinsip hukum yang tegas
yang jelas, agar menjamin ketertiban hukum dan juga kepastian hukum demi
menjunjung tinggi kesejahteraan masyarakat.
Asas
teritoral ini didasarkan pada kedaulatan suatu negara atas wilayah, misalnya
Indonesia wilayah masuk lingkup NKRI. Akibat hukum suatu negara mempunyai
wilayah, negara berkuasa atas wilayah itu, sehingga negara berhak untuk
menerapkan hukum (KUHP Baru) di wilayah NKRI, untuk semua negara (semua orang),
tanpa tekanan kekuasaan negara lain.
Van
Hamel, asas teritorial yaitu:“Naar het
beheerscht de strafwet van eenen staat, krachtem diens roeping, alle feiten
binnen de grenzen gepleegd, onaj hankelijk van des daders nationaliteit of van
het aangerande rechtbelang.”
Dalam terjemahan bebasnya, asas teritorial, maka undang-undang hukum pidana
suatu negara menguasai semua perbuatan yang dilakukan dalam batas-batas negara,
yang menurut sifatnya tidak tergantung kewarganegaraan pelaku atau kepentingan
hukum yang diserang.
Jadi
kewajiban negara menurut Van Hattum antara lain negara dapat mengadili setiap
orang yang melanggar peraturan pidana negaranya masing-masing, negara dapat
mengadili setiap orang yang melanggar peraturan pidana yang berlaku di negara
tersebut, dalam hal Indonesia penerapan asas ke wilayahan atau teritorial untuk
keberlakuan hukumnya. Praktek yurisdiksi hukum internasional terhadap asas ini menjadi
2 (dua) bentuk yaitu asas teritorial
dalam dan teritorial yang diperluas.
KUHP
Baru memberlakukan asas kewilayahan, teritorial, secara umum sudah diterapkan dalam Pasal 3
KUHP lama, yang dirubah Pasal 3 UU No. 4
Tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal dalam KUHP bertalian
dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Pidana,
Kejahatan Penerbangan, dan Kejahatan Terhadap Sarana/Prasarana, dan Pasal 1 UU
No.4 3 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.
Penerapan asas teritorial ini, tidak memungkikan tentang tidak adanya
pengecualian. Pengecualian ini, terhadap orang, tidak semua orang yang
melakukan perbuatan pidana di suatu negara akan diadili dengan menggunakan
hukum negara tersebut. Pengecualian terhadap orang antara lain ialah kepala
negara, duta besar, konsul, diplomat, serta termasuk juga petugas lembaga
internasional.
Pengecualian terhadap kepala negara merupakan perwujudan dari asa par in parem non hebet imperium yang
artinya ialah kepala negara tidak dapat dihukum dengan menggunakan hukum selain
dari negara yang dipimpinnya atau ia tidak dapat dihukum dengan menggunakan
hukum negara lain.
Sejatinya wujud jadi hak impunitas atau yang biasa disebut dengan
kekebalan seorang kepala negara asing di dalam hubungan internasional. Namun,
pada perkembangannya, asas memiliki
pengecualian yaitu tetap diterapkan pada kepala negara dalam
kejahatan-kejahatan yang sifatnya serius seperti kejahatan genosida, kejahatan
terhadap kemanusiaan, dan juga kejahatan terhadap perang.
KUHP Baru asas wilayah, teritorial dalam berlakuan hukum pidana masuk
dalam wilayah NKRI, yang diperluas pada kapal, dan pesawat udara, serta tindak
pidana teknologi informasi. Dalam Pasal 4 paragrap b, dan c, terkait Tindak Pidana di Kapal Indonesia atau di Pesawat Udara
Indonesia, Tindak Pidana di bidang teknologi informasi (cyeber crime). Hal ini sebelum
sudah diatur dalam UU No. 4 Tahun 1976. Essensinya batas-batas wilayah itu,
masuh di dalam dalam kapal, pesawat, teknologi informasi yang ada di wilayah
Indonesia yang melakukan tindak pidana akan diberlakukan KUHP Baru ini, tanpa
memandang kewarganegaraan seseorang, yang ditekan pada wilayah atau teritorial
Indonesia.
Dalam paragrap 2, ada keberlakuakn asas pelindungan dan asas nasional
pasif, essensi untuk perlindungan hukum untuk menciptakan keadilan, kepastian
hukum melalui KUHP Baru. Berlakunya hukum
pidana berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi dari suatu negara yang
dilanggar di luar wilayah Indonesia. Kepentingan hukum yang dilindungi ini
adalah kepentingan hukum negara dan bangsa atau kepentingan nasional dari
negara Indonesia (Adami Chazawi, 2002:214).
Asas nasional aktif yaitu asas peraturan perundang-undangan pidana
Indonesia berlaku bagi setiap warga negara Indonesia yang melakukan tindak
pidana di luar wilayah Indonesia (Ishaq, 2019:45). Lawan asas nasional pasif,
yang prinsipnya KUHP Baru ini berlaku terhadap tindak pidana yang menyerang
kepentingan hukum negara Indonesia, baik dilakukan WNI atau bukan WNI yang
dilakukan di luar Indonesia. Asas ini menekan pada locus delicti terjadi
di Indonesia atau di luar Indonesia.
Perbaruan dalam KUHP baru, terkait dengan tindak
pidana di bidang teknologi informasi yang saat ini hubungan negara di dunia
tanpa batas, dan membawa dampak yang merugikan negara. Tindak pidana teknologi
informasi ini, secara khusus diatur di
UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Tranksaksi Elektronik, yang UU
No.19 Tahun 2016, yang menerapkan asas kewilayahan atau teritorial, sebagai
bentuk perlindungan hukum atas wilayah negara Indonesia
Samarinda,
20 Januari 2023
Dr. Siti Kotijah & Melinda Fh Unmul (2021)