KUHP baru pada ruang lingkup keberlakuan hukum berdasarkan tempat, merujuk pada asas wilayah atau teritorial. Selain itu, sudah diterapkan juga asas pelindungan atau asas nasional pasif. Istilah pelindungan sangat identik dengan perlindungan, namun secara harfiah, dan KKBI itu berbeda makna, dan interprestasi.
Pasal 5
KUHP Baru
Ketentuan
pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi setiap orang di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana terhadap kepentingan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berhubungan dengan:
a.Keamanan negara atau proses kehidupan
ketatanegaraan;
b.Martabat Presiden, Wakil Presiden, dan/atau
Pejabat Indonesia di luar negeri;
c.Mata uang, segel, cap negara, meterai, atau Surat
berharga yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia, atau kartu kredit yang
dikeluarkan oleh perbankan Indonesia;
d.Perekonomian, perdagangan, dan perbankan Indonesia;
e.Keselamatan, atau keamanan pelayaran dan
penerbangan;
f.Keselamatan atau keamanan bangunan, peralatan, dan
aset nasional atau negara Indonesia;
g.Keselamatan atau keamanan sistem komunikasi
elektronik;
h.Kepentingan nasional Indonesia sebagaimana ditetapkan
dalam Undang-Undang; atau
i.Warga negara Indonesia berdasarkan perjanjian
internasional dengan negara tempat terjadinya Tindak Pidana
Penjelasan Pasal 5
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan hukum negara atau
kepentingan nasional tertentu di luar negeri.
Penentuan kepentingan nasional tertentu yang ingin dilindungi dalam
ketentuan ini, menggunakan perumusan yang limitatif dan terbuka. Artinya, ruang
lingkup kepentingan nasional yang akan dilindungi ditentukan secara limitatif,
tetapi jenis Tindak Pidananya tidak ditentukan secara pasti. Penentuan jenis
Tindak Pidana yang dipanjang menyerang atau membahayakan kepentingan nasional
diserahkan dalam praktik secara terbuka dalam batas yang telah ditentukan
sebagai Tindak Pidana menurut hukum pidana Indonesia.
Perumusan limitatif yang terbuka ini dimaksudkan untuk memberikan
fleksibilitas praktik dan dalam perkembangan formulasi tindak pidana oleh
pembentuk undang-undang pada masa yang akan datang. fleksibilitas itu tetap
dalam batas kepastian menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Penentuan
tindak pidana yang menyerang kepentingan nasional hanya terbatas pada perbuatan
tertentu yang sungguh-sungguh melanggar kepentingan hukum nasional yang
dilindungi. Pelaku hanya dituntut atas Tindak Pidana menurut hukum pidana
Indonesia. Pelaku tindak pidana yang dikenai ketentuan ini adalah setiap orang,
baik warga negara indonesia maupun orang asing, yang melakukan tindak pidana di
luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Alasan penerapan asas nasional
pasif, karena pada umumnya tindak pidana yang merugikan kepentingan hukum suatu
negara, oleh negara tempat tindak pidana dilakukan tidak selalu dianggap
sebagai suatu perbuatan yang harus dilarang dan diancam dengan pidana.
Asas pelindungan secara hukum internasional dikenal dengan asas nasional
pasif adalah peraturan hukum pidana Indonesia yang berlaku terhadap tindak
pidana yang menyerang kepentingan hukum negara Indonesia, baik di lakukan WNI
atau yang tidak dilakukan di luar Indonesia. KUHP baru berlaku bagi setiap
orang di luar wilayah NKRI yang melakukan tindak pidana terhadap kepentingan negara
kita.
Kepentingan negara berupa keamanan negara, martabat presiden, wakil
presiden, dan/atau pejabat indonesia di luar negeri, mata uang, segel, cap
negara, meterai, atau surat berharga yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia,
atau kartu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan Indonesia, perekonomian,
perdagangan, dan perbankan Indonesia, keselamatan, atau keamanan pelayaran dan
penerbangan, bangunan, peralatan, dan
aset nasional atau negara Indonesia, keselamatan dan keamanan sistem komunikasi
elektronik, kepentingan nasional Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam
undang-undang, dan WNI berdasarkan perjanjian internasional dengan negara tempat
terjadinya tindak pidana.
Kepentingan negara di atas, dilindungi dalam KUHP baru di luar wilayah
NKRI (luar negeri). Namun dalam penerapannya
menggunakan perumusan yang limitatif dan terbuka. Maksudnya ruang
lingkup keberlakukan asas pelindungan ini, pada kepentingan nasional yang akan
dilindungi ditentukan secara limitatif (terbatas), tetapi jenis tindak
pidananya tidak ditentukan secara pasti (jelas) berdasarkan KUHP baru.
Sebagai contoh penerapan asas nasional pasif kaitanya dengan Pasal 37 UU
Informasi dan Transaksi Elektronik, menyebutkan setiap orang dengan sengaja
melakukan perbuatan yang dilarang dalam Pasal 26- Pasal 36 di luar NKRI
terhadap sistem elektronik yang berada di yurisdiksi Indonesia. Pada kontek
ini, pelaku WNI atau WNA melakukan penipuan terhadap WNA dengan menggunakan
server yang ada di negara lain, namun yuridiksi di Indonesia, maka yang berlaku
adalah UU Informasi dan Transaksi Indonesia terhadap pelaku tersebut. Asas ini,
dapat dimaknai perbuatan yang dilakukan pelaku itu, berakibat hukum di wilayah
Indonesia.
Keberlakuan asas ini, punya relevensi dengan teori locus delicti yang
berlaku di Indonesia. Teori locus delicti dalam ilmu hukum pidana dan
yurisprudensi yaitu teori perbuatan materiil, teori alat yang dipergunakan, dan
teori akibat. Tafsir Pasal 5 KUHP baru, ada perluasan makna asas pelindungan
atau nasional pasif dari asas teritorial Pasal 4 KUHP baru.
Asas teritorial ini, berdasarkan pada prinsip kewarganegaraan, dalam
hubungan dengan asas nasional pasif sebagai bentuk perlindungan negara atas
kepentingan nasional. Dalam hal ini, KUHP baru dapat diterapkan pada WNA yang
melakukan kejahatan di luar, tetapi dampak atau korbannya perbuatan
pidananya adalah negara kita. Asas
nasional pasif ini merujuk pada prinsip interest reipublicae quad hominess
conserventur yang berarti kepentingan suatu negara, agar warga negaranya
dilindungi.
Sejatinya keberlakuan KUHP baru didasarkan pada asas-asas yang berlaku
secara hukum internasional yang diatur dalam Pasal 4 sampai 8 KUHP baru. Perluasan
jangkuan asas-asas ini, untuk mengantisipasi metode, model, cara melakukan
kejahatan dalam dunia maya yang semakin canggih secara ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam rangka kejelasan dan kepastian hukum bagi pelaku kejahatan yang
akan diadili dengan hukum Indonesia.
Samarinda, 21 Januari 2023
Dr. Siti Kotijah, Melinda FH Unmul (2021)